Aku berusaha mengasah kemampuan dalam memberikan pembelajaran online. Teman-teman guru kembali mengajak untuk mengikuti pelatihan online membuat media pembelajaran dalam bentuk vidio. Tentu saja ajakan ini aku terima dengan senang hati.
Pembuatan vidio tidak mudah, membutuhkan konsep yang matang agar vidio terlihat menarik dan mudah di mengerti oleh anak-anak. Awalnya aku siapkan story board sesuai dengan materi, lalu mencari bahan dalam bentuk photo, tulisan atau rekaman suara.
Yang paling sulit dalam 3 (tiga) hal diatas adalah proses rekaman suara, butuh waktu dan suara yang pas untuk menghasilkan rekaman yang menarik dengan durasi singkat. Proses ini yang paling menyita waktu. Proses ini sering sekali mengalami bongkar pasang.
Tapi aku terus berusaha, sampai akhirnya vidio itu tercipta. Berkali-kali ku edit ulang. Hal ini aku lakukan agar vidio bisa dimengerti dan dipahami anak-anak. Setelah benar-benar vidio siap aku mulai menguploadnya di youtube agar anak-anak bisa membukanya kapan saja.
Tibalah jam pelajaranku. Dengan bangga aku mulai mengajar di kelas online. Beberapa materi aku berikan, termasuk link vidio pembelajaran yang sudah aku upload di youtube. Di akhir pembelajaran aku berikan pertanyaan yang sesuai dengan vidio yang aku buat.
Besoknya aku kembali membuka link you tube vidio yang aku buat. Betapa terkejutnya aku, yang melihat vidio tersebut bisa di hitung jari. Ada apa dengan vidio yang aku buat, apakah anak-anak kesulitan untuk mengaksesnya.
Akhirnya suatu hari aku mengadakan tanya jawab di grup WA. Salah satu yang aku tanyakan adalah mengapa anak-anak tersebut tidak membuka link you tube yang aku berikan dan tidak mengirim tugas saat pembelajaran selesai.
Beberapa anak memberikan jawaban atas pertanyaanku. Alasannya masih tetap sama yaitu kuota dan sinyal. Aku hanya menarik napas panjang. Rasanya beban ini kian hari kian bertambah. Sampai kapan ini terjadi? Aku benar-benar mati langkah dengan jawaban mereka.
Sampai suatu ketika aku harus mengunjungi salah satu anak yang sama sekali tidak mengirimkan tugas selama hampir 3 bulan. Aku mencoba chat dengan harapan anak membacanya. Tapi chat yang aku kirim terlihat dua contreng berwarna hitam. Aku pikir anak ini belum membaca pesanku.
Aku mencoba menelponnya menggunakan telpon biasa tapi selalu di alihkan. Ku telpon di WA juga tidak pernah diangkat. Terpaksa aku mencari rumahnya, berbekal alamat yang aku cari dari data siswa.
Dengan susah payah aku menemukan rumahnya. Tapi anak tersebut tidak di rumah. Untunglah ibunya ada. Dengan segera aku jelaskan maksud kedatanganku. Setelah mendengarkan penjelasanku, ibu tersebut terlihat kaget. Dia berkali-kali menanyakan apakah benar yang tidak mengirim tugas itu anaknya.
“Benar bu, bukan hanya pelajaran tertentu, tapi semua pelajaran dia tidak ikut, tugas-tugasnya juga tidak di kirimkan.” Jawabku tegas. Si ibu terlihat marah, dia segera ke kamar dan mengambil handphone anaknya.
“Bu… setiap hari anak saya minta kuota dan setiap malam juga dia belajar di kamarnya, coba ibu lihat.” Ibu itu memberikan handpone tersebut. Aku menerimanya kucoba membukanya tapi handphone di kunci, ibunya sendiri tidak tahu paswordnya.
Akhirnya aku meminta ibu tersebut untuk mengawasi anaknya lebih ketat. Agar mau belajar dan mengirim tugas. Sebelum pulang aku meminta nomor telpon ibunya agar aku bisa menghubungi anak tersebut saat ada di rumah. Setelah dirasa cukup aku pamit pulang.
Malamnya aku coba menelpon ibunya. Telpon segera diangkat dan diberikan ke anaknya. Beberapa pertanyaan aku ajukan, awalnya anak tersebut bilang kalau tidak ada kuota, aku segera menjelaskan kalau tadi siang aku kerumahnya dan sudah bertemu dengan ibunya.
Alasan tidak ada kuota segera terbantahkan. Anak malah bilang tidak ada sinyal. Lagi-lagi aku menjelaskan kalau tadi siang sinyal di rumahnya bagus, sekarang saja aku bisa menelpon lewat Wa. Si anak tidak bisa berkutik. Akhirnya mengaku kalau setiap malam dia bermain game online.
#Kisah Dibalik Pembelajaraan Daring
#KMAA-3