Kampanye Islam moderat belum usai, bahkan kini telah berubah dalam casing moderasi agama. Gagasan moderasi agama saat ini kian diaruskan oleh pemerintah lewat Kemenag dengan mendirikan Rumah Moderasi Beragama (RMB) di sejumlah lembaga, seperti di di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Program ini juga digelar di PTN seperti Universitas Brawijaya (UB) dengan meluncurkan “Griya Moderasi Beragama” di Gazebo Raden Wijaya (Prasetya.ub.ac id,13/12/24).
Gagasan moderasi beragama dibuat lebih ampuh saat dijadikan sebagai program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024. RMB ini disinyalir bisa menjadi solusi bagi menyelesaikan persoalan potensi konflik terkait isu agama di berbagai wilayah di Indonesia. Persoalannya, benarkah konflik terkait isu agama bisa dijawab dengan pengarusan gagasan moderasi agama? Tidakkah gagasan moderasi ini malah akan memicu konflik?
Munculnya Ide Moderasi Beragama
Realitasnya gagasan moderasi beragama tidak lepas dari kritik, utamanya dari umat Islam. Kritik mengarah pada dasar tegaknya gagasan yang absurd dan tak sesuai fakta yaitu adanya asumsi adanya kondisi ‘intoleran’ di Tengah Masyarakat. Sekain itu, moderasi beragama juga sejatinya merupakan perang pemikiran yang akan berakibat mengaburkan akidah sahih kaum muslim.
Dalam pengarusan moderasi beragama, para penggagas konsep ini menganggap bahwa identitas agama menjadi dasar dari pandangan fundamentalisme yang menafikan nilai-nilai kebenaran dari kelompok lain. Mereka lantas mengatakan bahwa fundamentalisme, sikap fanatik berlebihan terhadap agama (Islam) serta intoleransi akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Pandangan itu dikemukakan untuk menunjukkan kesan akan urgennya menguatkan ide moderasi.
Waspadai Perang Pemikiran
Istilah dengan stereotif negatif seperti “fundamentalisme” dan “radikal” lantas diangkat untuk menyebut penganut agama yang memegang teguh ajaran agamanya. Ada upaya monsterisasi terhadap islam dengan istilah yang sengaja dibuat ini sehingga menjadi tidak nyaman bagi pemeluknya. Di tengah kondisi umat yang tidak memahami adanya perang pemikiran dari istilah-istilah tersebut membuat salah dalam mengambil sikap. Maunya memegang teguh pada ajaran agama dan syariat Islam secara menyeluru, dapatnya malah tuduhan sebagai kelompok radikal, fundamental, fanatik dan intoleransi. Umat Islam lantas merespon gagasan ini secara salah karena tidak memahami bahwa di balik konsep dan gagasan yang justru bertujuan untuk merendahkan Islam.
Kampanye Pluralisme
Ide moderasi agama tak bisa dilepaskan dari pandangan pluralisme beragama. Para penggagas ide ini menganggap bahwa keberagaman agama harus diikat dalam spirit pluralisme yang akhirnya menganggap kebenaran semua agama sama. Kemunculan ide pluralisme berlandas pada keinginan untuk melenyapkan truth claim (klaim tentang kebenaran). Klaim ini dianggap sebagai pemicu munculnya ekstremisme, radikalisme agama, perang atas nama agama atau semacamnya. Kaum pluralis berasumsi dalam hal bakal sirnanya kekerasan jika truth claim dihapus dari masyarakat.
Pluralisme mengabaikan keberadaan ajaran hakiki pada masing-masing agama. Padahal, sejatinya ajaran agama memang tidak perlu diseragamkan, karena perbedaa ajarannya merupakan realitas yang alamiah. Meski gagasan moderasi tegak di atas berbagai dalih, namun fokus gerakan dari para pembenci Islam ini adalah keinginan untuk melunakkan militansi beragama dari umat Islam. Mereka berusaha mengarahkan muslim untuk memoderatkan ajaran Islam yang sahih.
Perang pemikiran ini telah menyatu dengan kebijakan negara yang bisa berpotensi memicu kekisruhan antarumat beragama. Karenanya harus dikaji mendalam agar solusi untuk menghadirkan kerukunan antarumat beragama yang hakiki bukan dengan cara mengaburkan ajaran agam. Sebab pada dasarnya gagasan moderasi beragama merupakan upaya untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam yang lurus. Jika upaya memoderasi Islam muncul dengan alasan karena Indonesia sedang krisis toleransi, ada baiknya kita menelaah faktanya secara utuh.
Sejak dahulu kondisi Nusantara ini memang beragam alias plural. Pluralitas ini tidak pernah terusik,kerukunan antarumat beragama baik-baik saja. Namun antarumat seagama, malah saling tuding dan curiga karena gagasan moderasi. Dampak yang lebih buruk, banyak generasi yang akhirnya menganggap semua agama sama. Ajaran moderasi agama justru melahirkan banyak perdebatan yang tidak berkesudahan.
Akar Masalah
Sekularisme menganggap bahwa agama merupakan urusan pribadi yang hanya diakui sebatas sisi peribadahan. Sekularisme yang lahir dari konflik kaum gerejawan dengan para cendekiawan di Eropa waktu itu, yang kini diterapkan dalam konstitusi yang melahirkan sekularisme negara. Sekulerisme diusung negara Barat untuk diterapkan di negeri muslim.
Geliat kebangkitan umat Islam yang saat ini menguat bakal menjadi arus yg sulit dibendung, membuat Barat berupaya untuk menghadang. Ada kekhawatiran dari musuh islam bila islam dan ajarannya diterapkan dalam tataran negara. Mereka membajak umat melalui sejumlah kampanye global mulai dari War on Terorism hingga kampanye deradikalisasi. Salah satu langkahnya meluncurkan perang pemikiran melalui proyek moderasi beragama melalui program-program moderasi seperti pendirian rumah moderasi.
Islam Ajaran Damai
Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi kedamaian, keadilan dan menghindari segala bentuk kezaliman. Islam melarang keras berbuat zalim dan melarang merampas hak-hak mereka yang di luar Islam. Allah Taala berfirman, “Allah tiada melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Al-Mumtahanah [60]: 8).
lslam dengan tegas melarang pembunuhan terhadap orang kafir kecuali mereka melakukan permusuhan terhadap Islam secara terang-terangan. Adapun bagi orang-orang orang-orang kafir yang mendapat suaka atau telah mengadakan perjanjian dengan umat Islam seperti kafir zimi, kafir musta’man, dan kafir mu’ahid, dilarang keras untuk membunuh mereka. . Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang membunuh seorang kafir dzimmi tidak akan mencium bau surga. Padahal sungguh bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR An-Nasa’i).
Islam memberikan jaminan kebebasan bagi agama lain untuk menjalankan ibadah dan segala sesuatu yang mereka yakini menurut batas yang diatur oleh negara. Ada ajaran yang hanya boleh dilaksanakan dalam lingkup umat tertentu dan tidak dibolehkan untuk dilakukan di tempat umum. Ini merupakan mekanisme membentengi akidah umat Islam dan sebagai bentuk toleransi nyata dalam kehidupan bermasyarakat di bawah naungan negara Islam yaitu negara Khilafah. Hal ini pula yang semestinya diemban sebagai sebuah gagasan global untuk menyatukan umat islam menyelamatkan dunia dari peradaban sekuler yang meneggelamkan umat dalam beragam masalah.