KMAA#33: Tragedi

Novel25 Dilihat

Bergelut dengan pendidikan sudah menjadi kebiasaan Aisyah. Tidak heran jika waktunya  dihabiskan untuk mengajar di kampus dan membuka bimbel di lokasi yang ia sewa tidak jauh dari rumahnya.Terkadang muncul rasa iri saat melihat teman yang seumuran sudah banyak memiliki momongan dan keluarga kecil. Namun rasa kecewa dan sakit hati yang ia rasakan saat di tinggal menikah oleh Umam tidak bisa hilang dari ingatannya. Hal ini yang membuatnya trauma menjalin menjalin hubungan dengan pria mana pun.

“Pos…” terdengar suara seorang lelaki berbaju orange persis di depan rumah Aisyah. Gadis itu keluar untuk memastikan paket yang di bawa pak pos. Setengah berlari Aisyah menghampiri petugas yang tersenyum ramah kepadanya. Setelah membubuhkan paraf sebagai bukti terima, lelaki itu pergi memacu motornya meninggalkan Aisyah yang tampak bengong dengan surat yang diterima. Diamatinya amplop tersebut. Sebuah surat tanpa nama pengirim, hanya tertera identitas dan alamat penerima yang tertulis jelas Aisyah Larasati. Sembari duduk di dipan kayu berlahan ia membuka dan mulai membaca.

 

Dear Aisyah.

Mungkin aku orang yang dianggap konyol berkirim surat pada zaman serba IT sekarang ini, Namun bagiku inilah satu cara yang bisa kulakukan untuk mengungkapkan siapa diriku sebenarnya.

Lidahku kelu tak mampu berkata apa-apa, mataku tak kuasa menatapmu.
Pada saat pertama kali bertemu, aku tidak merasakan apa-apa kepadamu. Justru kata-kata penghinaan yang kerap keluar dari mulutku. Tapi semua itu selalu kamu balas dengan senyuman. Aku tidak melihat keindahan yang terpendam dalam dirimu. Bagiku kamu tidak lebih dari gadis miskin yang menjijikan yang berangan-angan jadi orang hebat dan malaikat penolong bagi adikku.

Meski pada akhirnya harus kuakui bahwa kau memang penyelamat keluargaku. Kau mampu merubah air mata ibuku menjadi senyum. Kau mampu merubah dinginnya prilaku adikku menjadi prilaku yang menyejukkan. Kau mampu mengganti kasarnya mulutku menjadi bahasa yang bermakna. Aku harap aku tidak terlambat untuk jatuh cinta padamu.

Aku jatuh cinta padamu setelah apa yang kamu lakukan padaku. Aku jatuh cinta pada kepribadianmu. Aku jatuh cinta pada kesederhanaanmu. Aku jatuh cinta pada semangat dan perjuanganmu. Aku jatuh cinta pada semua hal tentangmu.

Terima kasih untuk kebaikanmu mengembalikan masa depanku yang nyaris hilang. Terima kasih telah mengembalikan laptopku yang tertinggal karena kecerobohanku sendiri. Terima kasih telah menyelamatkan skripsiku saat itu, waktu dimana aku hampir putus asa mencari dan menemukannya.

Hatimu betul-betul putih, bersih. Makian demi makian selalu aku lontarkan kepadamu, bahkan saat engkau mengembalikan laptopku. Namun kau menamparku dengan ucapanmu. Ucapan yang tak kan pernah kulupa sampai saat ini. Ucapan yang membuatku tersadar dengan keangkuhanku selama ini. Kalimatmulah yang menyadarkan aku arti pentingnya tata Krama dan sopan santun. Sehingga bisa memaknai hidup lebih berarti.

Kalimatmulah yang membuatku berbalik 3600 dari diriku sebelumnya. Kalimatmulah yang membuatku harus pergi jauh dari keluargaku untuk bisa menjadi orang yang lebih beradab. Aku bersyukur sempat bertemu dan mengenalmu. Aku banyak belajar darimu tentang kehidupan, tentang kesabaran, keikhlasan dan kerja keras.

Biarlah waktu yang akan berbicara dan menjawab rasa cinta yang kumiliki untukmu. Namun tak kusangka kamu adalah orang yang sulit kulupakan dalam hidupku. Begitu kuat kesanmu diingatanku.

Ada rasa cemburu saat melihatmu selalu bersama dengan Umam, ada rasa perih setiap menyaksikan keakrabanmu dengannya. Ada rasa iri setiap lelaki itu menyanjungmu dihadapan ku, hingga membuatku ingin pergi jauh melepaskan bayanganmu dari ingatanku. Namun semua tak ada artinya. Semakin aku jauh melangkah, bayanganmu semakin mengejarku. Hanya semangatku untuk menjadi lebih berarti yang selalu menemaniku untuk bisa bertahan dan menjadi seperti ini.

Fadli

Aisyah terperangah membaca nama Fadli sebagai pengirim surat tanpa identitas.

“Apa maksud dari semua ini?” Gumam Aisyah.

