Hempasan Lautan Asa karya Afrianti

Hempasan Lautan Asa

Saat mentari merangkak dari celah dedaunan, mata sepat menelisik seakan berusaha menemukan sinarnya yang sudah mulai mengernyitkan mata. Aku masih duduk di pelanta dekat podium upacara, kedua tangan memegang pinggir tembok tersebut sembari mengayun-ayunkan kaki mencapai daun bogenvil berwarna putih yang ditanam dalam sebuah ban mobil bekas. Dalam keadaan tenggadah terdengar suara dari sebelah kiri. Hendri bertanya, “Kenapa Ibu diam saja? Sudah lima kali saya memanggil Ibu. Waktunya untuk pulang, Bu!”

“Oh, ya” sahutku. Suara Pak Hendri membuyarkan lamunanku. Tanpa disadari entah sudah berapa lama aku duduk termenung di pelanta itu.
Aku pun beranjak seraya menyarungkan jemari kaki ke sepatu yang terlepas saat mengayunkan kaki.

“Saya izin pulang duluan Bu!” Kata Hendri.
” Ya, silakan!” jawabku.
Aku berjalan menuju kantor untuk mengambil ranselku.
Tepat di depan pintu kantor Ratna tenaga administrasi sekolah bertanya, ” Apakah besok Ibu masih datang ke sekolah?”
“Insya Alloh, ya” jawabku.
” Banyak yang mau ditandatangani, Bu. Surat pengantar dari Kepala Sekolah untuk penerima PIP. Besok pagi diprin. Ada beberapa yang belum selesai, Bu” jelas Ratna.

“Ok. Besok pagi letakkan di atas meja Ibu. Biar langsung Bu tandatangani begitu sampai di sekolah. Mari kita pulang!” Ajakku.

“Baik, Bu!” Jawab Ratna.

Seketika hendak membuka pintu mobil. Istri penjaga sekolah memanggil sambil melambaikan tangan, ” Bu, Bu, jamu!”
Kuurungkan niat membuka pintu mobil. Aku berjalan menyongsong istri penjaga sekolah.
“Maaf Bu tadi lupa ngasih tau Ibu, kalau hari ini saya membuat jamu. Ini Bu jamunya” ujar istri penjaga sekolah.
“Berapa?” Tanyaku.
“Biasa, Bu. Lima belas ribu” jawabnya.

“Masih ada jamunya, Bu?” Sela Ratna.
“Masih, ntar saya ambil dulu!” kata istri penjaga sekolah.
“Ok Ratna. Bu duluan, ya!” Ujarku.
“Ya, Bu” jawab Ratna.
” Tunggu Bu Kepala. Kembalian uangnya!” Seru istri penjaga sekolah dari dalam rumahnya.
“Oh, iya. Saya lupa” sahutku seraya menghentikan langkah dan berbalik.
” Maaf, Bu. Nanti nyetir yang fokus ya, Bu! Perjalanan Bu melewati tempat ramai!” Imbuh Ratna.
“Hm, ya. Terima kasih ya, Ratna sudah mengingatkan Ibu!” Kataku.
“Ini Bu, kembaliannya. Benar ucapan Ratna. Bu Kepala hati-hati, ya!” Istri penjaga sekolah pun ikut berpesan.

Sambil mengayunkan kresek berisi botol jamu, aku pun berfikir dalam hati. Hari ini, aku benar-benar kurang fokus. Bagaimana tidak, aku baru saja menyampaikan surat pengunduran diri. Hari ini juga kepala dinas pendidikan kabupaten memerintahkan koordinator pendidikan kecamatan dan pengawas sekolah untuk melakukan rapat pemilihan PLT sebagai pengganti diriku.
Seakan tidak ada sedetikpun waktu untuk aku berbenah di sekolah ini. Tentu sedikitnya ada barang pribadi di sini yang tidak diperlukan oleh warga penerusnya nanti. Hmmm…helaan nafas kembali terjadi, tanpa disadari.

Afrianti,120322

Tinggalkan Balasan