Seusai acara kumpul bocah keroyok mie kuah malam itu, semua sudah langsung pulang ke rumah masing – masing. Fari dan Reza pulang bersama. Mereka berpisah di mulut lorong ke arah rumahnya Fari dekat lapangan bola mini. Reza yang malam itu kebetulan menginap di rumah nenek Sadiyah jalan terus ke arah barat dekat jalan besar di tengah kampung.
Setiba di rumah Fari yang ayahnya agak ketat menyuruh Fari masuk, cuci kaki, ganti baju, dan langsung tidur. Malam juga sudah mulai sepi dari suara anak – anak yang biasa masih berkejaran. Itulah situasi kalau tinggal di kampung sendiri apalagi di saat hari libur sekolah seperti ini. Mungkin istilah ‘kampungku adalah istanaku’ paling tepat digunakan di sini. Masyarakat kampung yang masih homogen sangat mempengaruhi sikap dan pola bermain anak – anak. Rasa segan dan takut untuk berlari – lari sambil berteriak ramai bukanlah sesuatu yang kurang enak untuk mereka lakukan meski sudah malam. Yang penting tidak mengganggu, misalnya melempar atau mengambil mangga di halaman orang. Kalau hal seperti ini yah ‘pelanggaran’. Orang tua yang lain pun tentu akan memarahi mereka, meski bukan anaknya sendiri.
Menjelang jam 01.00 dini hari, ada sebuah ketukan dan panggilan halus di pintu samping. “Fari, Fari bangun dulu nak, ada Reza disitu?” Suara itu jelas suara nenek Sadiyah, neneknya Reza. Ibunya Fari terdengar menjawab dari dalam, “Tidak ada Reza di sini Nek!”
Terdengar di luar ada beberapa orang yang bercakap – cakap menemani nenek Sadiyah. Fari dibangunkan untuk menjelaskan perihal Reza dengan neneknya. “Tadi jam 10 kami pulang sama – sama, dia langsung jalan pulang. Kami berpisah di depan lorong” Terdengar Fari menjelaskan dengan suara yang agak parau dengan lidahnya yang agak cadel. “Bisa kita pigi rumah Rival?” tanya nenek Sadiyah pada Fari. “Iya boleh nek,” sahut Fary sambil melirik pada ibunya yang ikut berdiri di halaman luar. Fari bergabung dengan tim pencari Reza setelah pamit dengan ibunya.
Belum sampai di lorong rumah Rival, nampak ayah Rival berjalan sambil merokok dan berkata “Kemana Reza, katanya dia hilang?” Pertanyaan ayah Rival tidak dijawab oleh nenek Sadiyah. Beliau berkata ” Mari kita ke pinggir kuala saja, siapa tahu ada Reza di sana” Ke pinggir sungai malam – malam begini, mau apa? Benarkah Reza ada di sana seorang diri? Tengah malam lagi. Pikiran Fari penuh tanya. Ada apa sebenarnya dengan Reza. Bingung menyelimuti mereka semua dalam terpaan angin malam dan hembusan hawa dingin dari sungai Palu.
Bersambung
Salam Literasi
Astuti, S.Pd,M.Pd.
SMPN 14 Palu Sulawesi Tengah.
lanjutkan!
Terima kasih atas semangat yang diberikan om Jay. Sehat selalu