PERUBAHAN apa yang terasa berhari raya di era corona berbanding sebelum corona ada? Sebenarnnya tidak ada perubahan yang terlalu perinsip berlebaran di era corona (covid-19) begini dengan berlebaran sebelum covid ada dulunya. Selain adanya ketentuan dan peraturan Pemerintah yang mengatur boleh-tidaknya beribadah secara bersama di luar rumah sesuai zona covid di daerah, sesungguhnya beribadah yang dilakukan sama saja. Termasuk juga di hari raya setelah puasa.
Tentang bertamu dan saling berkunjung dan bersilaturrahim di Hari Raya sesungguhnya tidak juga ada perbedaan yang berlebihan. Pesan protokoler kesehatan (prokkes) yang harus dilaksanakan semata untuk kepentingan kesehatan. Diingatkan untuk tetap menerapkan prokes (jaga jarak saat bersama-sama, pakai masker saat keluar rumah dan mencuci tangan setelah acara) tujuannya semata waspada akan paparan virus corona saja. Saat ini kebetulan penyebaran covid-19 masih ada. Kita juga tidak tahu, siapa saja yang tengah mengidapnya. Namun tidak mengubah silaturrahim kita.
Jadi, tidak ada larangan untuk saling berkunjung. Saling bersilaturrahim dari satu rumah ke rumah lainnya sebagaimana dulu sebelum covid dilakukan juga boleh-boleh saja. Jika satu rumah masih terbuka pintunya, artinya tuan rumah tetap bersedia dikunjungi untuk tetap melaksanakan hubungan silaturrahim maka datanglah. Silakanlah berkunjung untuk bersilaturrahim. Jika sedang tertutup artinya tidak atau belum menerima tamu.
Bahwa ada sebagian tamu, justeru menelpon dulu ke rumah yang akan dikunjungi, itu bukanlah keharusan. Bukan juga perbedaan yang diharuskan. Mestikah dibuat janji terlebih dahulu sebelum datang bertamu? Bisa dianggap perlu atau juga tidaklah perlu. Jika pun tetap menelpon karena mudahnya menggunakan telpon, itu hanyalah usaha untuk meyakinkan diri bahwa teman kita ‘di sana’ tidak ada masalah jika kita datang ke rumahnya. Bukan seharusnya disebabkan covid yang masih marak di daerah kita.
Catatan pengalaman berlebaran saya tahun ini kebetulan memang ada yang seolah membuat janji. Saya sendiri, walaupun tidak mengumumkan bahwa saya menerima tamu sebagaimana ada beberapa sahabat saya melakukannya karena covid ini, sesungguhnya rumah saya tetap saja seperti biasa. Terbuka di hari raya. Ketika saya ada di rumah maka pintu rumah akan terbuka. Artinya kunjungan silaturrahim dapat dilakukan kapan saja. Ketika pintu rumah sedang tertutup, boleh jadi memang sedang istirahat. Boleh jadi pula karena sedang bersilaturrahim ke rumah teman lainnya. Rumah ditutup karena memang tidak ada yang akan melayani tamunya.
Beberapa tamu saya seolah membuat janji, ketika akan berkunjung ke rumah. Seorang teman, di malam kedua Idul Fitri menelpon akan datang ke rumah. Malah hingga saya menutup pintu malam itu, dia tidak jadi datang. Mungkin belum sempat atau ada alangan lainnya. Ada juga dua rombongan teman-teman saya menelpon sebelum akan ke rumah. Satu hari sebelum dia sudah memberi tahu. Bertanya, apakah saya ada di rumah. Boleh-boleh saja. Tapi tidak harus atau tidak wajib membuat janji sebelu bersilaturrahmi.
Saya memang tidak pernah mensyaratkan untuk menghubungi terlebih dalu jika akan bertamu ke rumah. Apalagi di hari raya seperti saat ini. Bahwa saya selalu katakan kalau saya dan isteri memang sering ada kegiatan di luar rumah, itu kelaziman sehari-hari sejak awal sebelum hari raya. Jika ingin berjumpa sebaiknya dikontak, itu lebih baik. Khawatir terlanjur datang ke rumah tapi tidak berjumpa. Hal ini tidak terkait berhari raya di era covid. Itu berlaku sejak awal-awal saja. Jadi, sekali lagi, akan bersilaturrahim di era covid begini, tidak mesti membuat janji.***
Terima kasih
Sama-sama, Om Jay. Terima kasih juga.
Prokesnya yg sukit diterapkan.
Prokesnya yg sukit diterapkan.