Arti Sebuah Buku Bagi Seorang Penulis Gaek

Bertepatan Hari Buku Nasional dan Ulang Tahun ke 43 Perpustakaan Nasional 17 Mei 2023 tergerak hati awak menulis perihal kitab. Sebelumnya izin memposisikan diri dulu sebagai penulis gaek (lahir 7 Juli 1952).  Ini hanya sebuah alasan agar ada sejuta permakluman bagi pembaca terkait isi naskah ini.

Mulai memegang buku dalam makna buku milik sendiri ketika duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Pertama V Jambi.  Awak merengek kepada EMak agar diberi uang supaya bisa membeli buku pelajaran.  Generasi kolotnial pasti paham buku Aljabar.

Itulah buku Aljabar (saat ini lebih dikenal ilmu hitung menghitung / matematika) . Betapa sulitnya di zaman bingen (isitilah wong kito galo = zaman dulu) memiliki buku.  Disamping pada zaman itu belum begitu banyak koleksi buku dapat pula dikatakan kondisi ekonomi menjadi kendala memiliki barang mewah bernama buku.

Membaca (mempelajari) buku Aljabar sampai khatam berkali kali membuat awak boleh dikatakan pandai berhitung. Buku itu sampai lusuh bersebab sering dibawa kemana mana. Bersyukur pada masa itu isi buku telah pindah ke memory permanent sehingga banyak pula teman sekelas bertanya untuk mengulang kaji.

Buku ke dua dibelikan Mak tentang Peta.  Tak tanggung tanggung Peta Dunia nan tidak warna.

” bacolah kitab ini, caliak betapa ketek nagari awak dibanding nagari urang”

(bacalah buku ini, perhatikan betapa kecilnya Indonesia di bandingkan Negara lain).

Ibunda( Almarhumah) Hajjah Kamsiah Binti Sutan Mahmud lahir di Lubuk Jantan Lintau Buo Batusangkar Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Hijrah ke Jambi untuk memperbaiki kehidupan ekonomi.  Bersua dan kemudian Menikah dengan (Almarhum) Ayahanda Haji Rd. Dahlan bin Affan asal Bengkulu.  Sebenarnya Bapak  berniat ke Jambi untuk belajar mengaji.

Peta dunia awak baca setiap kesempatan.  Terbayang dimana itu 5 benua. Sampai sampai hapal Ibu Kota Negara adi daya dan negara sendiri Indonesia Raya Propinsi Nusantara. Angan angan seorang Siswa Sekolah Menengah Atas II Jambi.  Mungkinkah kaki ini suatu saat melangkah kesana.

Entah mengapa buku yang dibelikan Emak itu justru Peta Dunia.  Malah bukan buku buku pelajaran sekolah. Pasti ada rahasia dibalik rahasia nan kemudian awak pahami setelah bekerja. Pertama berkeliling Nusantara ketika bekerja di Mabes Polri. Kemudian ketika bertugas di Badan Narkotika Nasional mendapat kesempatan ke seminar, konfrensi dan study banding tingkat dunia ke manca negara.

Emak terus meningatkan agar kami 7 saudara rajin mengaji Al Qur’an dan membaca buku pelajaran. Ketika di Sekolah Rakyat Tempino (27 km dari Jambi) tahun 1958 -1964 tak satupun murid memiliki buku. Hanya mendengar pelajaran apa apa yang disampaikan Bapak Ibu Guru kemudian mencatat di alam pikiran. Tak ada alat tulis.

 

Kosa kata Perpustakaan waktu itu hanya tergiang ngiang. Belum begitu paham apa itu perpustakaan.  Fakta di zaman bingen memang belum ada Perpustakaan di SR, SMP dan SMA.  Ketika kuliah di Perguruan Tinggi  tahun 1970 an   mulai mengenal Perpustakaan.

Buku adalah jendela dunia. Bersyukur sejak kecil awak memiliki kegemaran membaca. Pak Guru mengatakan membaca  berguna untuk menambah ilmu pengetahuan yang sekaligus merupakan upaya mencerdasan serta menambah wawasan.

Membaca dan meresapi isi tulisan demi tulisan terbaik awak yakini akan mempengaruhi pola pikir positif. Satu rahasia lagi ketika membaca, disana selalu ada doa – doa nan di amin kan para malaikat.

(bersambung)

  • Salam Literasi
  • BHP, 17 Mei 2023
  • Thamrin Dahlan

 

 

 

Tinggalkan Balasan