“Pakai ini saja,” kata seorang murid.
Murid lainnya pun menanggapi. Ada yang setuju. Ada juga yang tidak setuju.
Salah seorang yang tidak setuju adalah Radit. Menurutnya warna itu terlalu mencolok. Tidak cocok untuk dinding kelas.
Radit adalah ketua kelas VI. Mereka sedang diskusi persiapan lomba. Persiapan itu dipimpin gurunya.
“Jadinya pakai warna apa ini?” tanya Bu Guru.
Murid menjawab berbeda-beda. Masing-masing menyebutkan warna kesukaannya. Radit memilih warna hijau.
Teman-teman lainnya ada yang memilih biru. Ada juga yang memilih warna kuning. Tidak ada yang mau mengalah.
Bu Guru berusaha menengahi. Dia pun berkata di depan kelas. Dia meminta usul dari murid-murid.
Radit angkat bicara. Dia mengusulkan sebuah warna. Menurutnya warna itu akan menjadikan kelas lebih hidup.
“Lalu bagaimana dengan teman-temanmu, Radit?” tanya Bu Guru.
Radit terdiam. Dia akhirnya sadar. Di kelas ini bukan dia saja muridnya.
Radit segera minta maaf pada Bu Guru. Dia pun mengalah. Akhirnya, mengusulkan untuk menggunakan semua warna.
Bu Guru tersenyum. Mereka semua akhirnya sepakat. Semua warna akan dipakai.
Bu Guru meminta bantuan Radit. Radit pun mulai membuat pola di dinding. Sementara yang lain mulai memilih warna cat tembok.
Bu Guru dan Radit telah selesai membuat pola. Murid dengan pilihan warna sama berkumpul. Mereka pun mulai bekerja.
Semuanya mengecat dengan hati-hati. Masing-masing telah memiliki batasnya. Mereka terus bekerja hingga jam istirahat tiba.
Di kantin sekolah, Radit duduk bersama Putra. Keduanya terlihat asyik berbincang. Radit tahu Putra pandai melukis.
“Putra… Kamu, kan, pandai melukis. Bagaimana kalau kamu melukis tembok kelas?” tanya Radit.
Putra menggelengkan kepala. Pandangannya tertuju ke langit-langit kantin. Sesaat kemudian dia pun menjawab.
“Saya tidak berani, Dit. Takut dimarahi Bu Guru,” jawab Putra.
Radit tersenyum kemudian berkata, “Tenang. Nanti aku yang memberi tahu Bu Guru. Oke?!”
Putra pun tertawa. Keduanya kemudian menghabiskan makanannya. Tidak lupa membuang sampah pada tempatnya.
Bel masuk pun berbunyi. Mereka bergegas menuju kelas. Demikian juga dengan murid lainnya.
Di dalam kelas mereka menunggu Bu Guru. Beberapa murid tampak bahagia. Mereka melihat kelas penuh warna.
Bu Guru pun masuk kelas. Murid-murid memberikan salam. Bu Guru melanjutkan penjelasan.
“Yang belum selesai, silakan dilanjutkan. Yang sudah, boleh membantu temannya,” kata Bu Guru.
“Baik, Bu Guru!” jawab murid serempak.
Bu Guru melanjutkan pertanyaan, “Ada yang masih ingin disampaikan?”
Murid-murid semua diam. Radit menyenggol Putra yang duduk di sebelahnya. Putra menggelengkan kepala.
Radit pun berkata pada Putra. Dia yang akan menyampaikan pada Bu Guru. Putra pun setuju.
“Saya, Bu Guru!” kata Radit sambil mengangkat tangan.
Bu Guru tersenyum, “Silakan, Radit!”
Radit pun menyampaikan usulannya. Bu Guru melemparkan usulan kepada murid lainnya. Semuanya setuju.
Putra pun tersenyum. Akhirnya dia memperoleh kesempatan. Dia berusaha sebaik-baiknya.
Hingga bel pulang berbunyi, mereka masih bekerja. Ada beberapa yang belum selesai. Mereka belum ada yang mau pulang.
Bu Guru memberikan pengarahan. Masih banyak waktu untuk persiapan. Esok hari akan dilanjutkan.
Murid pun setuju. Setelah itu mereka menghentikan kegiatannya. Setelah semua siap, Radit memimpin doa.
Kelas pun akhirnya bubar. Masing-masing murid bahagia. Mereka merasa telah memberikan yang terbaik untuk kelasnya.
– mo –