Teramat Prihatin! Agaknya kalimat ini cocok untuk menggambarkan kasus tewasnya empat orang dari satu keluarga di perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat, tanpa diketahui tetangga hingga membusuk. Keluarga itu dikenal tertutup dengan warga sekitar. Demikian tertutupnya, hingga kematian penghuni rumah itu baru terungkap setelah tiga minggu. Itu pun karena aroma busuk dari rumah yang berpagar tinggi itu tercium dari luar hingga menarik perhatian warga.
Benarkah Karena Antisosial?
Berkembang narasi yang mengeklaim bahwa keluarga tersebut tertutup dan enggan berinteraksi. Karenanya pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel keberatan jika kasus ini mengambinghitamkan sikap antisosial dari keluarga tersebut. Reza menampik asumsi bahwa sikap antisosial ini menjadi penyebab kematian mereka.
Acapkali masyarakat menempatkan perilaku anti sosial ini sebagai problem utama. Padahal, keengganan bersosialisasi ini bisa jadi merupakan akibat atau dampak saja. sehingga keluarga tersebut menutup atau membatasi diri dari pergaulan dalam komunitas di lingkunganya. Dibutuhkan sikap empati, peduli dan menerapkan adab bertetangga, hal mana bakal menjadi solusi yang seharusnya diwujudkan dalam hidup bermasyarakat di mana pun, di desa maupun kota.
Sekuler Individualistis
Kasus keterlambatan masyarakat sekitar mengetahui tewasnya tetangga mereka sekeluarga sungguh menodai kepekaan sosial. Tiga pekan bukanlah waktu yang pendek tanpa interaksi. Bagaimana mungkin dalam tempo itu tidak terjadi interaksi sama sekali antara warga dengan mereka tanpa kecurigaan bahwa sesuatu sedang menimpa pada keluarga itu?
Sungguh disayangkan tingkat kepedulian yang minim telah terjadi, di mana di era domana komunikasi digital terbuka lebar. Medsos begitu madah di akses. Setidak-tidaknya, ketika anggota keluarga tersebut tidak nampak sama sekali, masih memungkinkan interaksi online dengan para tetangganya. Muncullah pertanyaan logik semacam, apakah tidak ada grup komunikasi semisal lewat WhatsApp minimal untuk tetangga atau warga setempat? Apakah tetangganya tidak ada menyimpan nomor kontak atau berteman di medsos, menjadi follower di medsos?
Penyakit Individualistik agaknya telah menjangkit warga. Pasalnya, era digital yang notabene sama dengan era keterbukaan, semua orang layak untuk tahu aktivitas dan eksistensi seorang individu melalui media sosial. Namun, karena terjangkit penyakit sosial individualistis ini tewasnya tetangga, bahkan sekeluarga di Kalideres itu baru diketahui setelah berlalu 3 pekan. Sungguh miris!
Interaksi Sosial Yang Terbajak
Penting bagi kita untuk memahami bahwa manusia sebagai makhluk sosial, memastikan bahwa manusia membutuhkan ruang interaksi dengan orang lain. Interaksi yang diwajibkan berupa proses amar makruf nahi mungkar
Sayangnya hakikat makhluk sosial ini dibajak melalui konsep smart city yang menggamarkan kawasan perkotaan yang menggunakan berbagai jenis teknologi elektronik. Tidakkah kemudian smart city ini justru makin melejitkan perilaku individualistis?
Pemberlakuan konsep ini bersamaan dengan spirit masyarakat sekuler individualis, pelan namun pasti akan membajak interaksi sosial di tengah masyarakat, bahkan menggerus hakikat manusia sebagai makhluk sosial.
Interaksi Sosial dalam Islam
Perilaku individualistis lahir dari sistem sekuler. Sikap dan tindakan individualistis yang selama ini menjadi kebanggaan sistem sekuler tertampar dengan kasus Kalideres, sekaligus teruji sebagai konsep yang tak layak untuk dipertahankan.
Sekularisme yang prinsipnya membuang agama dalam mengatur kehidupan sosial berpeluang terjadinya persepsi keliru terhadap kehidupan dan interaksi sosial di tengah masyarakat. Nyatalah, tata aturan kehidupan yang tegak saat ini jauh dari aturan Zat yang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial.
Masyarakat merupanan sekumpulan orang yang memiliki perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama, dan di dalamnya terjadi interaksi sosial. Interaksi sosial yang terjadi bergantung pada ideologinya, bisa kapitalis atau islam
Dalam Islam, interaksi ini tidak terbatas dengan yang sesama muslim, tetapi juga kepada tetangga yang nonmuslim. Islam dengan tegas mengatur perihal adab dan tata aturan bertetangga. Islam tidak memberi ruang bagi perilaku individualistis, dimana islam menerintahkan perilaku amar ma’ruf nahi munkar, termasuk kepada tetangganya.
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Muslim)
Hadis di atas menganjurkan untuk memuliakan tetangga. Memperhatikan tetangga adalah bagian dari syariat Islam. Ada adab bertetangga yang juga harus kita perhatikan, seperti kewajiban mengetuk pintu ketika bertamu ke rumah tetangga,
Islam dengan aturan yang paripurna telah menempatkan semua aspek interaksi sosial secara tepat sehingga tata cara kehidupan teratur tanpa terjadi salah kaprah. Islam sangat menganjurkan untuk berbuat baik kepada tetangga.
Beliau saw. bersabda, “Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah orang yang paling baik di antara mereka terhadap temannya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik di antara mereka terhadap tetangganya.’’ (HR Tirmidzi)