Melukis Senja, Merangkai Cerita Mencipta Puisi

Humaniora, Literasi148 Dilihat
senja di Pantai Kapuk.foto oleh Joko Dwiatmoko

Apakah judul ini lebay kayak menulis puisi, atau sekedar gula – gula cerita. Ceritanya begini ketika bangun tidur sekitar jam 4 mata mulai terbuka, sejenak bengong, mau apa, tiba – tiba terlintas ide menulis dengan judul melukis senja.

Senja sebagaimana banyak orang sastra terutama para penyair senang menggambarkan tentang senja. Kalau dilihat senja memang memukau, warna – warna langitnya saat lagi cerah  oranye kemerah – merahan membuat banyak orang ingin menulis puisi tentang senja. Sepertinya romantis.

Dan bila menulis puisi cinta dengan kata kunci senja pasti akan terhubung dengan kata – kata lembayung, warna- warna eskotis, siluet, barat dan sebagainya. Bila di pantai debur, awan berarak yang bersinar akan muncul. Dan bila pelukis akan membuat karya ia akan menyiapkan warna – warna antara warna dark, merah dan kuning yang kemudian akan muncul warna dominan orange kemerah – merahan, seperti warna tersier dalam teori warna.

Melukis senja. Memeluk senja, mencium kekasih. Menyusur waktu, menyusur rasa dalam gemilang senja, senyummu indah bagai kelopak bunga tengah mekar ditingkah suara burung dan serangga yang bersautan hingga senja tampak semakin mempesona.

Ada banyak pengagum  senja dan para sastrawan tampak terpincut dengan suasana senja. Di tepi pantai angin semilir, rona langit dikaki cakrawala, debur ombak serta siluet gadis sedang bercengkerama dengan ombak menjadi inspirasi seniman maupun sastrawan untuk menganggit cerita.

Rasanya ingin bumi berhenti, ingin menghentikan waktu menikmati senja temaran. Siapakah yang menciptakan senja dengan segala kemerduan suasananya dan warna langitnya yang memukau. Titah ilahi yang memberi pesona bumi, setelah terik matahari sesiang tampak menghempas raga. Burung – burung mulai beranjak ke peraduan, para pekerja mulai larut dalam lelah dan istirahat menyambut sang malam, mengistirahatkan tubuh dan jiwa untuk bisa melepaskan penat menuju mimpi indah di gelapnya malam.

Sang penyair tidak henti – hentinya merangkai kata, tidak bosan untuk bercengkerama membuat senja semakin viral. Sang fotografipun ingin memadukan cinta antara kelam dan pendaran cahaya senja hingga nampak senja yang elok, seperti suasana pagi di puncak pananjakan, melihat bawah deretan pegunungan Tengger dan Bromo, membasuh pagi dengan warna rupawan, senjapun menjejak waktu menuju malam dengan seribu satu pesona.

Pelukis tergopoh gopoh, membawa kanvas, menggelar warna dan menyerap suasana. Aliran impresionis menggema memanifestasikan senja dengan ribuan kesan yang akan dilihat para penikmat lukisan. Biarlah dirimu mengeja senja kawan, silahkan memberi sejuta makna, toh tiap orang mempunyai pengalaman sendiri terhadap senja. Good evening kata orang Inggris, boleh menghentikan waktu sejenak, biarlah aku bercinta dengan senja, biarlah imajinasi larut dalam suasana senja cerah. Aku ingin melihat siluet bersama pendaran cahayanya.

Ingin merasakan alam mikrokosmos dan makrokosmos saling bercinta. Ingin melihat perpaduan malam siang. Ah kalian manusia terlalu lebay, masing – masing waktu punya keindahan masing masing, mengapa kalian lebih terpukau senja dari waktu yang lain?

Kebetulan senja adalah transisi di mana siang hendak berganti, matahari mulai tenggelam di ujung cakrawala dan pantulan cahayanya adalah mahakarya yang susah dilewatkan. Jadi biarlah pelukis, sastrawan, penyair mengabadikan dalam sebuah karya fenomenal, monumental.

Kenapa ingin melukis senja? Sudah terjawab khan. Selalu ada cerita tentang senja selalu ada hasrat romantis untuk menggambarkan tentang senja, selalu ada semangat sebelum matahari masuk peraduan, sebelum manusia merenung dalam kegelapan malam, tidur mengistirahatkan tubuh dan pagi bekerja lagi mencari receh demi receh untuk hidup selanjutnya.

Bagaimana dengan usia senja, ya setiap manusia akan bergerak ke sana menjadi senja dan akhirnya tenggelam dalam kegelapan dan keabadian itu sudah pasti. Nikmatilah senja sebelum malam tiba.

Tinggalkan Balasan