Celoteh Nyakbaye, Cerbung”Dia Kembali, Untuk Pergi (End)

Sebulan berlalu ada yang hilang dari hidupku, Hana tidak pernah membalas chatku, hanya centang abu – abu untuk setiap chatku. Biasanya Hana yang rajin menchatku, tapi aku selalu terlambat membalasnya, dengan berbagai alasan jika Hana bertanya kenapa tidak membalas chatnya.

Aku jadi malu sendiri padahal Hana hanya menanyakan masalah seputar sekolah, entah mengapa aku merasa Hana punya perhatian lebih kepadaku, aku tidak mau mendapatkan gelar Pekngo alias pacaran dengan tetangga.

Aku ngencar mencari informasi Hana lewat Bu Sri tapi jawaban yang aku terima tidak memuaskan. Senin pagi ini, Hana akan menjadi Pembina upacara tapi waktu tinggal lima menit batang hidung Hana belum kelihatan. Dengan ekor mata aku mencari keberadaan Hana, rinduku sudah mengunung. Aku berusaha menyembunyikannya, untung saja aku termasuk tipe pendiam sehingga tidak ada yang curiga dengan diriku.

Bel tanda masuk berbunyi, semua kami guru maupun siswa sudah berbaris mengikuti instruksi dari wakil kesiswaan dan Pembina harian siswa, berbaris dengan rapi. Netraku menangkap kehadiran Hana, tapi bukan dirinya sebagai Pembina upacara. Sosok kepala sekolah mengantikan tugasnya. Upacara berjalan dengan hikmat, sebelum komandan upacara membubarkan peserta setelah mendapat izin dari Pembina, kami semua dikejutkan dengan pengumuman dari wakil hubungan masyarakat untuk kami semua tetap di tempat.

Jelas aku mendengar pengumuman dari kepala sekolah yang masih berdiri di mimbar upacara. Hari ini hari terakhir Hana akan mengajar setelah empat tahun kami menjadi warga sekolah. Hari ini Hana pamit, padahal baru saja dia kembali dari setelah sebulan absen mengajar.

Hana akan pindah tugas ke UPT, itu pengumuman yang sedang diumumkan oleh Kepala Sekolah selebihnya aku tidak mendengarkannya. Ada kalut dihatiku, seakan tidak terima jika Hana yang baru saja kembali harus pergi lagi. Dan untuk saat ini, Hana tidak akan kembali lagi. Seperti ada yang merengut hatiku dengan paksa, aku terluka tapi aku berusaha menutupinya. Hari berlalu dengan lambat, aku bertekat untuk bicara dengan Hana dari hati ke hati setelah pulang sekolah nanti.

***

 

Ku percepat langkahku, sudah tak sabar untuk berjumpa dengan Hana. Langkahku terhenti ketika melihat ada tamu yang sedang duduk di ruang tamu rumah Hana, belum lagi aku membalikkan badan Hana sudah meliha kehadiranku.

“Wan, masuk.” Ucapnya sambil berdiri dari duduknya mendekatiku

Dengan langkah malas aku masuk keruang tamu rumah Hana, senyuman hangat jelas tercetak di bibir Han. Aku memandang sinis, tamu yang dari tadi terus memperhatikan Hana dengan kagum. Ingin rasanya aku mencongkel netranya.

“Terima kasih Wan, sudah datang menjenguku walaupun aku di Batam waktu itu.” Aku terus menatap netra Hana, seakan kami hanya berdua saja.

Dehemen membuat aku tersasdar bahwa ada orang lain diantara kami, aku langsung mengalihkan pandangan kearah suara yang berdehem.

“Kenalkan Aku Halim, tunangan Hana.” Der bagaikan petir menyambar kepalaku, mendadak aku merasakan sakit yang teramat di dada yang bersemayam hatiku.

“Bulan depan kami menikah.” Kembali suaranya terdengar.

Aku memandang Hana dengan netraku aku bertanya apakah benar yang dikatakan pria didepanku saat ini.

“Wan, Hana Pakcik Is jodohkan dengan Halim, sudah lama Halim meminta Hana untuk menjadi istrinya tapi selalu alasan belum siap. Alhamdulillah, setelah selama sebulan menemai Hana di Batam akhirnya Hana mau juga menerima pinangan Halim.” Suara dari arah dalam rumah terdengar bersamaan dengan sosok Pakcik Halim yang datang keruang tamu duduk dikursi kosong yang ada.

Seakan ada gunung yang saat ini tertimpa dikepalaku, baru saja dia kembali tapi akan pergi tanpa akan kembali lagi. Tanpa banyak bertanya lagi, aku pamit kepada semua yang ada diruang tamu, melangkahkan kaki lemah menuju rumah dengan segala perit yang aku rasakan saat ini. Dia, Hana kembali hanya untuk mengatakan bahwa dirinya pergi selamanya dari hidupku.***

Tinggalkan Balasan