Undangan Pernikahan ke Dua
Tung Widut
Mahmudi seorang lelaki yang membuat Yulainar patah hati. 35 tahun lalu setiap hari Mahmudi menjeput dan mengantarnya pulang sekolah. Bukan rahasia lagi kemana saja berdua. Ada Yulainar pasti ada Mahmudi. Tapi semua itu sirna. Kala seminggu sebelum pernikahan, Jumrotun melabraknya,”Dasar perempuan murahan. Selalu merayu bapak dari anak yang ku kandung. Pasti kamu tertarik karena Mahmudi anak bos jeruk to.”
Tepat seminggu kemudian Yulainar justru mendapat surat undangan. Hari yang seharusnya dialah yang menjadi pengantin perempuannya. Karena malu dan rasa sedih Yulainar pergi ke Kalimantan. Menikah dengan juragan batubara.
Saat Yulainar menengok kampung halaman. Seseorang bertamu dan menyodorkan undangan. Bibir tua Yulainar memulai mengeja huruf demi huruf. Undangan berwarna putih dengan tulisan abu-abu tertulis nama Mahmudi. Nama yang sama dengan tiga puluh tahun lalu di sebuah undangan yang desainnya juga mirip.
“Maafkan aku Lai. Setelah aku sadar dijebak untuk bertanggung jawab bayi yang dikandung Jumrotun, aku memilih menikahi Muna. Tapi ekonomiku morat marit sampai istriku meninggal. Terpaksa aku besanan dengan Jumrotun karena bersedia menanggung hidupku dan anakku,” kata lelaki yang menyodorkan undangan. Yulainar hanya memandangi lelaki renta di depannya. Dia sudah terlalu tua untuk nama Mahmudi.