Sumber: www.wijayalabs.com |
Sumber: www.wijayalabs.com |
Hari ini sangat seru sekali. Pagi hari, saya harus mengikuti evaluasi PJJ dengan Bapak Kepala Bidang Pendidikan Kabupaten Lebak yaitu Bapak Ibnu Wahidin beserta Ibu Kasie Kurikulum, Ibu Yunira.
Ada beberapa agenda yang dibahas terkait zoom yang melibatkan seluruh kepsek yang terbagi dalam Wilayah Bina 1-7 dan kegiatan virtualnya terbagi menjadi beberapa sesi. Wilayah Bina (Wilbi III) Kabupaten Lebak mendapatkan jadwal pukul 08.30-12.00 WIB.
Saat kegiatan zoom berlangsung, ada telpon WA dari sahabat saya. Namanya Ibu Sriwati, M.Pd. Beliau adalah salah satu guru PNS dan mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Ibu Sriwati ini tergabung dalam grup menulis Om Jay gelombang 16. Untuk pertama kali saya disebut “Omet” di kelas menulis grup 16 yang sebenarnya singkatan dari kata “Soulmate.”
Kami sering komunikasi karena sama-sama suka menulis dan tergabung dalam beberapa buku antologi. Saya pun memanggil Ibu Sri dengan sebutan “Omet” sampai sekarang.
Waktu Omet telpon, terpaksa saya rijek karena hp sedang digunakan untuk zoom. Ternyata Omet mengabari kalau ingin memberi iuran buku antologi dan langsung menuju Pondok Mahida, tempat saya mengajar.
Saat di Pondok Mahida, saya sedang merenung memikirkan ide. Bertanyalah saya kepada Omet.
“Met, tema lomba blog hari ini, apa yah? Belum ada ide yang harus dituliskan,” begitulah saya memulai obrolan kali ini.
“Oh, begitu yah. Bagaimana kalau cerita tentang pembantu saya?” timpal Bu Sri.
“Wah, boleh sekali. Saya lalu mendengarkan kisahnya lalu mencermatinya dengan baik. Omet bercerita tentang kisah pembantunya yang sudah 2 bulan ini tidak bekerja.
Si ibu ini punya 5 orang anak dan suaminya telah meninggal. Dia harus kerja membanting tulang karena harus menjadi tulang punggung keluarga. Beberapa anaknya sudah menikah dan tinggal satu yang masih sekolah. Sejak kematian suami anaknya, si ibu belum kembali bekerja.
Omet setiap hari berusaha mandiri mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Kegiatan yang biasa dilakukan seorang ibu rumah tangga, terlepas dari kehidupan sehari-hari tupoksi guru yaitu mengajar.
Kemarin, Omet mendapat telepon dari pembantunya. Bahwa anaknya menjadi depresi sejak kehilangan suaminya. Sudah 2 bulan ini ibunya mengobati anaknya lewat baca syeh setiap Jumat dan keadannya semakin membaik.
Sang Ibu berencana meminta izin untuk bekerja kembali. Kini, beban yang ditanggung adalah Si Ibu harus mengurus anak dan cucunya. Perlu biaya sehari-hari untuk menyambung hidup. Begitulah akhir cerita dari si pembantu.
Omet jadi teringat kejadian satu tahun yang lalu. Banjir bandang meluluhlantakkan rumah yang ditempatinya. Mobil dan dua motor hanyut terbawa derasnya arus banjir bandang. Satu barang pun tak ada yang bisa diselamatkan. Hanya ada pakaian yang masih melekat di badan.
Mengingat kejadian tahun lalu, membuat Omet iba dan menerima pembantunya bekerja kembali. Melihat anaknya yang depresi, menyadarkannya bahwa semua harta benda bisa dicari. Namun, kehidupan tak dapat dibeli.
Jika Omet saat itu tidak ikhlas, mungkin saja Omet bisa depresi seperti kisah anak si ibu pembantu. Oleh karena itu, dengan menerimanya bekerja kembali tentunya bisa meringankan sedikit beban di hidupnya. Saya sangat terenyuh mendengar kisahnya. Kebaikan dan keikhlasan Omet sangat patut untuk ditiru.
Sepulang dari Pondok, saya diajak main ke rumahnya. Suami Omet seorang ustad yang bekerja di Ponpes La Tansa. Jadi, Omet harus tinggal di Ponpes La Tansa, tepatnya di La Tansa 5.
Saya dibuat kagum oleh sahabat saya satu ini. Ternyata Omet punya hobbi tanaman hias. Terlihat beberapa tanaman hias yang tertata dengan rapi di teras rumah.
