Rumah Singgah

Setelah mendengar ceritanya, saya langsung berpikir, “Siapa yang kenal salah satu pegawai di Dinas Kesehatan Kota?”

Saya terus berpikir dan mengingat. Akhirnya saya teringat salah satu rekan kerja yang sangat dekat dengan saya katakanlah nama nya Sania. Benar dia. Saya harus menghubungi nya, mana tahu dia punya kenalan. Saya teringat dia karena dia adalah pembina PMR sekaligus UKS di sekolah. Dia sering berhubungan dengan orang-orang di puskesmas, siapa tahu melalui Sania saya bisa mendapatkan informasi.Saya langsung menelpon nya dan menanyakan apakah mengenal salah satu pegawai dinkes.

Ternyata jawabannya nihil. Tapi tidak apa-apa, yang penting saya sudah bertanya. Saya terus berpikir, siapa lagi yang bisa saya hubungi. Saya teringat dengan satu nama, dia bekerja sebagai bidan di salah satu puskesmas sekaligus tetangga dekat dimana anak-anak sering bermain bersama.

Saya pun mengirimkan pesan menanyakan pertanyaan yang sama. Sambil menunggu jawaban, saya terus berpikir.Memang kami berangkat termasuk nekad. Kami belum mempunyai tempat tujuan yang pasti, yang jelas kami ke Palembang dengan tujuan rumah sakit M.Husein.

Pikiran saya, ketika kepepet, maka tempat yang akan kami tuju adalah rumah orang tua salah satu rekan kerja suami. Di sana terdapat kontrakkan dan sengaja dikosongkan untuk kami jika berobat nanti nya. Kami sangat bersyukur dikelilingi orang-orang baik, yang senantiasa membantu kami ketika dalam kesusahan. Kami sangat berterima kasih atas bantuan yang diberikan, bukan kami menolak kebaikan orang lain tapi kami masih mencari, mana tahu ada kontrakan yang terdekat rumah sakit sehingga tidak perlu menghabiskan banyak waktu Di perjalanan.

Ketika saya asik berpikir, tiba-tiba pesan masuk dari Sania. Dia mengatakan bahwa ada kenalan, dulu beliau bekerja di puskesmas dekat tempat kerja kita tapi sekarang sudah pindah ke Palembang dan beliau berdinas di rumah singgah. Lalu dikirimkan lah nomor beliau. Saya tiada henti mengucapkan terima kasih karena nomor yang diberikan sangat berarti bagi kami.

Saya pun mulai mengirimkan pesan kepada sebutlah Nama beliau Anggita. Saya meminta maaf dan terlebih dahulu memperkenalkan diri dan saya pun menjelaskan dari mana saya mendapat nomor HP beliau. Sambil menunggu balasan beliau, saya terus berdoa semoga ada titik terang kemana tempat yang kami tuju nanti nya.

Beginilah isi pesan yang saya kirimkan:
“Assalamualaikum, bu.
Ini benar no bu Anggita (Nama Samaran)?

Saya Okmi Astuti dari Pangkalpinang.
Saya mendapat no ibu dari bu Sania (Nama samaran) salah satu rekan kerja saya di SMK.
Izin bertanya bu, kami mau berobat ke Palembang karena suami sakit. Jadi di pelabuhan baru mendapat info bahwa ada rumah singgah untuk pasien.
Prosedur nya gimana bu ya?
Terima kasih sebelumnya.
Dan jawaban yang saya dapatkan setelah menunggu beberapa saat adalah:
Walaikumsalam, iya bu benar. Ada rumah singgah pangkalpinang di palembang. Untuk syarat nya, buat surat pengantar di dinas kesehatan kota Pangkalpinang, fc surat rujukan ke rumah sakit, fc ktp, fc ktp pendamping, fc bpjs, fc KK, dan materai 10rb.

Beliau pun melanjutkan kalimatnya, fasilitas yang didapat tempat tinggal saja bu, untuk makan & minum ditanggung pasien sendiri.

Kalimat ini memberikan titik terang kepada kami, meskipun kami belum memiliki surat pengantar nya. Saya pun bergegas menelpon adik laki-laki dan menanyakan apakah sepulang sekolah sibuk atau tidak. Dia langsung menjawab ada pekerjaan ke Dinas Kota. Jawaban nya membuat saya sumringah. Saya langsung berkata, kebetulan sekali. Sekalian ke dinkes Kota untuk mengurus surat pengantar rumah singgah.

Saya pun mengforward pesan bu Anggita dan mengirim hasil scan surat rujukan dari dokter. Untuk syarat lainnya, saya menjelaskan kepada nya dengan rinci di mana harus mengambil syarat lainnya. Alhamdulillah, lagi-lagi Allah SWT mempermudah langkah dan urusan kami. Hati saya pun menjadi sedikit lebih lega. Saya tetap komunikasi dengan bu Anggi menanyakan kemungkinan terburuk jika belum ada surat pengantar apakah Kami bisa mampir di sana. Jawaban bu Anggita sanhat memuaskan karena beliau mengikuti prosedur kerja yang ada. Jika ada info dari Dinkes, maka kami bisa langsung ke sana.

Pesan lain pun akhirnya masuk juga. Saya mendapat balasan dari bu bidan. Dia pun memberikan nomor telpon yang bisa saya hubungi dan ternyata juga sudah pindah ke rumah singgah di mana ibu Anggita bertugas. “Nikmat mana yang harus didustai”

Lagi dan lagi bantuan datang silih berganti. Alhamdulillah, Tuhan Maha Adil. Di saat genting seperti ini, selalu ada cara Dia menolong kami. Saya pun mengirimkan pesan yang sama kepada bidan Dwina (Nama Samaran anggaplah begitu nama beliau. Beliau juga memberikan respon yang positif yang bisa membantu kami. Hanya saja kondisi beliau saat itu sedang isoman sehingga saya diminta menghubungi bu Anggi.

Alhamdulillah, lagi dan lagi bantuan datang. Semoga Allah SWT senantiasa membantu segala kebaikan mereka semua. Sebelum mengakhiri pesan, saya pun mendoakan semoga beliau lekas sembuh dan sehat seperti sediakala. Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat. Kami pun menaiki kapal ketika penumpang mulai sepi, karena kondisi suami yang cepat lelah membuat Kami memilih masuk paling terakhir, sehingga tidak berdesakan.

Petugas membantu kami mencari tempat duduk sesuai no kursi yang kami dapat. Tidak menunggu berapa lama, kapal pun mulai berlayar. Suami memilih untuk istirahat sementara saya masih sibuk menunggu informasi dari sang adik. Untuk menghilangkan rasa bosan, saya pun mulai hanyut dengan pikiran saya ketika menuangkan kata demi kata menjadi kalimat dan akhirnya membentuk paragraf dan menjadi sebuah cerita. Semoga kami selamat sampai tujuan. Aamiin.

Tinggalkan Balasan