Baru saja kemarin aku menikah dan merasakan biduk rumah tangga, lembaran baru kehidupanku berlanjut dengan adanya sang buah hati. Hadirnya sang buah hati bagaikan pelita yang selalu mewarnai hari-hariku.
Baru saja kemarin rasanya dilamar, mengadakan pesta pernikahan, dan akhirnya pindah mengontrak bersama suami ke Kp. Muncang, Desa Sipak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, kali ini di dalam perutku ada sang buah hati.
Ada yang lucu dari pengalaman kehamilanku yang pertama. Aku sering memohon kepada Allah agar tidak mengalami rasa ngidam atau mual muntah. Aku juga pernah berdoa, kalau bisa pindahkan ngidamnya kepada suamiku.
Entah disengaja atau tidak, suamiku seperti mendengar doa-doaku. Saat aku merasa mual atau muntah, seketika itu rasa mual dan muntahnya pindah ke suami. Sampai suamiku setiap hari metis mangga muda atau buah gandaria. Di Lebak namanya buah Jatake. Rasanya asem sekali namun banyak yang suka karena mirip mangga.
Memasuki usia kehamilan trimester pertama dan kedua, aku masih mengajar seperti biasa menggunakan sepeda motor menuju Ponpes Mahida yang letaknya di Kp. Hamberang, Desa Luhurjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Memasuki trimester ketiga, aku mulai pulang pergi mengajar menggunakan kendaraan umum karena kandunganku semakin besar dan takut kelelahan di jalan.
Satu Minggu sebelum Hari Perkiraan Lahiran(HPL), aku mengajukan cuti ke pondok dan kembali ke kampung halaman untuk melahirkan di kampung sendiri. Kaki sempat bengkak dan BB bulannya sekitar 85 kilo saat itu. Aku mulai penasaran dan segera USG untuk mengecek keadaan sang buah hati.
Seperti ingin memberikan kejutan, sudah 3x USG, si jabang bayi tidak mau memperlihatkan apakah perempuan atau laki-laki. Maklum saat itu, aku hanya USG di Puskesmas Cipanas karena kalau kejauhan takut lelah di jalan. Jadi, aku pikir yang dekat saja periksa kandungannya. Toh, yang penting bayinya sehat dan persalinan nanti lancar.
Saat USG yang terakhir, aku sampai ngotot meminta dokter laki-laki itu untuk memastikan kembali jenis kelamin bayiku. Namun, si jabang bayi masih malu menunjukkan rahasianya. Akhirnya dokter berkata, “Ngapain sih ibu ngotot mau tahu jenis kelaminnya? Ini HPL tinggal 3 hari lagi loh. Mungkin bayi ibu ingin berikan kejutan.”
“Iya dok, maaf. Abis penasaran sih. Kan anak pertama dok, timpalku.”
Dokter hanya tersenyum dan memberikan hasil USG kemudian memintaku untuk antre mengambil obat ke apotek.
Perkataan dokter seperti menyadarkan rasa kekhawatiranku yang berlebihan. Memang sudah seharusnya aku pasrahkan semuanya kepada Allah. Mau diberikan laki-laki atau perempuan, semuanya adalah amanah yang harus kita jaga.
Satu hari sebelum melahirkan, enak sekali memakan bakso pedas bersama suami tercinta. Kalau tidak salah, sampai nambah setengah porsi saking laparnya. Efeknya, malam hari perutku mulas. Bolak balik kamar mandi sampai masuk waktu subuh. Namun, ada hal yang aneh karena mulesnya semakin sering dan semakin menyakitkan.
Memasuki pukul 08.00 WIB, aku meminta kakak memanggil bidan desa kawatir hari kelahiran sang bayi telah tiba. Bidan Elis kemudian datang ke rumah dan memang benar sudah masuk pembukaan lima. Pukul 10.00 WIB, aku dibawa ke Puskesmas Cipanas untuk ditangani bidan dan dibawa ke ruang persalinan.
Pukul 11.00 WIB perutku semakin mulas dan pembukaan pun sudah lengkap. Tepat pukul 12.00 WIB, dengan mengeluarkan sekuat tenaga, tangisan bayi pun terdengar dan anak pertamaku lahir. Aku sempat kehilangan kesadaran karena sempat pendarahan setelah melahirkan. Namun, aku bersyukur tanpa henti telah melewati masa persalinan dengan normal dan melewati masa kritis setelah satu jam lamanya pingsan dan dipindahkan ke ruangan pasien.
Saat melahirkan, suamiku malah kaget dan lemas tiada tenaga. Selama persalinan, aku ditemani ibu dan keluarga yang lain. Yang mengadzani anakku saat itu adalah bapak. Selang 6 jam pasca melahirkan, aku bisa kembali ke rumah diantar keluarga.
Saat mendengar anak pertamaku sudah tiba di rumah, suamiku menguatkan diri untuk segera menemui anaknya. Aku bahagia bisa melewati masa persalinan ini meskipun tanpa kehadiran sang suami. Aku langsung meminta suamiku untuk mencari nama untuk buah hati kami berdua.
Suamiku langsung mengabari ibunya bahwa cucunya telah lahir. Esoknya, Umi datang beserta 2 adiknya untuk menginap. Umi memberi nama awal Adelia, sedangkan aku mencari nama akhirnya Zhafira. Jadi, nama anak pertamaku adalah Adelia Zhafira artinya perempuan yang memiliki keberuntungan.
Ada hal unik di balik pemberian nama anak pertamaku. Yang pertama, aku ingin nama anak pertamaku dimulai dengan awalan A. Maka, diberilah nama Adelia Zhafira. Kedua, Adel lahir pada hari Rabu, tanggal 5 Agustus 2015. Ayah Adel lahir 4 Agustus 1982, sedangkan aku lahir pada tanggal 12 Agustus 1988. Jadi, selain mempunyai bulan kelahiran yang sama, nama awal pun sama yaitu dimulai dari huruf A.
Inilah kisah kelahiran anak pertamaku untuk menuntaskan tantangan Karena Menulis Aku Ceria(KMAC) hari ke-5. Ini kisahku, mana kisahmu?
Salam blogger inspiratif
Aam Nurhasanah
#DAY5
#Karena Menulis Aku Ceria(KMAC)
#YPTD
#Rabu,15Februari2023