Cinta Sama Dengan Nol (24)

Fiksiana, Novel70 Dilihat

Teka-Teki

Penulis : Santi Syafiana, S.Pd

Bu Gusti memandang kedua anaknya sambil tersenyum. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Anak gadisnya sudah dewasa. Asty tampak makin cerah dan riang sepulang dari Aceh. Jauh beda sebelum keberangkatannya dulu. Ia terlihat murung dan tak bergairah. Bu Gusti senang Asty bisa berproses dan bahagia dengan pilihan hidupnya.

Tak berapa lama, mentari muncul perlahan. Sinar keperakannya tercurah ke bumi. Menghangatkan alam yang didera dingin semalaman. Melenyapkan kabut dan menggantinya dengan tumpahan cahaya. Jalanan remang mulai benderang. Pak Ali mengajak Bu Gusti, Asty, dan Rini merebahkan tubuh di puncak bukit itu. “Rentangkan tangan kalian. Vitamin D yang bersumber dari matahari pagi sangat bagus untuk tubuh,” ucap Pak Ali. Mereka melakukan apa yang diperintahkan. Rini menggerak-gerakkan kaki dan tangannya dalam rebahan.

“Oh ya, ayah punya teka-teki. Kita lihat siapa di antara kalian yang bisa menjawabnya.” Ujar ayah sambil melihat langit. Spontan Bu Gusti, Asty dan Rini menoleh ke arah Pak Ali penasaran.

“Benda apakah yang jika ditutup sebesar ibu jari dan saat dibuka sebesar dunia?” Asty dan Rini saling berpandangan. Mereka berfikir sejenak lalu menggeleng serentak. Tanda tak mampu menjawab. Melihat itu Pak Ali meminta mereka untuk jangan cepat menyerah. “Kalian memiliki benda itu. Bahkan melekat pada diri kalian.” Pak Ali memberi petunjuk. Berharap salah satu dari mereka dapat menjawab teka-teki tersebut.

Asty berfikir lagi. Mematut-matut ibu jarinya ke beberapa bagian tubuh. Manakah bagian yang seukuran dengan jempol tersebut. Sementara itu, Rini memandangi kakaknya heran. “Ah…aku tahu Yah!” sontak Asty mengacungkan tangan ke arah langit. Sambil menyeringai senang, Asty berteriak “Mata Yah! Benar bukan?” Pak Ali tersenyum. “Bagus. Kau benar Asty. Coba jelaskan jawabanmu!” Dengan mata berbinar Asty mengemukakan alasannya. “Mata itu kecil saja jika kita tutup seperti ini,” Asty memejamkan mata lalu menempelkan ibu jari ke atasnya. “Nah coba kita buka seperti ini.” Asty membuka mata lalu mengedarkan pandangan ke segala penjuru. “Lihatlah, aku bisa melihat gunung, hamparan sawah, lapangan berumput, deretan pepohonan, arakan awan dan langit luas terbentang.”

Pak Ali tersenyum lagi. “Kau anak yang cerdas Asty. Kita harus bersyukur telah dikaruniai Tuhan sepasang mata. Jika tidak, gelaplah dunia. Namun tak cukup dengan dua bola mata itu saja kau melihat semesta dan kehidupan yang dinaunginya. Iringilah dengan pikiran terbuka. Hati yang bersih dan penuh kasih agar kerja matamu lebih sempurna. Melihatlah yang luas, jangan dibatasi. Kelak itulah yang akan menuntunmu kepada tujuan hidup yang hakiki.” Nasehat Pak Ali yang disertai anggukan ragu-ragu Rini.

“Apa tujuan kita hidup di dunia ini Asty?” Rini masih belum paham, tapi ayah tetap melanjutkan wejangannya. “Beribadah kepadaNya Nak. Manusia makan, hewan juga makan. Sama-sama makan, sama-sama kenyang namun beda tujuannya. Kita mengawalinya dengan doa, hewan tidak. Sehingga aktivitas makan kita bernilai ibadah. Peroleh keberkahan. Dari berkah itu, rasa bahagia akan meresapi hatimu.”

Wejangan Pak Ali membuat hati Asty damai. “Walaupun kalian perempuan, tidak masalah memiliki hobi mendaki gunung itu. Kelak, kelilingi juga lah dunia ini. Kunjungilah belahan lain di bumi ini yang memiliki hamparan bentuk berbeda. Rasakanlah negara empat musim. Padang pasir. Lautan salju. Pita-pita cahaya aurora dan keanekaragaman budaya di semesta ini.”

“Apa aku bisa Yah?” Asty bertanya ragu.

“Ya bisa lah Asty. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Yang ada hanyalah mereka yang tak mau mencoba. Yang menciptakan Asty dan Rini adalah Allah yang maha segalanya. Tak mungkin Dia menciptakan makhluk tak berdaya dengan kebesaran yang Dia miliki itu. Bermimpilah yang besar. Karena Allah maha besar.”

Asty mengamini kata-kata ayahnya dalam hati. Setelah bertemu siswa-siswanya, keinginan untuk bertualang menjadi sangat Asty minati. Ditambah lagi nasehat ayah tentang perjalanan mengitari bumi. Membuat gelora semangat kian membuncah dari dalam dada Asty.

Tinggalkan Balasan