Pikiran Liar Bejo, Segitu Mau Masuk Surga

Coretan Tanpa Bekas

 

Pikiran Liar Bejo, Segitu Mau Masuk Surga

Oleh: Arfianto Wisnugroho

 

Mungkin masih terlalu pagi bagi Bejo untuk memeriksakan kesehatan Ibunya. Waktu menunjukan pukul setengah tujuh. Petugas kebersihan masih sibuk dengan rutinitas paginya. Masih ada beberapa tempat di luar gedung yang perlu dibersihkan. Mas Bejo dan Ibunya memutuskan untuk sholat dhuha setelah mengambil nomor urut. Mereka pergi ke masjid kelurahan yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit. Cukup berjalan sekitar satu setengah menit mereka sudah berada di depan masjid. Masjid yang masih dalam renovasi tersebut sangat nyaman. Lantai masjid terjaga kebersihannya baik di tempat sholat maupun di area wudhu dan kamar mandi. Masjid tersebut tidak memiliki halaman khusus, tepat di depan masjid adalah akses jalan ke kelurahan.

Tepat pukul delapan kurang sepuluh menit, Bejo melihat pegawai kelurahan yang sudah datang. Pada waktu yang sama tukang dan pegawai bangunan lainnya juga berdatangan. Ibu Bejo yang sudah selesai sholat bergegas pergi duluan ke rumah sakit agar tidak terlewat saat petugas kesehatan memanggil. Sedangkan Bejo masih duduk di masjid untuk menikmati sinar matahari pagi sambil menulis. Wajar saja Bejo menulis, ia masih berstatus sebagai mahasiswa. Sambil menulis ia melihat-lihat keadaan di masjid dan sekitarnya. Semua Nampak bagus, tidak ada hal yang aneh baginya. Namun tidak demikian saat ia melihat banyak kotak infaq yang ada. Ia melihat berbagai kotak infaq dan kotak sumbangan di masjid tersebut. Belum lagi Qris yang terpasang di tembok-tembok masjid.

Melihat hal tersebut Bejo jadi ingat kenapa Ibunya melihat satu persatu kotak tersebut sebelum memasukan uang infaq. Bejo berpikir mungkin Ibunya sedang memastikan agar infaq tersebut benar-benar sampai pada tujuannya. Karena hal tersebut bejo jadi ingat beberapa masjid yang pengurusnya terkena kasus korupsi. Menurut informasi yang ia dapat pengurus menggunakan pembangunan masjid sebagai modus mencari keuntungan. Pengurus memasang banyak kotak infaq dan Qris di masjid. Selain itu mereka juga menyebarkan Qris lewat berbagai media sosial agar sumber pendanaan lebih luas. Sambil melihat pegawai kelurahan yang sedang apel pagi, Bejo merenung akan kelakuan pengurus masjid yang kurang terpuji tersebut.

“Mungkinkah pengurus masjid ini juga demikian?” Ucap Bejo dalam hati.

Bejo yang berniat infaq ke masjid tersebut menjadi sangat ragu. Terlebih ia juga pernah melihat video yang beredar di youtube, ada pengurus yang memanfaatkan pembangunan masjid untuk mengumpulkan dana bagi teroris. Bejo yang penasaran langsung membuka smartphone, mencari tahu kembali informasi tersebut. Ia menemukan berita beberapa tindakan terorisme yang menggunakan kotak amal untuk menggalang dana. Selain itu ia menemukan berita tentang pengurus masjid yang korupsi terhadap dana pembangunan. Adapun besarnya dana tersebut sampai miliaran rupiah. Tentu perbuatan-perbuatan tersebut tidak benar untuk dilakukan. 

“Wah.. ini tidak benar nampaknya!” Pikir Bejo sambil berjalan-jalan melihat seisi masjid.

Bejo melihat sekitar masjid, terdapat desain masjid baru yang dalam tahap renovasi tersebut. Kalau dari penglihatan Bejo, enam puluh persen pembangunan sudah selesai. Mengetahui fakta tersebut pikiran Bejo menjadi sangat liar. Ia menghitung kemungkinan dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan. Selain itu ia juga mencari apakah ada daftar rencana anggaran yang dibutuhkan untuk membangun masjid. Setelah berkeliling mengitari semua sudut masjid, ia tidak menemukan daftar yang ia inginkan. Oleh karena itu ia kembali menghitung-hitung dana yang dibutuhkan. Ia mencari berbagai harga setiap bahan bangunan. Berikut ia mencari tahu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah bangunan. Setelah agak lama menghitung Bejo mendapatkan hasil akhir dari hitungan tersebut. Menurut hitungan Bejo, masjid itu memerlukan sekitar 1,5 miliar rupiah saja untuk menyelesaikan pembangunan. 

Ternyata dana hasil hitungan Bejo tidak seperti yang ia dengar selama ini. Biasanya dana yang di korupsi jauh lebih besar dari hitungan Bejo. Akhirnya ia menghela nafas lalu merenung kembali. Mungkin ia terlalu berlebihan dalam menginterpretasikan sebuah pembangunan. Dalam pikirannya menolak kalau dana sebesar itu terlalu sesuai dengan rencana pembangunan masjid tersebut. Beberapa saat kemudian datang seorang lelaki membawa selebaran yang lumayan banyak jumlahnya. Lelaki tersebut meletakkan selebaran di atas kotak infaq, lalu bergegas masuk untuk sholat dhuha. Bejo yang penasaran mengambil satu lembar dan membacanya. Sesaat setelah itu ia merasa sesuatu menyetrum sekujur tubuhnya. Sesuatu seperti menyadarkannya dari lamunan panjang. Bejo hanya berjalan keluar masjid, sambil memasukan selembar uang kertas ke kotak infaq tanpa melihat kotak tersebut. Ia memakai sepatu lalu meninggalkan masjid menuju rumah sakit mencari Ibunya. 

“Memangnya apa yang kamu lihat di selebaran itu?” Tanya mas Nyentrik setelah mendengar cerita Bejo.

“Itu tentang dana pembangunan!” Jawab bejo sambil memejamkan mata.

“Terus berapa dana yang dibutuhkan untuk merenovasi masjid tersebut? Terus berapa kamu memasukan uang ke kotak infaq?” Tanya mas Nyentrik penasaran.

Bejo tidak mau memberitahukan seberapa besar dana yang dibutuhkan dalam selebaran itu karena lebih kecil dari hitungan Bejo. Sedangkan kalau membandingkan daftar dana dengan hasil renovasi yang sudah selesai, dana tersebut sebenarnya lebih kecil dari hasil yang sudah ada.

“Hmmmm…kalau uang yang kumasukkan lima ribu rupiah!”Jawab bejo dengan perasaan malu.

“Ohhhh…ha ha ha ha ha…! Uang segitu kok mau masuk surga!” Balas mas Nyentrik pada Bejo yang mulai tertawa bersama mas Nyentrik. 

Tinggalkan Balasan