Hari Kamis atau Jum’at sore, se sibuk apapun aku, aku pasti ke Papa. Meski hujan, aku tetap pasti ke sana.
Hanya pusara itu lah yang menjadi pengobat rinduku padanya.
Papa..
Adalah cinta pertama ku. Lelaki hebat yang selalu menjaga ku. Tak pernah menyakiti ku. Lelaki hebat yang mencintaiku tanpa batas. Lelaki hebat yang mengajarkan aku, bagaimana menjalani hidup ini..Al Quran dan Hadist sebagai pedoman.
Sepanjang hidupnya, penuh nasehat dan selalu memberikan contoh yang baik bagiku, dan ketiga adikku.
Papaku, bernama Muhammad Darwis, kelahiran Kelumpang, di tahun 1954.
Papa ku adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), di sumpah Jabatan tahun 1981 di Jakarta. Beliau bekerja di Direktorat Jenderal Dinas Peternakan Jakarta Pusat.
Tentunya, waktu itu…
Masa kecil ku habis untuk keliling Indonesia, karena tugas papa waktu itu harus pindah sana pindah sini.
Oleh karenanya, hingga aku selesai kuliah, kami tidak punya rumah sendiri. Kalau tidak tinggal di rumah dinas, ya harus mengontrak. Tugas pekerjaan papa tidak pernah lama, paling lama 2 tahun, setelah itu pindah lagi.
Itulah kenapa papa tidak berniat membeli rumah. Karena kuatir akan pindah lagi. Dan papa, bukan lelaki yang sampai hati meninggalkan anak dan istrinya.
Dimana dia harus pindah, maka, anak dan istrinya harus pindah juga. Meskipun itu hanya sebentar.
Aku, adalah alasan terbesar papa tak ingin meninggalkan kami dimana pun itu.
Iya, karena aku, anak perempuan satu satunya, yang tidak pernah bisa pisah dari papa. Sejak bayi, jika papa bertugas jauh, aku pasti sakit. Dan itu terus sampai aku besar. Oleh karena nya, kemanapun papa pindah tugas, pasti kami sekeluarga ikut pindah.
Masa kecilku pun, tak seindah masa kecil anak yang lain.
Papaku seorang PNS, kala itu tak punya gaji besar, seperti PNS jaman now yang gajinya fantastik.
Aku, intan kecil, si anak pertama yang harus selalu mengalah dan berbagi dengan 3 adik laki – laki ku yang masih kecil. Pernah merasakan makan hanya dengan garam itupun sepiring harus di bagi rata dengan adik adik yang masih kecil.
Papa, selalu mengajarkan betapa indahnya rasa syukur di balik segala kekurangan yang kami jalani. Papa selalu berusaha memberikan yang terbaik buat kami.
Aku ingat betul, tiap pagi kami berempat di suapin nya telur rebus yang di beri garam. Dengan sabar dan kasih sayang, papa selalu adil pada kami berempat. Tidak ada yang di bedakan nya.
Jika aku bilang papa, kenapa papa tidak makan telurnya..papa selalu bilang sudah kenyang. 😣
Padahal aku tau, papa belum makan apapun.
Papa selalu mengajarkan kesederhanaan pada kami.
Tak perlu malu, jika baju seragam robek, sepatu robek atau tas sekolah yang sudah robek.
Tak perlu malu, jika buku tulis terbuat dari kertas robekan, bahkan penuh dengan isolasi yang menempelkan lembaran kertas tak terpakai itu menjadi 1 jilid buku.
Tapi malu lah, jika bicara mu tidak sopan.
Malu lah, jika kelakuan mu tidak baik.
Malu lah, jika kejujuran tidak ada dalam dirimu.
Dan malu lah, jika Allah melihat mu dalam keadaan yang tidak di sukai Nya.
Itulah nasehat papaku.
Lelaki hebat ku, yang akan selalu aku rindukan.
“pa, intan pulang dulu yah, Alhamdulillah pa, mama sehat, cucu papa sehat semua.
Pa, intan rindu. Rindu sekali. Intan rindu suara papa, intan rindu senyum papa.
Pa, intan rindu senyum papa… “ ucapku pelan, sambil ku usap lembut ukiran nama papaku di batu nisan.
Tak terasa, air mata ini mengalir. Ku pejamkan mataku, teringat semua bagaimana senyumnya, bagaimana suara lembutnya, bagaimana hangat nya kehadiran dia untukku.
Lelaki hebat ku..yang tak pernah menyakitiku..yang tak pernah membuatku menangis.. Lelaki hebat yang selalu menjagaku.. 😢
Ku cium nisan papa ku..
ku rasakan, kelembutan hatinya yang tak pernah padam..
Ku rasakan, helai angin yang menyibak kerudungku..se lembut tangannya yang membelai kepalaku..
Aku segera berdiri..dan tersenyum..
Meski jasadnya bersatu dengan tanah..tapi senyum itu..kehangatan cintanya padaku.. Tak kan pernah hilang..
“Rabb ku yang Maha Baik, boleh ga pinjam papa intan..sebentar ajah Rabb” 😢
Cianjur,
5 Agustus 2022
~ raaina darwis ~