KMAA H-2
ROYALTI BUKU BUAT DUAFA
Oleh : Supardi Harun Ar Rasyid
Siapa yang tidak kenal Raditya Dika.Salah seorang yuri stand up komedi di salah satu stasiun televisi. Dia juga sering muncul di iklan . Ternyata dia juga seorang penulis buku. Suatu hari saya pergi ke toko buku Gramedia, ingin membelikan buku cerita buat anak saya yang lagi ulang tahun .Banyak sekali buku cerita yang terpampang di rak-rak buku tersusun rapi.Setiap kali saya memilih buku, saya jumpai dan saya baca penulisnya Raditya Dika. Akhirnya saya membelikan buku cerita anak saya yang berjudul “ Ubur-ubur lembur” .Yaitu sebuah kumpulan cerita yang di alami Raditya Dika dalam kehidupan nyata ,dari masa anak-anak hingga remaja.Ceritanya sangat menarik.
“Jadi penulis buku enak ya?” saya bertanya dalam hati. Selain namanya terpampang di toko buku sehingga jadi terkenal dan juga mendapat royalti. Maksudnya akan pendapatkan hasil tambahan walaupun kita tidak bekerja. Saya ingin bisa menulis buku, tapi bagaimana caranya? Belum tahu. Kebetulan ada group Wa yang di mentorin oleh Bapak Nyuwan Susilo Budiana, dengan nama group 30 hari belajar menulis.Karena hasrat saya ingin belajar menulis cukup besar akhirnya saya join di group tersebut.
Saya suka menulis sejak duduk di sekolah SPG ( Sekolah Pendidikan Guru ) setingkat SMA. Sering menulis cerpen, puisi dan lain sebagainya . Saya menulisnya di dalam buku catatan .Setelah selesai ya sudah ,tidak tahu lagi di mana tulisan tersebut. Bahkan sampai sekarang saya sudah lupa cerpen apa atau puisi judulnya apa sudah tidak ingat lagi.Karena memang sudah waktu lama.
Pernah suatu hari saya membaca koran Kedaulatan Rakyat, di kolom bagian bawah kanan ada tulisan “benar-benar terjadi”. Di bawahnya ada pesan, “ kirimkan tulisan singkat Anda , bagi yang dimuat akan mendapatkan imbalan.” Kira-kira begitu pesannya. Dan tulisan yang dimuat di kolom itu memang betul-betul yang terjadi di sekeling kita.Misalnya , tulisan yang pernah saya baca, “ Sewaktu naik motor ,saya tidak membawa helm, dan di perempatan jalan berdiri seorang polisi, saya panik, saya kira Bapak polisi yang bertugas, tenyata patung polisi, akhirnya saya jalan terus naik motornya. Lega.” Kemudian saya esok harinya punya ide, sewaktu saya naik motor di perempatan jalan , saya selalu melihat rambu-rambu jalan berupa lampu lalu lintas. Dan lampu tersebut selalu sama menyalanya yaitu berurutan, Merah,kuning, hijau .Pertama merah,tanda berhenti, kemudian kuning , bertanda siap-siap dan yang terakhir hijau , tanda yang naik kendaraan boleh jalan.Sampai di depan perempatan jalan yang lain , saya melihat rambu lampu lalu lintas dan sama nyalanya berurutan seperti diperempatan jalan sebelumya. Akhirnya kejadian saya tersebut iseng-iseng saya tulis di kertas , “ Lampu lalu lintas di perempatan jalan selalu menyala berurutan, Merah-Kuning – Hijau , tidak pernah terbalik “( Supardi, SPG Negeri Sukoharjo ). kemudian saya kirim ke koran Kedaulatan Rakya , lewat post saya masukan di kotak pos di pingir jalan, karena waktu itu masih banyak kotak-kotak pos di pinggir jalan.
Menunggu harap harap cemas, apakah tulisan saya dimuat apa tidak. Dua minggu kemudian saya membeli koran tersebut. Saya langsung buka dan lihat kolom di bawah benar-benar terjadi. Ternyata yang di muat adalah tulisan saya persis sama yang saya kirim 2 minggu yang lalu. Saya lega dan tersenyum, pengalaman pertama, tulisan dan nama saya tercantum di koran.Mengenai honor yang di janjikan oleh koran tersebut , saya menunggu wesel , yang biasanya akan dikirim di alamat sekolah saya.
Setelah lulus SPG, saya meneruskan kuliah di IKIP Negeri Semarang mengambil Jurusan Bahasa Inggris. IKIP Semarang mempunyai koran kampus sendiri yaitu NUANSA. Dikelola oleh mayoritas mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia, tetapi tidak menutup kemungkinan anggota redaksi dari fakultas lain. Koran Nuansa terbit sebulan sekali ,yaitu minggu kedua. Berita yang sering dimuat adalah seputar kegiatan kampus . Sehingga mahasiswa bisa membaca koran kampus tersebut dimasing-masing fakultas, yang biasanya di pajang di majalah dinding.