Ada juga suaminya Omet yang hobbi mengoleksi burung. Terlihat sekali banyaknya burung yang terjejer di atap rumah. Hal yang membuat saya takjub adalah anaknya Omet.
Tanaman hias Omet |
Bocah laki-laki yang bernama Tunjung Poedji Nugroho ini memiliki hobbi memelihara ikan cupang bahkan berupaya membudidayakan ternak ikan cupang.
Tunjung Poedji Nugroho, berusia 10 tahun. Kelas 4 SD. Saya mulai mencari tahu asal usul nama anaknya.
Menurut Omet, Tunjung diambil dari salah satu nama sangsekerta yang artinya teratai. Namun ayahnya mengilhami Tunjung adalah salah seorang dokter tulang yang ternama. Kata Poedji merujuk pada seorang nama tokoh ahli akuntasi sedangkan kata Nugroho artinya adalah anugerah.
Tunjung Poedji Nugroho artinya Menjunjung dan Memuji Anugerah dari Allah SWT. Begitulah Omet menjelaskan asal usul nama anaknya yang hanya semata wayang.
Saya lalu melihat ada beberapa jenis ikan cupang yang dipelihara. Ada satu toples ikan cupang yang dikawinkan dan ada satu ember penuh yang berisi anak ikan cupang yang baru lahir.
Lihat di https://youtu.be/RtuzrguCe20
Hobbi anaknya Omet ini sangat menarik sekali. Dia mengetahui ikan cupang dari searching mbah google dan berupaya membuat bibit cupang dari hasil perkawinan.
Sempat anaknya ini marah besar karena tidak sengaja menguras ember yang berisi bibit ikan cupang, dan akhir yang tragis, semua bibit ikan cupang itu semuanya mati. Si anak mulai memperingati bundanya, agar tidak mengganggu ikan cupangnyablagi.
Memelihara ikan cupang di masa pandemi memang sangat menarik sekali. Di samping bisa sebagai hiburan karena mata akan menjadi rileks karena keindahan sang ikan, ternyata ikan cupang juga mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Bahkan, ada juga ikan cupang, yang harganya jutaan bahkan bisa sama dengan harga sebuah sepeda motor.
Salah satu koleksi ikan cupang Tunjung |
Budi daya ikan cupang juga tidak terlalu sulit. Buktinya anak kelas 4 SD saja berhasil membuatnya beternak, dan berhasil membuat ekperimen dari searching google.
Mengapa kita tidak belajar dari Tunjung? Bahwa, semua guru pada dasarnya bisa menulis dan menerbitkan buku. Namun semua butuh proses dan berlatih setiap hari. Tidak ada hal yang sulit selama kita mau mencoba dan berusaha untuk belajar.
Sudah kenyang dengan pemandangan tanaman hias, burung, dan ikan cupang, saya disuguhi semangkok baso. Ada teman yang menemani yaitu Bu Novi, Bu Gisa, dan anaknya Alesha.
Lomba makan bakso nih |
Mengobrol dengan Omet memberikan berbagai inspirasi baru. Berkat main ke rumahnya dan mendengar beberapa kisahnya, akhirnya jadilah artikel hari ke-9 lomba ngeblog PGRI dan YPTD. Saya sebelumnya meminta izin untuk menuliskan pengalaman menarik hari ini.
Di perjalanan pulang, saya melihat kakak kelas dan membunyikan klakson untuk membuatnya berhenti. Setelah menyapanya, saya diberikan satu buah pelastik berisi buah kecapi. Sekarang ini sedang musim buah kecapi. Rasanya manis dan enak sekali. Saya menyantapnya beberapa buah dan sisanya dimasukan ke dalam kulkas.
Buah kecapi yang belum dikupas |
Gambar buah kecapi yang sudah dikupas |
Saya jadi teringat artikel yang kemarin saya tulis, “what goes around, comes around.” Jika kita berbuat baik, maka kebaikan akan kembali pada kita. Petualangan hari ini sayang jika tidak diabadikan. Semoga ada kisah-kisah lain yang bisa kita tulis dan bisa kita bukukan.
Tulislah hal kecil dari apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita kuasai. Sesuatu yang besar dimulai dari sesuatu hal yang kecil. Semua peserta bisa memulai tulisa dari hobi kita masing-masing. Jadi deh sebuah cerita yang menarik untuk dibaca.
Semoga langkah kecil ini bisa menjadi modal dan sebuah pijakan untuk meraih kesuksesan di masa depan. Teruslah menjadi pribadi yang terus berbagi, mendidik, dan menginspirasi.
Salam blogger inspiratif
Aam Nurhasanah, S.Pd.
SMPS MATHLA UL HIDAYAH CIPANAS