Kabar bahagia suami bisa tidur dengan lelap dan nyaman tidak membuat kami bahagia sepanjang hari. Senin malam, bertepatan dengan malam Idul Adha, si sulung tiba-tiba menangis sebelum memejamkan mata. Kami heran dan bertanya, “Kenapa abang menangis?”. Sambil menangis dia menjawab, ” Mau ayah sehat, tidak mau ayah sakit.” Setelah ditelusuri, ternyata dia menangis karena saat Idul Adha, dia tidak ditemani ibu dan ayah berkunjung atau berlebaran ke tempat pamannya.
Siang hari nya memang kami sempat bercerita jikalau Idul Adha nanti, Fatir ikut pamannya berlebaran. Ibu tidak bisa pergi karena ayah tidak ada yang jaga. Sementara Zahra dan Zahira juga tidak ikut, mereka di rumah bersama ibu.
Ingatan akan cerita itulah membuat dia bersedih. Dia mau ayah sehat sehingga bisa sama- sama berlebaran. Anak-anak masih kecil belum mengerti apa yang sesungguh nya dialami sang ayah. Ayah bukan sakit biasa, tiga atau empat hari bisa sembuh. Penyakit yang ayah derita adalah penyakit yang belum ada obatnya sehingga butuh Penanganan dan proses panjang dalam pengobatan.
Mendengar tangisan nya makin keras, membuat saya menegur dan menyapa nya, agar berhenti menangis. Biasanya, setiap kali dia menangis bila kudekati, tangisannya akan berhenti. Kali ini berbeda dan sangat berbeda, tangisan nya tidak berhenti malahan makin keras. Hal tersebut membuat saya sedikit emosi. Semakin saya marah, maka semakin kuat pula tangisan nya.
Melihat situasi seperti ini, suami turun tangan dan berbicara dengan nya. Entah apa yang dikatakan sang ayah sehingga tangisan nya langsung berhenti. Jujur saja, ketika dia masih menangis setelah dimarahi, aku pun turut menangis. Untung saja suasana gelap sehingga mereka tidak melihat air mata ku. Aku berusaha menahan tangis dan isakan, jangan sampai terdengar olehnya. Jikalau dia tahu aku menangis, dia akan ikut menangis. Aku berusaha menghapus sisa air mata dan tidak lagi menangis sebelum benar-benar larut dalam kesedihan.
20 Juli 2021, bertepatan dengan Idul Adha, adalah hari pertama saya meninggalkan suami sendirian di rumah. Hari lebaran tersebut, saya menemani ketiga anak-anak berlebaran ke rumah kerabat. Kebetulan juga ada abak (bapak), sehingga bisa Berlebaran bersama-sama. Menu Idul Adha kali ini sangat sederhana lontong dan gulai ayam campur nangka. Saya tidak banyak menghabiskan waktu di dapur karena mengingat kondisi suami.
Jikalau lebaran sebelumnya menu nya tidak lepas dari bakso, maka kali ini menu nya hanya lontong. Apapun menu nya suasana lebaran mesti gembira. Setelah shalat Idul Adha, keluarga berkumpul dan makan bersama. Masing-masing orang bebas memilih makanan karena sudah disajikan. Suasana lebaran seperti ini sudah lama dirindukan karena dua tahun Corona melanda membuat siapapun tidak bisa mudik.
Jam 10 pagi abang tertua bersama keluarga nya datang dan kami pun bersiap-siap untuk bersilaturahmi. Sebenarnya berat hati ini meninggalkan suami sendirian di rumah, demi menyenangkan hati anak-anak terpaksa dilakukan. Alasan saya memilih anak-anak kali ini adalah suami sudah tidak mual dan muntah, suami bisa istirahat dengan nyaman. Tentu saja kebutuhan nya sudah terpenuhi terlebih dahulu.
Tujuan pertama kami adalah rumah kepala sekolah kakak ipar sekaligus mantan kepala sekolah saya ketika awal saya berkarir. Beliau sudah seperti orang tua bagi kami. Beliau sangat sederhana dan bijaksana sehingga disenangi bawahan nya. Meskipun hidup bergelimangan harta tidak membuat beliau angkuh. Kami menghabiskan banyak waktu di sana sambil menikmati hidangan yang disediakan.
Selepas dari sana, kami langsung menuju keluarga terdekat dimana saya tinggal di awal perjalanan saya berada di sini. Saya sangat berterima kasih kepada keluarga mereka, tanpa mereka saya bukan siapa-siapa. Berkat pertolongan dan melalui merekalah saya masih bertahan dan mengabdi di Negeri Laskar Pelangi ini. Tapi sayang sekali, ketika sampai di sana, kami tidak bertemu siapa-siapa karena yang punya rumah sedang tidak di rumah. Akhirnya kami langsung berputar ke rumah abang tertua.
Di sanalah kami banyak menghabiskan hari. Anak dengan leluasa bermain dan berlari, melihat anak-anak bergembira menyimpan rasa tersendiri buat ku. Ketika bermain tiada terlihat kesedihan yang dialami. Mereka benar-benar polos dan tidak berdosa. Mereka bisa melupakan keberadaan ayah mereka yang sedang sakit.
Rasa syukur selalu terucap dalam hati ini, Tuhan punya rencana untuk kami sehingga kami diuji dengan ujian yang maha berat ini. Semoga kami sekeluarga bisa berjumpa dan berkumpul di lebaran yang akan datang dalam keadaan suami sembuh dari sakit. Àamiin.