Suatu hari ada pengumuman ,” dibutukan repoter koran Nuansa, bagi mahasiswa yang minat silakan datang daftar di kantor redaksi Nuansa. Sebagai mahasiswa baru semester dua tentunya saya masing asing di kampus tersebut, tetapi keinginan untuk meneruskan hobby menulis masih ada. Dan Akhinya saya beranikan untuk datang ke kantor Nuansa mendaftarkan diri menjadi reporter koran kampus Nuansa. Setelah diadakan test interview dan tulis , saya diterima.
Dengan diberikan kartu ID reporter atau wartawan kampus maka saya mulai diberikan tugas dari anggota dewan redaksi untuk meliput kegiatan-kegitan yang sedang terjadi di kampus IKIP Semarang. Seperti wawancara dengan dosen dan para mahasiswa. Dengan berbekal tape recorder kecil yang saya beli , saya memulai wawancara menemui dosen dan para mahasiswa. Waktu zaman itu sekitar tahun 1990 belum ada handphone seperti sekarang, sehingga bisa vedio atau merekam hasil wawancara dengan mudah.
Setelah selesai wawancara dengan dosen atau beberapa mahasiswa saya harus menuliskan kembali dengan diketik karena diakhir bulan naskah harus sudah dikirim ke kantor redaksi. Menggunakian ketik manual “brother”. Mesin ketik tersebut saya beli dengan menyisihkan uang kiriman wesel dari orang tua dari kampung untuk bayar kost dan makan, dan sedikit tambahan honor menulis di koran lokal di semarang. . Saat mengetik saya harus pelan-pelan ,karena sambil mendengarkan hasil rekaman di tape recorder supaya tidak salah.
Saya bergabung menjadi anggota dewan redaksi koran kampus Nuansa selama dua tahun,sambil menyelesaikan kuliah di IKIP Semarang Pada tahun 1993 saya lulus dari IKIP Semarang. Dan sejak itu pula saya berhenti menjadi reporter. Akhirnya saya kembali ke kampung di tanah kelahiran saya Sukoharjo, Jawa Tengah . Sejak itu saya jarang menulis kembali.
Pada tahun 1996 saya ke Jakarta berniat mencari pekerjaan.Mengadu nasib. Awal di Jakarta saya mengajar di salah satu sekolah swasta dan juga mengajar di lembaga kursus Bahasa Inggris di Bekasi.Dengan bertambahnya tahun, sehinggga saya kenal beberapa guru dan bergabung dengan KPPBR ( Komunitas Pendidik Penulis Bekasi Raya) . Di group inilah saya mulai lagi menulis seperti puisi,opini atau cerpen.
Di akhir bulan Februari 2020 bertempat di kampus JIA Bekasi ada peluncuran buku novel Wonder Wahita penulisnya Ramaditya Adikara.Beliau adalah seorang tuna netra. Namun dengan keterbatasan itulah beliau diberikan kelebihan oleh Tuhan. Dalam perkenalannya di awal peluncuran buku novelnya, beliau bercerita suka dukanya menjadi seorang tunatera. Terutama saat bepergian naik bis dan kereta selalu memakai tongkat untuk mencari jalan supaya tidak salah masuk pintu bis ataupun kereta.
“Buku Wonder Wahita ini saya tulis selama satu tahun “ kata mas Ramadiyta dalam penjelasannya diacara peluncuran buku novelnya. “ Dan ini adalah buku novel saya yang kedelapan “ tambah mas Rama.Panggilan akran Ramaditya Adikara. Saya yang hadir di tengah-tengah acara tersebut kagum dan hampir tidak percaya. Kenapa ? Karena seorang tunanetera , melihat saja tidak bisa , apalagi menulis . Bagaimana menulis ? Susah dibayangkan.Tapi beliau betul-betul bisa menulis novel dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
Dan di akhir sambutannya diacara tersebut beliau bilang, “ Insya Alloh seluruh royalti dari penjualan buku Wonder Wahita ini akan saya hibahkan atau saya berikan seluruhnya untuk anak yatim piatu.Dari situlah saya meneteskan air mata, betapa mulianya hati mas Ramaditya.Dengan keterbatasan fisiknya namun hatinya mulia.
Dari sinilah saya akan mengikuti jejak mas Rama, seandainya saya bisa menulis buku ,insya Alloh royalti dari penjualan buku tersebut akan saya berikan untuk kaum duafak.
Semoga Allah meridhoi. Aamiin.