Moto Menulis Memicu Semangat Menulis (di Blog)

MOTO atau semboyan, itu perlu. Moto dapat berpengaruh kepada tindakan dan perbuatan. Seorang teman, Blogger Nasional, seorang guru IT di sebuah sekolah swasta terkenal di Jakarta, dia aktif di berbagai kegiatan yang berkaitan dengn TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) membuat satu moto yang menjadi modal semangatnya dalam menulis. Dia teman saya terutama di dunia maya. Dia memiliki moto yang bagus untuk motivasi dalam menulis. Motonya begini, ‘Menulislah Setiap Hari, Buktikan Apa yang Terjadi.’

Itu moto yang bagus menurut saya. Moto itu berisi ajakan dan tekad untuk terus-menerus menulis. Moto yang bagus adalah moto yang mampu menggerakkan hati untuk berbuat sebagaimana pesan motonya. Saya setuju tekad dan ajakan untuk menulis itu. Teman saya itu adalah Wijaya Kusumah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Om Jay. Dia begitu bersemangat menulis dan bersemangat pula mengajak orang lain untuk menulis. Termasuk menulis blog, tentunya.

Karena saya setuju moto itu penting dan akan ikut berpengaruh dalam tindakan dan perbutan maka saya pun menciptakan moto. Menjadi moto saya dalam tulis-menulis. Tujuan saya tentu sama, untuk memotivasi kreativitas tulis- menulis saya pribadi. Syukur, jika orang lain terikut motivasi juga. Saya membuat moto begini, ‘Cintaku Literasi, Ku Menulis Setiap Hari’ dengan maksud dan tujuan yang sama, memotivasi dan mengajak untuk menulis selalu.

Ajakan pertama tentu saja untuk diri sendiri. ‘Ku Menulis Setiap Hari’ artinya diri sendiri terlebih dahulu akan melakukan kreativitas menulis. Maka moto ini lebih kepada ajakan yang mendahulukan diri sendiri –untuk melakukannya– sebelum mengingatkan kepada orang lain. Bahasa agamanya, ibda’ binafsika, ‘awalilah dari dirimu seniri.’

Bagi seorang guru (seperti saya, misalnya, meski sudah pensiun), menulis (membuat karya tulis) dalam bentuk dan jenis apapun adalah sebuah keniscayaan. Tidak bisa dihindarkan. Tidak boleh juga menghindar. Bahkan menulis secara khusus adalah sebuah kewajiban. Seperti berulang-ulang saya katakan, menulis khusus untuk persiapan mengajar, menulis soal (instrumen) untuk evaluasi belajar, dan lain-lain itu, misalnya. Mempersiapkan bahan ajar dan sejenisnya pastilah tak bisa dihindarkan juga. Itu tidak bisa dinafikan. Kewajiban menulis ini sudah melekat dalam diri seorang guru itu sendiri. Itulah yang kita sebut, wajib menulis bagi guru itu.

Kini terserah kita sebagai guru atau siapa saja yang ada niat ingin menulis. Hanya ada satu, yaitu kemauan untuk menulis. Kemauan adalah kunci utama untuk tugas dan kerja apa saja jika ingin selesai. Harus mau melakukannya. Pesan orang tua-tua melalui peribahasa, ‘Dimana Ada Kemauan di Situ Ada Jalan’ adalah pernyataan yang sudah teruji kebenarannya. Peribahasa itu tidak bisa dibantah yang juga dapat disebut sebagai moto. Dengan kemauan, apa saja bisa. Tanpa kemauan tidak akan ada satupun yang bisa. Untuk yang berkemauan selalu ada jalan. Tapi bagi yang tidak berkemauan akan selalu ada alasan.

Kemauan harus pula ada pendorongnya. Apa saja, silakan dicari pendorongnya. Saya percaya, ada banyak yang bisa dijadikan pendorong agar timbul semangat dan kemauan. Salah satu yang perlu adalah, kita harus memiliki moto, semboyan atau jargon menulis yang akan mendorong kita dalam menulis. Ini penting sebagai motivasi untuk menulis itu sendiri. Moto, Cintaku Literasi, Ku Menulis Setiap Hari adalah moto yang saya ciptakan sebagai pendorong semangat itu. Dan moto ini saya harapkan menjadi kalimat pendorong saya dalam menulis. Itulah yang selama ini saya tempelkan di pikiran dan ingatan saya. Apakah Anda akan memakai moto ini juga atau akan memakai moto Om Jay di atas? Atau sebenarnya kita masing-masing sudah mempunyai moto sebagai pemotivasi menulis bagi diri kita? Itu malah lebih bagus.

Satu hal yang perlu saya tegaskan bahwa moto menulis ikut mempengaruhi saya dalam menulis, termasuk menulis di blog. Ratusan tulisan artikel yang sudah saya publish di blog-blog (baik pribadi maupun bersama) adalah bukti bahwa moto ‘Caintaku Literasi Ku Menulis Setiap Hari’ berpengaruh secara langsung kepada. Karena moto itu dapat dikategorikan sebagai sumpah atau tekad maka tentu saja sumpah atau tekad itu akan terasa wajib untuk melakukannya.

Maka marilah kita membuat satu atau beberapa moto yang akan mendorong kita untuk melakukan tindkan dan perbuatan. Tidak ketinggalan di ranah literasi, tulis-menulis.***

Tinggalkan Balasan

2 komentar