Mengapa Jerapah Berleher Panjang?

Terbaru192 Dilihat

Mengapa Jerapah Berleher Panjang?
(Dongeng Pengantar Tidur Untuk Anak)
Oleh: Ari Susanah, S.Pd

Malam hari seusai belajar bersama Ayah, Mumtaz ditemani Purmiaow kucing kecilnya, mewarnai sebuah gambar binatang. Binatang itu adalah Jerapah. Jerapah adalah binatang mamalia yang banyak hidup di hutan Afrika. Warna bulunya kuning dan ada sedikit totol-totol kecoklatan menambah identik warna Jerapah, sehingga jadi mudah untuk diingat. Lehernya panjang dan kakinya menjuntai kecil dan tinggi. Badanya juga tinggi dan ramping. Jerapah bukan binatang buas, ia ramah dan bersahabat. Dia suka sekali makan pucuk daun pohon yang masih muda dan tinggi.

“Kayaknya mah nggak ada Jerapah yang obesitas, hihihi” tawa Mumtaz sambi terus mewarnai.

Tak lama kemudian setelah selesai mewarnai, Ibunya datang membawakan susu hangat untuk anaknya minum sebelum tidur. Setelah minum susu, Ibu menyuruh Mumtaz untuk gosok gigi dan pergi tidur. Sejak menginjak bangku sekolah TK A, Mumtaz sudah belajar untuk tidur sendiri, tapi sekarang dia tidur ditemani Mpurmiaow kucing kecilnya. Mpurmiaow tidur di atas kardus yang sudah majikannya siapkan berlapis selimut bekas adik bayi sang majikan yang ditaruh di bawah meja belajar di dalam kamarnya. Kadang dia tidur di bawah kaki majikannya.

Tapi malam ini sepertinya Mumtaz tidak bisa langsung memejamkan mata. Biasanya kalau nggak bisa tidur Mumtaz langsung ke kamar ibunya, minta untuk didongengin sebuah cerita. Setelah itu kalau Mumtaz sudah tidur baru Ayah akan menggendongnya ke kamar yang sudah disediakan untuknya.

“Bu, Aa nggak bisa bobo, ceritain dong bu?” rengek Mumtaz pada Ibunya.
“Ehmm emang baru jam setengah sembilan sih!”. Jawab Ibu kemudian. “Aa ngapalin ngaji aja ya?”

“Udah Bu, Aa udah ngapalin ngaji, Aa pengin didongengin tentang Jerapah, ada nggak dongeng Jerapah?” Pintanya manja.

Ibu biasa pandai membuat dongeng, topik apa saja bisa jadi dongeng yang menarik sebagai pengantar tidur anak-anaknya. Meski cuma dongeng pengantar tidur, namun banyak sekali pelajaran berharga dan nasehat yang bisa aku ingat. Anak-anaknya akan merekamnya sebagai pelajaran berharga dalam hidup mereka.

“Ehmmm, sebentar ya, biar Dedek bayinya bobo dulu, Aa di sini aja dulu bobonya di sebelah Ibu.” Kata ibu dengan pelan.

Mumtazpun mengangguk senang. Adik bayinya masih menyusu pada Ibu, sehingga bobonya pun tidak terpisah dari Ibu. Apalagi setelah seharian bersama Mbah Kamti, Ibu jadi tidak tega meninggalkannya dalam tempat tidur Box bayinya. Dan setelah Adik bayi terlihat pulas, kemudian Ibu memulai ceritanya.

Judulnya adalah “Mengapa Jerapah Berleher Panjang?”

Pada zaman dahulu kala, ketika hutan belantara masih sangat lebat, hiduplah empat sahabat. Mereka adalah Jerapah, Monyet, Rusa, dan Kerbau. Mereka saling membantu satu sama lain. Mereka selalu mencari makan bersama-sama.

Dahulunya leher Jerapah tidaklah sepanjang sekarang. Setiap kali mencari makan Jerapah selalu mengalah dan mendahulukan sahabatnya Monyet, Rusa, dan Kerbau. Setiap kali mau memakan rumput yang ada di atas daratan, atau padang rumput selalu saja Jerapah dan Kerbau kalah cepat dengan ketangkasan Rusa. Dan setiap kali Jerapah ingin memakan daun-daun yang rendah Kerbau sudah melahapnya terlebih dahulu, karena tubuh Jerapah yang lebih tinggi dari Kerbau. Sehingga Monyet yang cerewet selalu memanggil Jerapah dan Kerbau dengan “Si Lamban kurus”, dan “Si lamban Gemuk”. Sementara Rusa adalah hewan yang paling gesit dari mereka Monyet memanggilnya dengan sebutan “Si Gesit”.

Namun Jerapah tidak berputus asa, dia tetap berusaha meraih dedaunan di pucuk ranting yang tinggi. Dia justru menjadi lebih bahagia, karena ketika mendongakkan kepalanya lebih tinggi, dia bisa melihat dataran hutan yang rimbun, lebat, dan indah. Selain itu pucuk-pucuk dedauanan muda sangat segar sekali untuk dimakan. Daun muda yang segar sangat bervitamin, sehingga mempertajam penglihatan Jerapah. Jerapah semakin suka mendonngakkan kepalanya ke atas untuk mencari pucuk dedaunan yang muda, segar, dan hijau.

