“Saling mencintai dengan setulus hati. Memperlakukan pasangan hidup kita sebagaimana kita ingin diperlakukan. Cuma itu anandaku.” Tjiptadinata Effendi
Tjiptadinata Effendi dan Roselina, pasangan yang dikenal dengan nama pena Pak Tjip dan Bu Rose, telah menjadi ikon di platform Kompasiana. Mereka bukan hanya pasangan suami istri yang harmonis, tetapi juga penulis produktif dan inspiratif bagi banyak orang, termasuk saya.
Walau saya tidak mengenal beliau secara pribadi, tapi melalui tulisan-tulisannya saya merasakan suatu kedekatan. Pertama kali saya bertemu Pak Tjip dan Ibu Rose di perayaan Kopdar Kompasianer beberapa tahun silam di gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta. Dari situ saya bisa melihat langsung semangat, cinta kasih dan aura positif yang dipancarkan beliau berdua.
Perjalanan Cinta yang Langgeng
Pak Tjip dan Bu Rose ini telah mengarungi bahtera rumah tangga selama kurang lebih 60 tahun. Asam garam, pahit getir, suka duka telah mereka lewati, namun cinta mereka tetap bersemi meski usia terus bertambah. Mereka membuktikan bahwa cinta sejati mampu bertahan melewati segala rintangan dan ujian waktu.
Sekarang ini beliau berdua tengah bermukim di negeri Kanguru, Australia. Walau terpisah jarak dan waktu dengan Indonesia, beliau berdua terutama pak Tjip tetap rajin bersilaturahmi dengan kami, Kompasianer di grup WhatsApp (WA).
Dari percakapan di grup, sayapun memberanikan diri untuk sedikit bertanya tentang perjalanan hidup beliau bersama istri tercinta, ibu Rose. Senangnya beliau merespon dengan baik.
Ketika saya sapa dengan ramah beliau membalas pesan saya di WA. Saya penasaran di jaman sekarang ini masih ada pasangan yang tetap bertahan bahkan hingga jelang 60 tahun pernikahan. Seperti kita tahu,banyak berita-berita yang mengabarkan soal perselingkuhan, kawin cerai yang menjadi pembicaraan masyarakat.
Namun pak Tjip dan Bu Rose bertahan dalam hubungan pernikahan hingga sekarang. Padahal yang beliau lakukan sangat sederhana yaitu saling mencintai dengan setulus hati. Memperlakukan pasangan hidup kita sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Sesederhana itu, namun dibalik itu justru masih banyak yang tidak bisa melakukannya dengan tulus dan ikhlas.
Penulis Inspiratif di Kompasiana
“Intinya adalah menulis dengan senang hati.” Tjiptadinata Effendi
Keduanya telah lama aktif menulis di Kompasiana dan telah menghasilkan banyak karya yang menginspirasi. Pak Tjip bahkan sempat mengantongi Kompasianer of The Year tahun 2014. Tulisan mereka mencakup berbagai topik, mulai dari pengalaman pribadi, kisah perjalanan, hingga pandangan tentang kehidupan. Gaya penulisan mereka yang hangat dan tulus mampu menyentuh hati pembaca.
Kisah Perjalanan: Mereka sering berbagi cerita tentang pengalaman perjalanan mereka, baik di dalam maupun luar negeri. Tulisan ini kaya akan detail dan pengamatan yang menarik.
Refleksi Kehidupan: Pak Tjip dan Bu Rose juga sering menulis tentang pandangan mereka tentang kehidupan, nilai-nilai, dan kebijaksanaan yang mereka peroleh selama bertahun-tahun. Tulisannya inspiratif dan menyentuh hati.
Cinta dan Keluarga: Sebagai pasangan yang telah lama menikah, mereka juga sering menulis tentang cinta, keluarga, dan hubungan antar manusia. Tulisan yang hangat, tulus, dan penuh kasih sayang seakan menyelimuti pembacanya.
Dalam menulis, baik itu buku atau artikel di Kompasiana terkadang kita mengalami writer’s block. Sayapun juga penasaran apakah pak Tjip juga mengalami itu dan cara mengatasinya.
Beliau mengatakan ada begitu banyak hal yang tampak sepele, tapi dapat dijadikan bahan tulisan. Misalnya saja tampak seekor semut menyeret sebutir beras untuk dimakan bersama di sarang nya. Nah, kalau kita dapat rejeki apakah mau berbagi dengan orang lain?
Intinya adalah menulis dengan senang hati. Maka apapun yang tampak di depan mata dapat menjadi bahan tulisan. Setuju banget, jadi kalau menulis tanpa beban, sekedar menulis karena memang suka menulis dan berbagi informasi dan ilmu yang bermanfaat tentunya akan menyenangkan.
Teladan dalam Kehidupan
Pak Tjip dan Bu Rose adalah teladan dalam banyak hal. Mereka mengajarkan pentingnya kesetiaan, saling mendukung, dan terus belajar sepanjang hayat. Semangat mereka dalam berkarya dan berbagi ilmu patut diacungi jempol.
Karya-karya Pak Tjip dan Bu Rose akan terus dikenang dan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang. Mereka telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di dunia literasi Indonesia.
Penutup
Kisah cinta Pak Tjip dan Bu Rose adalah bukti bahwa cinta sejati ada dan mampu bertahan selamanya. Mereka juga menunjukkan bahwa usia bukanlah penghalang untuk terus berkarya dan berbagi inspirasi. Semoga kisah mereka terus menginspirasi kita semua untuk menjalani hidup dengan penuh cinta, semangat, dan dedikasi. Selamat ulang tahun pernikahan ke 60.
Selamat siang anandaku
Senang sekali rasanya kita dapat bertemu lagl
Terima kasih tak terhingga untuk artikel yang ditulis sebagai Kado Ultah pernikahan kami yang ke 60 tahun
Semoga kita dapat bertemu di Perpusnas RI tanggal 2 February tahun depan
Salam hangat untuk sekeluarga
Semoga selalu dalam lindungan Tuhan bersama keluarga tercinta