Entah mengapa pagi ini ingin sekali membuat camilan berbahan dasar singkong. Kalau di kampungku namanya cemplon, ayooo kira-kira di tempatmu ada tidak? Kalaupun ada apa namanya?
Makanan yang memiliki sensasi gula meletus di mulut saat digigit ini memang bikin kangen. Sekilas bisa dibayangkan sensasinya mirip pada saat kita makan klepon. Namun cemplon ini jauh lebih dasyat sensasinya, krispi diluar, lembut di dalam dan meletus saat di mulut. Jika tidak hati-hati pada saat makan, maka gulanya akan bercerai berai atau muncrat kemana-mana.
Cara pengolahannya pun sangat sederhana dan singkat dalam pengerjaannya. Pertama singkong diparut dan diperas untuk melarutkan kanjinya. Air perasan dibuang sementara endapannya dicampurkan kembali ke singkong.
Langkah berikutnya kita sulap singkong parut menjadi “siimut”. Tentu saja bumbunya jangan sampai ketinggalan. Bumbu yang dibutuhkannya pun sesederhana bahan utamanya yaitu garam, kelapa parut dan gula merah.
Jreng… minyak panas siap membuat siimut menjadi kuning keemasan. Tanpa memakan waktu lama cemplon siap dinikmati dengan teh hangat.
Alhamdulillah layanan bimbingan dan konseling pagi ini semakin semarak dengan adanya camilan tradisional di depan laptopku. Untuk sesaat aku mengenang bentuk badan ini sebelum pandemi.
Berat badan sebelum pandemi saja dalam kategori di atas berat ideal. Padahal setiap hari aktivitas naik turun tangga di sekolah dan mobilitas yang bisa dibilang lumayan membakar kalori. Apalagi di masa pandemi ini, semua aktivitas cenderung dilakukan sambil duduk. Ditambah lagi camilan selalu disiapkan sebelum layanan BK dilaksanakan.
Badan ini bentuknya sudah tidak ada lekuknya lagi. Ada saatnya kesadaran muncul untuk melakukan olahraga. Olahraga ringan seperti naik sepeda sudah dilakukan pada saat hari libur. Namun asupan yang masuk dengan kalori yang terbakar tidak berimbang. Semoga saja dengan menuliskan siimut ini, kesadaran untuk menjaga pola makan dan olahraga semakin merasuk ke sanubari.
Hari Rabu ini sebetulnya tidak terjadwal untuk melaksanakan pembinaan terhadap anak didik. Namun sebagai guru bimbingan dan konseling yang senantiasa menyiapkan ruang kosong, untuk membantu anak-anak yang mengalami masalah dalam pembelajaran.
Setiap hari tugas pertama yang sudah menjadi kebiasaan dalam layanan bimbingan dan konseling adalah menyapa anak. Sapaan dengan tujuan untuk menambah serta memupuk semangat mereka dalam menghadapi pembelajaran jarak jauh mereka.
Sapaan sederhana namun memiliki arti istimewa untuk anak didik. Anak didikpun pada dasarnya sama seperti kita pada umumnya, senang mendapat perhatian. Apalagi di kondisi pandemi, tingkat kejenuhan sudah lama menyerang mereka.
Bisa dipastikan mereka butuh orang lain untuk mendengar ceritanya. Anak tidak lagi bercerita kepada orang tua atau keluarga yang ada di rumah. Mereka bertemu sepanjang hari, jadi bisa dibilang cerita mereka hampir sama. Anak menginginkan sosok lain untuk mendengarkan ceritanya.
Kendala di mata terkadang menghambat dalam membaca dan membalas chat anak-anak. Permintaan maaf selalu saya lontarkan pada saat terlambat merespon akibat banyaknya chat yang masuk. Anak asuh di kelas IX berjumlah 279 siswa, walaupun memang tidak semuanya aktif berbalas chat.
Tidak jarang justru guru BK yang memulai chat khususnya untuk anak yang pasif, atau yang bermasalah. Layanan BK selama pandemi terkadang mengundang senyum dikulum. Sasaran BK adalah peserta didik, namun fakta di lapangan ada saja orang tua yang juga curhat.
Kolaborasi dengan orang tua memang sangat penting dalam memecahkan masalah yang sedang menimpa anaknya. Tetapi jika orang tuanya bercerita yang tidak ada hubungannya dengan masalah anak, rasanya tidak sopan apabila langsung kita stop. Apalagi kondisinya melalui media sosial, bisa jadi akan muncul kesalahapahaman.
Seperti halnya pagi ini, maksud hati menyapa anak karena belum hadir di pembelajaran jarak jauh. Beberapa langkah sudah ditempuh dari menuliskan pesan di whatapps sampai dengan telepon. Namun anak belum memberikan respon, langkah terakhir telepon orang tua.
Orang tua kebetulan HPnya model lama yang tidak bisa digunakan untuk layanan media sosial seperti whattapps. Hubungan telepon tersambung, pembicaraan dimulai dengan perkenalan, sapaan dan menanyakan keberadaan anaknya.
Anak berhasil dibangunkan oleh si ibu, namun sambungan telepon tidak bisa disudahi. Komunikasi sudah berbelok arah tidak lagi membahas masalah anak, namun bercerita tentang pekerjaan dan penghasilan keluarga.
Tidak tega rasanya mau menyudahi pembicaraan. Empat puluh enam menit waktu berlalu dan menjadi pendengar yang baik. Banyak hikmah yang bisa saya petik dari pembicaraan telepon ini.
Rasa tidak nyaman di telinga akibat lama menggunakan aerphone, saya netralisisr sejenak. Untungnya kudapanku ”siimut” cemplon masih menemaniku dengan setia. Sedikit melepas penat kunikmati kembali siimut, sensasi meletusnya gula di mulut kembali menyuntikan semangat dalam diri ini.
Layanan BK kembali berlanjut ke peserta didik lain. Demikianlah layanan BK hari ini meninggalkan kesan tersendiri. Setiap hari layanan BK memberikan kesan dan warna tersendiri. Suatu saat kenangan ini akan menjadi cerita untuk anak cucu.