KERUKUNAN SEBAGAI PEDOMAN PERSATUAN BANGSA

Humaniora150 Dilihat

Kerukunan Sebagai Pedoman Persatuan Bangsa   

    

Dari yang sudah kita pelajari sebagai warga negara Indonesia. serta setelah meninjau lebih jauh dari setiap pancasila hingga butir-butirnya pancasila. Seharusnya  kita sudah  memiliki jiwa dalam diri kita yaitu salah satunya kerukunan. Definisi kerukunan menurut pandangan para ahli, antara lain adalah sebagai berikut, Paulus Wirutomo dalam pandangannya, pengertian kerukunan adalah menciptakan integrasi sosial dalam masyarakat melalui konsep-konsep tertentu dalam upaya mempersatuakan mahluk sosial, baik secara individu atau kelompok untuk memberikan rasa kenyaman dan ketentraman.

Dalam KBBI, pengertian kerukunan adalah kesepakatan masyarakat yang dilakukan atas dasar perbedaan-perbedaan dalam kehidupan sosial, baik agama, budaya, dan etnis. Sebagai jalan mencapai tujuan bersama. Dari pengertian kerukunan menurut para ahli diatas, dapat dikatakan bahwa kerukunan adalah proses sosial yang dilakukan mahluk hidup dalam menciptakan kehidupan bersama atas dasar perbedaan-perbedaan yang ada, Baik dalam segi Agama, Politik, Budaya, dan lain sebaginya. Kerukunan tidak hanya dari aspek keagamaan  saja, akan tetapi kerukunan dalam sosial atau lingkungan  pun harus di terapkan dalam diri kita.

Supaya lebih mengamalkan nilai-nilai pancasila yang di pelajari selama ini. Maka dari itu, kami di sini akan membahas lebih dalam mengenai kerukunan dalam aspek agama. Karena yang kita ketahui bahwa Indonesia sangatlah luas serta beragam macam agama sehingga menghasilkan banyak nya budaya serta tradisi di setiap agamanya. Bagaimana kita sebagai warga negara atau sebagai mahasiswa dalam menanggapi hal ini?apa saja yang contoh nya dalam kehidupan kami?.

Toleransi mengadung pengertian adanya sikap seseorang untuk menerima perasaan, kebiasaan, pendapat atau kepercayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya. Namun Susan Mendus dalam bukunya, Toleration and the Limit of Liberalism membagi toleransi menjadi dua macam, yakni toleransi negatif (negative interpretation of tolerance) dan toleransi positif (positive interpretation of tolerance). Yang pertama menyatakan bahwa toleransi itu hanya mensyaratkan cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Yang kedua menyatakan bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekedar ini, meliputi juga bantuan dan kerjasama dengan kelompok lain. Konsep toleransi positif inilah yang dikembangkan dalam hubungan sosial di negara ini dengan istilah kerukunan (harmony).

Jadi, kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian dan saling menghormati dalam pengamalan ajaran agama serta kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat. Eksistensi kerukunan ini sangat penitng, di samping karena merupakan keniscayaan dalam konteks perlindungan hak asasi manusia (HAM), juga karena kerukunan ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya integrasi nasional, dan integrasi ini menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan nasional.

Kerukunan umat beragama itu ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap dan prilaku umat beragama serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif bagi kerukunan. Semua agama mengajarkan kerukunan ini, sehingga agama idealnya berfungsi sebagai faktor integratif. Dan dalam kenyataannya, hubungan antarpemeluk agama di Indoensia selama ini sangat harmonis. Hanya saja, di era reformasi, yang notabene mendukung kebebasan ini, muncul berbagai ekspresi kebebasan, baik dalam bentuk pikiran, ideologi politik, faham keagamaan, maupun dalam ekspresi hak-hak asasi. Dalam iklim seperti ini mucul pula ekspresi kelompok yang berfaham radikal atau intoleran, yang walaupun jumlahnya sangat sedikit tetapi dalam kasus-kasus tertentu mengatasnamakan kelompok mayoriras.

Adapun kebijakan negara tentang hubungan antaragama termasuk yang terbaik dan menjadi model di dunia. Hanya saja, sebagian oknum pemerintah di daerah dengan pertimbangan politik kadang-kadang mendukung sikap intoleran kelompok tertentu atas nama pemenuhan aspirasi kelompok mayoritas. Klaim aspirasi kelompok mayoritas ini pun tidak selalu sesuai kenyataan, karena suatu tindakan intoleran itu seringkali hanya digerakkan oleh kelompok tertentu dengan mengatasnamakan mayoritas. Meski demikian, kebijakan Pemda yang cukup arif dan adil, termasuk dalam konteks menjaga kerukunan umat beragama, jauh lebih banyak dari pada kebijakan yang dianggap mendukung sikap intoleran ini.

Contoh kerukunan dalam aspek keagamaan yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti menoleransi orang–orang yang berbeda agama, tidak menghina dan merendahkan  ajaran agama lain. Dapat kita lihat berdasarkan kasus yang telah terjadi di Indonesia yaitu Konflik Sampang, konflik antar agama berikutnya terjadi antara pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan penganut Islam Syiah.Perselisihan keyakinan tersebut menelan korban. Dua orang warga Syi’ah tewas sementara enam lainnya mengalami luka berat dan harus dirawat di rumah sakit setempat.Konflik Sampang berawal di tahun 2004, dan berpuncak pada pembakaran rumah Ketua Ikatan Jamaah Ahl Al-Bait, atau yang dikenal sebagai IJABI. 2 rumah jamaah syi’ah lainnya dibakar, dan mushola pun rusak diamuk 500 warga yang mengaku sebagai jamaah Ahlus Sunnah Wal-Jamaah.

Selain dalam bidang keagamaan kerukunan juga harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat dimulai dari keluarga kita sendiri sebagai contoh yang dapat kita lakukan yaitu dengan bermusyawarah dalam mengambil setiap keputusan baik hal kecil maupun hal yang besar. Kerukunan dalam mengambil keputusan dapat diterapkan dimana saja seperti di perkuliahan saat berorganisasi sehingga memudahkan kita untuk membangun komunikasi antar dosen dan mahasiswa atau mahasiswa dengan masyarakat sekitar. Serta menjaga nilai nilai pancasila yang memiliki keterkaitan.

Tidak hanya itu saja kerukunan dapat diterapkan disaat kita mengapresiasikan suara kita seperti terlihat pada saat demonstrasi penolakan RUU Omnibus Law, Mahasiswa dan aparat tidak saling rusuh walaupun sebagian ada oknum membuat onar dan melakukan tindakan anarkis kepada aparat dapat disimpulkan bahwa oknum yang tidak bertanggung jawab membuat perpecahan kerukunan.

Chintia Dewi Harun (20008)
Mazroatul Akhiroh (200021)
Muhammad Tetuko W. (20022)
Ramadhan Yogie P. (20030)
Selvi Istiyah W. (20034)

Tinggalkan Balasan