Bu Hasna melihat jam tangan Rolex di pergelangan tangannya. Terlihat jarum jam panjang berada di angka sepuluh. Artimya sepuluh menit lagi pelajaran usai.
“Slamet sudah selesai? Boleh pulang, mumpung ada truk yang menumpangi,” kata bu Hasna.
Slamet segera berdiri. Memasukkan buku-bukunya sambil berjalan ke luar kelas. Tak lupa mengucapkan salam dan mencium tangan bu Hasna. Masih sampai di depan pintu truk sudah mulai berjalan.
“Hoe, hoe, hooe,” teriak Slamet sambil berlari sekuat tenaga. Truk terus melaju. Terlanjur gas sudah diinjak sopir. Slamet secepat berlari, tapi mampu terkejar. Dia hanya bisa menghela nafas panjang di sela-sela nafasnya yang terengah-engah. Dicangklongnya ransel di punggungnya sambil berdiri tetap berdiri di pinggir jalan. Melihat arah utara, berharap ada lagi yang bisa ditumpangi nya.
“Hai, ayo naik. Cepat,” suara Surya mengagetkan.
Ternyata truk yang sudah berjalan, mundur lagi untuk mengambil dirinya. Slamet dengan cekatan menaiki bak truk. Menyusul ke empat temannya yang sudah ada di atas. Mereka tersenyum bercanda sambil menikmati kibasan angin.
Perlahan hembusan angin semakin lama semakin terasa dingin. Tak sampai di situ, angin mulai membawa titik-titik air yang bisa membasahi baju dan tasnya. Slamet segera mengeluarkan kresek. Dibalutkan ke tubuhnya. Surya dan tiga teman berpindah tempat ke depan. Mendekap tas agar tidak terkena air hujan. Hujan semakin deras. Baju Surya mulai basah. “Kamu tidak membawa kresek?” tanya Slamet.
Ketiganya hanya menggelengkan kepala. Slamet melepas jas hujannya.
“Tasnya saja yang dibungkus. Biar muat empat tas. Bukunya yang penting. Biar nggak basah,” kata Slamet setengah berteriak.