(5) SAKIT: MUSIBAH ATAU ANUGERAH?

Gambar: Ilustrasi sakit

Seluruh tubuhku terasa semakin lemah. Kepala terasa berat dan lidah terasa kelu. Lidah seolah tak mampu mengecap rasa dengan nikmat. Meski tidak tampak sebagai gejala terkena virus Covid-19, tak dipungkiri bahwa ada rasa khawatir akan mengalami kondisi terpapar virus tersebut.

Sambil mencoba memutar kembali memori waktu sebelumnya, tentang kegiatan yang saya lakukan sebelumnya sebagai tindakan korektif dan re-check kondisi tubuh.

Memang, untuk kesekian kalinya, saya merasakan sakit seperti ini. Puluhan tahun sebelumnya, tak pernah sekalipun saya merasakan sakit, bahkan batuk pilek sekalipun. Bagi saya, kondisi ini merupakan rahmat paling besar yang pernah saya terima sepanjang hidup saya. Dan saya merasa sangat bersyukur atas hal tersebut.

Kali ini, saya semakin bersyukur lagi karena semakin mengerti bahwa kesehatan merupakan rahmat terbesar saya sebagai manusia setelah kehidupan itu sendiri. Pada momen sakit seperti ini, saya merasa memperoleh anugerah besar yaitu penghargaan atas martabat kehidupan dan rahmat kesehatan. Kedua anugerah besar itu adalah modal utama manusia untuk menjalankan tugas manusiawi saya di dunia ini.

 

Refleksi

Saya belajar dari pengalaman seorang sahabat, yang juga pengalaman saya dahulu. Masa sakit tak jarang dilewati dengan kejenuhan panjang dan penyesalan diri. Di masa kemunduran fisik tersebut, tak jarang saya mendengar keluhan-keluhan ini:

  • Mengapa Dia membiarkan saya menderita sakit seperti ini?
  • Apakah Tuhan sungguh memperhatikan saya?
  • Di mana Tuhan ketika saya sakit?

Pikiran-pikiran manusiawi seperti itu jamak terjadi pada orang-orang yang sakit. Jadi, apakah Tuhan sungguh peduli pada orang yang sakit?

Ketika menghadapi sakit penyakit, saya cenderung percaya bahwa Tuhan sungguh-sungguh campur tangan dan melakukan sesuatu pada saya. Nyatanya, keadaan mungkin tidaklah tampak demikian, bahkan lebih buruk.

Tuhan memang memiliki kemampuan menyembuhkan seketika. Namun, seringkali Tuhan tidak melakukannya. Saya berusaha menerima dan memahami bahwa Tuhan bukannya tidak peduli.

Sebagai orang beriman, saya berusaha belajar dan merefleksikan bahwa penyakit atau sakit yang diderita bukanlah sesuatu yang “tidak berharga” atau “pengalaman sia-sia”.

Melalui sakit yang diderita, Allah mengizinkan kita meraih tujuan-tujuan rohani dan spiritual yaitu kemuliaan Tuhan Semesta Alam. Tubuh ini hanyalah benda fana, dan kita seringkali lebih fokus dan mengutamakan itu daripada pembangunan rohani kita.

Beberapa orang beranggapan bahwa sakit dan derita merupakan akibat dosa. Tapi, pernahkan terpikir bahwa sakit dan derita merupakan cara Tuhan untuk mendidik manusia agar memiliki kepekaan terhadap sesamanya dan memuliakan Tuhan dalam penderitaannya.

Ketika saya sakit dan terluka dan tidak dapat membuat relasi doa dengan Tuhan, Dia menggunakan orang lain untuk menunjukkan keberadaan-Nya dengan mendoakan saya.

 

Insight

Tuhan dalam kebijaksanaannya yang tak terbatas mengetahui bahwa saya sebagai manusia tidak sanggup mengetahui segala hal yang ditencanakan-Nya.bagi saya.

Jika Dia menunjukkan segalanya lebih dulu, hal itu akan membuat saya tidak belajar mempercayai-Nya dan memiliki iman yang mutlak bahwa Dia mengendalikan segalanya.***

Tinggalkan Balasan