Satu persatu mereka berjalan memasuki ruang kelas. Hari ini pengisian data anak untuk mengisi kartu kendali vaksin covid-19. Puskesmas meminta sekolah mendata mereka yang siap dan memenuhi syarat untuk di vaksin.
Dengan menggunakan prokes yang ketat mereka datang ke sekolah. Setiap siswa bergiliran mengisi data yang disediakan puskesmas. Dengan sabar kubimbing mereka untuk mengisi data tersebut.
Beberapa anak dipulangkan. Mereka yang belum mencapai 12 tahun, baru sembuh dari sakit, dan punya penyakit bawaan batal untuk di vaksin. Mereka yang sudah memenuhi syarat segera duduk antri menunggu giliran.
Seorang anak berteriak kencang saat temannya mendekat. Aku segera medekat dan menanyakan masalahnya. Anak tersebut menjelaskan kalau temannya tidak membawa bolpoint dan berniat meminjamnya.
Aku segera memberikan pulpenku dan memintanya menjaga jarak. Dengan sabar kembali ku bimbing untuk menuliskan datanya di kartu tersebut. Anak itu terlihat kesulitan. Rupanya dia tidak membawa photocopy kartu keluarga yang menjadi syarat pengisian data.
Anak itu berdiri, meminta ijin untuk mengambil photocopy kartu keluarga yang tertinggal di jok motor. Aku memberinya ijin dan memintanya kembali dengan cepat. Dia segera dia berlari menuju parkiran.
Satu persatu anak-anak antri untuk di vaksin. Berbagai macam tingkah mereka saat di vaksin, ada yang diam-diam menangis, berteriak-teriak bahkan menjerit. Para dokter dan perawat hanya tersenyum, dan terus menjalankan tugasnya.
Anak-anak terus berdatangan. Mereka datang sesuai jadwal dengan tujuan tidak terjadi kerumunan. Dengan sigap petugas melayani mereka. Dibantu para guru mereka berusaha antri sesuai absen.
Tibalah giliran anak yang tadi meminta ijin mengambil photocopy kartu keluarga yang tertinggal. Aku segera mengoreksi data tersebut dan memberikannya pada petugas. Petugas menerimanya kemudian mengecek suhu dan mengisi data kendalinya.
Setelah selesai di cek, anak itu segera mendekat kepada petugas. Perlahan dia duduk dan menyingsingkan lengan bajunya. Dokter mengusapkan kapas berisi alcohol ke tangannya. Seketika dia menjerit dan berdiri.
Dokter tersenyum dan memintanya untuk duduk kembali. Anak itu kembali duduk tangannya terlihat gemetar. Keringat mulai terlihat membasahi keningnya. Dokter kembali mengusap kapas ke tangannya, anak itu memejamkan mata dan mulai menangis.
Tangannya terlihat gemetar, rupanya dia benar-benar ketakutan. Aku segera memeluk dan menenangkannya. Perlahan kupegang tangannya dan memintanya untuk lebih rilek. Dokter segera menusukan jarum dan memasukan cairan vaksin ketangannya.
Anak itu menjerit dan menangis ketakutan. Matanya terpejam, air matanya mengalir dan membasahi maskernya. Dokter tersenyum dan memintaku untuk membawanya ke ruang istirahat.
Aku segera membawanya ke ruangan lain untuk istirahat. Ku ambil air mineral yang tersedia di pojok ruangan. Segera kubuka tutup dan memberikannya. Dan betapa terkejutnya aku, saat anak itu membuka maskernya.
Dandanannya sungguh membuatku tidak percaya. Polesan lipstick dan perona pipi terlihat di wajahnya. Bahkan alis dan matanya juga dilukis dengan baik. Anak itu terlihat cantik. Aku menatapnya heran. Anak sekecil ini mampu berdandan bak wanita dewasa.
#Kisah Dibalik Pembelajaraan Daring
#KMAA-15