Di jaman modern ini banyak orang yang mengagungkan kemajuan technology, menjauhi yang tradisional. Bahkan ada yang meredahkan bidang / karya tertentu yang tidak ada sangkut pautnya dengan technology. Tidak demikian dengan Suku Amish yang konon migran dari Jerman dan kini banyak tinggal di wilayah Amerika Serikat dan Ontario, Kanada,yang terkenal karena pembatasannya terhadap penggunaan peralatan modern, seperti mobil dan telepon. Mereka bertahan hidup dalam tradisinya dan menjauhi yang serba modern, mereka menanam bahan makanan dan mengolah minuman,boleh dikata serba olahan sederhana ( home made ) sehingga mereka mempunyai daya tahan kesehatan yang prima, karena apaa yang dimakan bebas dari pewarna, pengawet asli dan alami. Di Indonesia juga masih banyak penduduk asli yang memegang tradisi, mengisolsi dari dunia luar, hidup dengan suku-sukunya dan mengolah ssendiri apa yang dibutuhkan baik makanan, minuman, pakaian dll.
Dimasa Pandemi ini, tiba – tiba saya terjengah dalam refleksi? Mengapa manusia masa kini, mudah terserang penyakit?, Mengapa daya imun tubuhnya sangat lemah? Mengapa terjadi Pandemi yang maha hebat ? Yah mungkin inilah cara Tuhan mengingatkan kita. Bahwa kita tidak peduli, tidak mencintai dan merawat bumi, mengeruk hasil bumi terutama tambang dengan serakah, mengotori bumi dengan sampah plastic dan limbah beracun. Makan minum yang serba instan,dan masih banyak litany kesalahan yang harus kita akui. Kembali ke Alam rasanya jauh dari keinginan dan karya manusia yang ingin serba cepat, instan, apalagi jika hidup di kota besar yang mesti berkejaran dengan hiruk pikuknya lalu lintas dan waktu. Masihkah ada insan yang mau peduli, mencintai dan merawat bumi?
Ternyata masih ada! Saya kagum dan salut setiap mengikuti akun Facebook maupun Instagramnya Gubug Lazaris, yang mengolah lahan sebagai wujud mencintai, melestarikan dan membudidayakan alam dengan pertanian organik penghasil makanan sehat dan menjadi tempat pembelajaran dari Anak Usia TK pun orang dewasa. Siapa dibalik Gubug Lazaris? seorang imam muda yang lahir di Kedung Jenar Blora 26 april 1967, yang bernama lengkap Markus Marcelinus Hardo Iswanto putera Bp Mikael Soeroto ( Alm ) dan ibu Maria Elisabeth Indahwati.
Bapaknya adalah guruku ilmu Ukur sewaktu saya di SMPK Adi Sucipto, Blora, seorang yang humoris dan sabar yang menjadi favorite para anak didiknya, beliau juga mantan Lurah desa Nglobo. Sedang ibundanya sampai saat ini rajin bertani didesa Nglobo. Rupanya Romo Hardo mewarisi bakat dari kedua orang tuanya yang cinta akan lingkungan hidup dan membudidayakan alam sebagai sumber berkah dalam bentuk pertanian organik. Untuk menjadi seorang imam Romo melalui perjalanan panjang. Setelah lulus dari SMA Katolik Wijaya Kusuma , Blora tahun1986 lalu masuk seminari, ditahbisan imam di surabaya tanggal 27 agustus 1996, tepat dihari Pesta Santa Monika, ibu dari Pujangga besar St Agustinus.
Sewaktu saya tanya tentang perutusn sebagai seorang imam, rupanya Romo yang berwajah tampan mirip Gusti Randa ini cukup malang melintang dalam menjalani perutusan Kongregasi CM = Congregasi Misi pun melayani tugas perutusan gereja Indonesia dan semesta, karena sebagai imam kongregasi Kepausan ( International ) meski siap sedia kemanapun, dimanapun diutus dan apapun karya dan bentuk perutusannya. Inilah perutusan Romo Hardo Iswanto, demikian orang sering menyebut namanya.
1996-2002 Sebagai Imam di Paroki di St Monfort, Serawai keuskupan Sintang Kalbar
2002-2004 Sebagai Imam Paroki Kelahiran St. Maria Pinoh, Keuskupan Sintang
2004-2005 Kerasulan kategorial CM di Rumah Misi CM Pinoh, keuskupan Sintang
2005-2017 Sebagai Imam Romo Paroki St. Yosef Kediri keuskupan Surabaya
2010-2020 Merintis pastoral pertanian organik dan pelestarian alam (ekologi) Gubug Lazaris.
Ketika ditanya tentang Arti Nama “GUBUG Lazaris” Putera ke 3 dari 6 bersaudara itu menjelaskan demikian.
Nama “Gubug Lazaris” terdiri dari Gubug dan Lazaris. Gubug artinya pondok petani yang ada di sawah atau ladang. Lazaris artinya komunitas para romo CM. Nama Lazaris ini berasal dari nama Lazarus dalam KSPB ( Kitab Suci Perjanjian Baru ), nama Lazarus 2 kali disebut, dan orang ini sangat dicintai Tuhan. Pertama Lazarus pengemis yang miskin dengan tubuh penuh borok dan makan dari sisa makanan orang kaya. Kedua Lazarus yang sudah mati dan dimakamkan yang dihidupkan lagi oleh Yesus, Tuhan Sang Juru Selamat.