Satu persatu rekaman peristiwa masa lalu terlintas dalam benak gadis bermata sipit. Tarikan panjang terdengar dari napasnya seolah berusaha mengurangi beban yang ia rasakan.

“Tidak mungkin ini terjadi dan hal yang mustahil dia bisa berubah,” Seandainya kamu memiliki sifat dan prilaku seperti bang Umam, mungkin hatiku berbunga-bunga saat kamu menyanjungku seperti ini. Namun sifat aroganmu justru membuat rasa perih yang dulu muncul kembali.” batin Aisyah.
Dilipatnya lembaran surat yang baru saja dibacanya dan langsung dimasukkan ke amplop.

***

Matahari masih menyembunyikan diri di balik kabut tebal seakan malas menampakkan cahayanya. Semilir angin yang disertai rintik hujan menambah udara terasa semakin dingin. Suasana ini membuat siapa pun enggan keluar rumah.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi namun hujan tak kunjung reda. Honda Vario milik Aisyah melaju menembus guyuran hujan. Hari ini jadwal tatap muka di kampus. Jas hujan berkibar-kibar di tiup angin kencang, sesekali pandangan Aisyah tertutup oleh kibaran jas hujan.

“Brakkkk…!”

Honda Vario yang dikendarai Aisyah terpental ke pinggir jalan. Jalan licin membuat motor itu oleng dan terjatuh. Gadis berpostur mungil itu tertindih dan tidak sadarkan diri.

Wajahnya pucat, ada beberapa luka di bagian kaki dan tangan. Berlahan gadis itu membuka matanya, rasa nyeri yang dia rasakan membuatnya meringis menahan rasa sakit. Lelaki tua yang duduk di pinggir dipan akhirnya buka suara.

“Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga nduk, bapak takut terjadi apa-apa denganmu.” Ungkap Pak Sukri.

“Saya dimana pak, apa yang terjadi?” Tanya Aisyah.

“Kamu sekarang ada di rumah sakit, dari kemarin kamu tidak sadarkan diri,”
Aisyah jadi teringat peristiwa yang dialaminya saat ke kampus.  Jalanan licin membuat ban motornya tiba-tiba tidak bisa dikendalikan selanjutnya ia tidak ingat apa-apa.

Seorang laki-laki memasuki ruang perawatan di temani seorang wanita sembari membawa alat tensimeter. Lelaki berwajah putih bersih dengan kumis tipis menggunakan jas putih, di lehernya tergantung stetoskop. Dia langsung menghampiri Aisyah yang sedang terkulai lemah di ranjang.

“Apa kabar Ais, akhirnya kamu sadar juga,” ucapnya.

Aisyah membuka matanya, di depannya sudah berdiri lelaki yang beberapa hari lalu mengirimkan surat tanpa identitas.

“Fadli?! ucap Aisyah dengan nada kaget. ”

Melihat respon putrinya Pak Sukri memberikan penjelasan lelaki yang ada di depannya adalah dokter yang merawatnya dari kemarin.

Aisyah semakin tidak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Beberapa Minggu yang lalu dia bertemu Fadli di IC dan sekarang dia ada di rumah sakit.

“Mungkin kamu lupa, bahwa dulu saya salah seorang mahasiswa kedokteran yang kamu selamatkan skripsinya.” Jawab dokter Fadli sembari memperlihatkan senyum manisnya.
“Suster coba di cek tekanan darah pasien, apakah sudah normal atau masih drop seperti kemarin,” perintah Fadli menyadarkan suster yang berdiri di sampingnya.
“Baik pak dokter,” ucapnya

Dengan cekatan wanita muda berseragam putih lengkap dengan jilbab senada langsung mengerjakan apa yang diperintahkan atasannya.

“Benturan yang kamu alami lumayan keras sehingga menyebabkan ada pergeseran di tulang panggul mu, jadi pihak rumah sakit harus melakukan tindakan operasi untuk mengembalikan ke posisi semula. Sementara di tulang betis ada sedikit retak. Tapi kamu tidak perlu khawatir semuanya akan baik-baik saja. Setelah kondisimu membaik nanti kami bisa mengikuti tahapan fisioterapi.” Ungkapnya panjang lebar.

Penjelasan dokter muda didepannya sontak membuat Aisyah terisak. Lelaki paruh baya it uterus membelai kepala putrid sulungnya yang tertutup jilbab.

“Sabar nduk, bapak yakin kamu kuat dan bisa melewati semua ini, ada kami di sini yang akan selalu menemanimu.

Tangisan balita membuat semua pandangan tertuju kea rah pintu. May bersama suami dan putrid kecilnya sudah berdiri menunggu pemeriksaan selesai. Isak tangis itu langsung tertahan begitu melihat kehadiran sahabatnya.

Hampir satu pecan, Aisyah terbaring di ranjang rumah sakit. Kondisinya mulai membaik pasca operasi. Dokter muda itu selalu menyempatkan diri mampir di ruang perawatan sekedar memastikan kemajuan yang dialami Aisyah. (Bersambung)

 

Tinggalkan Balasan