Mendengar sebutan “Si Lamban Kurus, Jerapah tidaklah marah, dia tetap saja tenang dan diam. Tapi Kerbau membalas ejekan monyet dengan menyebutnya “Si Monyet Cerewet” karena dia merasa tidak selamban yang monyet pikir. Mereka saling mengejek dan saling tertawa dengan ejekannya masing-masing. Tidak ada yang bertengkar maupun marah.

Semakin hari leher Jerapah semakin tinggi, bahkan panjang lehernya hampir sama dengan tinggi ke empat kakinya. Monyet yang cerewet pun tidak bisa diam. Dia sebut Jerapah “Si Lamban Leher Panjang”. Rusa yang mendengarnya menasehati Monyet agar tidak mengejek teman-temannnya lagi. Karena semua ciptaan Tuhan pasti ada tujuannya. kita tidak boleh saling mengejek.

Suatu pagi ketika ketika semua binatang di hutan sedang bersantai, tiba-tiba dari kejauhan padang sabana nampak segerombolan Singa sedang menuju hutan. Semua binataang tidak menyadari kedatangan Singa-singa lapar tersebut. Kecuali Jerapah yang berleher panjang, dia melihat Singa-Singa buas sedang berjalan sudah sampai tepian hutan.

“Teman-teman, aku melihat Singa dan keluarganya sedang menuju kemari!” Teriaknya.
“Cepat kita lari bawa anak-anak kita untuk menyelamatkan diri!”. Katanya melanjutkan.

Semua binatang dan keluarganya lari menyelamatkan diri. Kecuali “Si Monyet Cerewet” dia merasa sudah pasti bisa menyelamatkan diri dari singa. Dia mengandalkan kelincahan tangannya menggapai ranting-ranting pepohon yang tinggi. Lagi pula dia berpikir Singa tidak akan mampu memanjat pohon yang tinggi. Dia berpikir dia tidak selamban Jerapah, tiba-tiba dia menyombongkan dirinya, karena merasa lebih hebat dari teman-temannya.

“Silakan saja semua lari sembunyi, Singa tidak akan memakanku karena dia tidak suka daging monyet spertiku,” Katanya sambil tertawa.

Dengan sekejap suasana hutan menjadi sepi, hanya terdengar suara-suara serangga, Tonggeret dan Jangkrik. Si Singa jantan tiba-tiba menggeram kencang sekali. Monyet yang sembunyi di balik dedaunan terkejut dan jatuh.

“Brakkk bugggg….!!!
“Ampun-ampun!!”. Teriaknya pada Singa.
“Ehmmm Monyet, tunjukkan kemana binatang-binatang lainnya bersembunyi atau akan aku makan dirimu?!” kata Si Singa Jantan sambil terus menggeram.
“Mereka sudah berlari ke arah sungai Tuan Singa,”. Kata Si Monyet sambil gemetar dan ketakutan menunjuk kearah sungai.
“Tak ada gunanya makan daging monyet Ayah,” kata singa kecil yang berdiri di belakang singa jantan.
Kemudian singa betina maju selangkanh mendekati Si Singa Jantan dan berbisik “Kita lepaskan saja monyet ini, coba dia akan lari menuju ke arah mana, pasti dia akan lari menyusul ke arah binatang-binatang itu sembunyi”. Bisik Si Singa Betina.
“Hmmm betul juga idemu,” sahut Si Singa Jantan sambil mengernyitkan alis matanyanya yang tebal.
“Baiklah Monyet, kamu akan aku bebaskan, tapi kamu tidak boleh ada di ssekitar sini!” Kata Si Singa Jantan sambil berteriak.
“Tttttrimaksih Tuan Singa” jawab monyet ketakutan.

Monyet langsung berlari kearah sungai seperti dugaannya. Dia ingin menyusul teman-temannya, dan binatang-binatang yanng lainnya.

Namun ternyata dugaannya meleset. Karena Jerapah dan binatang lainnya berlari menuju arah barat berlawanan dengan arah sungai seperti dugaan monyet. Tujuan mereka memang tak tentu arah, mereka hanya mengandalkan cahaya matahari yang mulai condong ke barat. Mereka percaya dengan pandangan Jerapah. Mereka baru berhenti berlari setelah matahari terbenam karena hari mulai malam dan gelap karena sudah tidak ada cahaya matahari lagi.

Sementara singa-singa lapar terus mengikuti Si Monyet sombong. Monyet berlari sambil menangis mencari teman-temannya hingga tidak diketahui lagi nasibnya. Mumngkin akhirnya si Monyet termakan oleh Keluarga Singa yang kelaparan.

Dan akhirnya semua binatang-binatang yang berhasil lolos dari terkaman singa-singa lapar mengucapkan terimkasih kepada Jerapah. Tidak lupa Rusa dan Kerbau, mereka juga meminta maaf telah ikut mengejek Jerapah. Ternyata leher Jerapah yang panjang adalah anugerah dari Tuhan karena kebaikan hatinya, sehingga bermanfaat untuk menyelamatkan binatang-binatang dari marabahaya.

Ibu mengakhiri ceritanya, dan melihat ke arah anaknya yang sudah terlihat pulas. Dibisikannya doa-doa kebaikan untuk mereka. Tak lama kemudian ayah masuk, dan menggendong Mumtaz ke kamarnya. Dalam usianya yang mulai menginjak tahun ke-6 memang sudah seharusnya untuk mulai tidur di kamar sendiri. Itulah pendidikan untuk anak seusia Mumtaz.

Terima kasih sudah membaca kisahnya.

Tinggalkan Balasan