Dengan Nama “Gubug” berarti berpihak pada petani. Mau hidup bersaudara/bersahabat dengan petani yang ada di desa. Para petani orang kecil, pada umumnya hidup sederhana, tidak berpendidikan, bahkan sering diremehkan, dipandang sebelah mata, bahkan kadang tidak dihargai dan diabaikan perannya dalam melestarikan bumi. Maka banyak petani tidak bangga berprofesi menjadi petani. Padahal pekerjaan petani sangat berat dan luhur mulia, menyediakan bahan pangan bagi banyak orang. Kepada mereka inilah Imam muda ini berpihak, sehingga belajar hidup dan bekerja menjadi petani tandas Rm Hardo yang pernah mengenyam kursus Pertanian Organik di Navdanya, INDIA.
Dengan demikian dia juga merasakan suka duka menjadi petani desa. Dengan harapan suatu saat nanti bisa lebih baik memaknai profesi petani, bahkan menyemangati dan mengangkat derajat para petani, bahwa menjadi petani itu mulia. Dengan tekat dan wujud nyata mencintai para petani dengan belajar bertani, supaya bisa hidup bersaudara dengan para petani, Romo Hardo bersama Gubug Lazarisnya tidak pernah sepi dari para pengunjung yang ingin belajar, magang untuk praktek bertani organik. Mengadakan gerakan penghijauan bersama kelompok tani dan tetap melestarikan budaya lokal (Jawa) dalam mengelola karya. Tempat ini sungguh menjadi sarana edukasi dan pemberdayaan bagi banyak orang.
Itulah arti nama Gubug Lazaris, “bahwa Gubug Lazaris itu bukan perusahaan pertanian, yang memiliki pabrik dengan jabatan direktur”, tandasnya. “Keberadaannya di Gubug Lazaris itu sebagai “romo tani”, pengelola bersama saudara dan sahabat kami para petani lainnya”, lanjut Romo Hardo. Maka kami hanyalah hamba yang melakukan dan melanjutkan cinta Sang Pencipta kepada sesama dan alam lewat pertanian organik. Tentu sebagai Romo yang juga seorang “Petani“ yang cinta akan alam semesta dan memelihara bumi, Romo Hardo telah menjalankan apa yang diajurkan Paus Fransiskus dalam Ensiklik “Laudato Si“ yang mengajak manusia untuk mencintai dan memelihara semesta, ajakan Paus 5 tahun yang lalu kini digalakkan lagi terutama disaat manusia dibuat tak berdaya oleh hadirnya PANDEMI COVID 19, sadar atas kesalahan yang mengabaikan keselarasan dan keseimbangan semesta banyak orang bangkit untuk bertobat memperbaiki apa yang salah, dan memulai “Habitus baru” untuk makin mencintai dan memelihara lingkungan dimana kita hidup dan berpijak.
Oleh karena itu secara live Streaming gereja Katolik megadakan “DOA ROSARIO” yang bertemakan LAUDATO SI, yang dipimpin oleh para Uskup se Indonesia selama bulan Mei yang lalu. Dalam doa Rosario itu dengan kreatifitas Keuskupan masing-masing mengajak umat untuk SADAR merawat, mencintai bumi. Romo Hardo sebagai pelaksana Laudato Si tentu mendoakan doa ini bersama komunitasnya dan kaum petani.
*DOA TAHUN LAUDATO SI’*
(Paus Fransiskus)
Tuhan yang penuh kasih,
Pencipta surga, bumi dan segala isinya.
Bukalah pikiran kami dan sentuhlah hati kami,
sehingga kami dapat menjadi bagian dari ciptaan, anugerah dari-Mu
Hadirlah kepada semua orang yang membutuhkan-Mu
di masa-masa sulit ini,
terutama yang termiskin dan paling rentan.
Bantulah kami untuk menunjukkan solidaritas kreatif
dalam berurusan dengan konsekuensi dari pandemi global ini.
Jadikanlah kami berani merangkul perubahan yang akan datang…
mencari kebaikan bersama.
Saat ini, lebih dari sebelumnya, bahwa kami semua dapat merasakan
bahwa kami semua saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain.
Yakinkanlah kami agar dapat mendengarkan dan menanggapi
jeritan bumi dan teriakan orang miskin.
Semoga penderitaan mereka saat ini
dapat menjadi layaknya rasa sakit saat melahirkan
bagi dunia baru dalam persaudaraan yang terjalin dan berkelanjutan.
Di bawah tatapan penuh kasih dari Bunda Maria Penolong Umat Kristiani,
kami berdoa kepada-Mu melalui Kristus, Tuhan kami. Amin.
(Oleh Devin Watkins – Vatican News
Terj. BN-KKI)
Ketika seoang jurnalis dari the Tablet, sebuah majalah Katolik yang terbit di Inggris mewawancarai Paus berkenaan dengan peringatan 5 Tahun Laodato Si dan bertanya :’ Jika melihat kehancuran ekonomi yang disebabkan oleh Pandemi sebagai kesempatan untuk pertobatan ekologis, untuk menilai kembali prioritas dan gaya hidup sehingga dimasa depan kita akan mengalami perekonomian yang lebih manusiawi. Paus menjawab:” Ada ungkapan dalam Bahasa Spanyol, Tuhan selalu mengampuni, kita manusia kadang mengampuni, tetapi alam semesta tidak pernah mengampuni.Mari kita lestarikan BUMI kita bersama supaya alam memberi kedamaian dan keindahan kepada kita manusia, bukan bencana.
Jika ada yang berkenan berkujung ke GUBUG LAZARIS ini alamatnya :
alamat Gubug Lazaris:
JL. RAYA Pare – Kediri km. 7
Desa Sambirejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Oleh Sr. Maria Monika Puji Ekowati SND
Artikel ke : 9 YPTD