Saya punya seorang teman pengusaha konveksi. Ada yang unik dari temen yang satu ini. Produk jadinya sering salah. Salah ukuran lah, salah bahan lah, dan bahkan salah jahit. Gokilnya meskipun salah dia ga pernah mau ngaku. Wajah polos nya menyembunyikan kesalahannya.
Pernah saya lihat dia salah pasang tangan waktu bikin jas. Bagian kiri dipasang di kanan,bagian kanan dipasang di kiri. Akibatnya jelas lah jasnya jadi kaku ga bisa ditekuk lha bagian sikut jadinya kebalik diatas pan. Dengan entengnya dia bilang,” ya gini aja, kalau jas ini dipake tangannya ga usah ditekuk. Lurus aja”
Huahahahaa…bodoorrr…
Pernah saya kasih masukan untuk memperbaiki sisprod (sistem produksi)nya. Bahkan mulai dari pencatatan order, bikin sketsa, pilih bahan, pemotongan, penjahitan, sampai pembersihan. Pernah juga saya kasih masukan bikin sistem, biar usahanya jadi bisnis jadi ga kerepotan ngerjain semua sendirian. Mulai dari perbaikan posisioning, segmenting, marketing, penjualan, rekrut tim,benahin sistem,dll. Namanya ke temen masa iya dibiarin tenggelam.
Saya ga ketemu dia beberapa waktu. Kita sama sama fokus ngembangin bisnis. Alhamdulillah saya denger bisnisnya membesar dan makin besar. Bahkan sudah bisa menerima proyek besar dan menjadi vendar utama penjual retail sebuah marketplace. Keren.
Sampai kemudian beberapa waktu kemarin saya denger dia sedang kena masalah. Produknya ditolak buyer. Mana mau lebaran lagi. Potensi kerugiannya milyaran. Kaget juga saya dengernya. Kok bisa masalahnya gede gitu. Insting saya menduga jangan jangan karena masalah lama.
Saya pun main ke rumahnya sekalian ada perlu lain. Kamipun mengobrol beberapa lama tentang bisnis dan masalah yang dia alami. Bener ternyata produknya ditolak oleh salah satu pelanggan besarnya. Spek produk ga sesuai dengan yang mereka minta katanya. Ya, saya lihat hasil bordirnya memnag ga sesuai dengan gambar order.
Memang bukan 100% salah dia. Kesalahan itu dilakukan oleh subkon bordirnya. Hasilnya ga sesuai spek yang diminta konsumen. Sekarang setelah ada masalah, subkon itu lari ga mau tanggungjawab. Tinggal temen saya ini yang harus menanggung semua kerugian sendirian.
Tapi ada satu hal yang mengganjal saya. Mengapa dia tak menetapkan standar order kepada subkon nya. Jawabannya mengejutkan saya. Dengan ekspresi tak bersalah dia berkata (kurang lebih) ,”… memang saya memberi gambar order dan memang suka ada kesalahan bordir. Sering ga sesuai dengan perintah saya, tapi bukan masalah lah. Kan beda sedikit saja dan lagipula biasanya diterima saja oleh fihak Jakarta.”
Walaaah…beneran ini penyakit lama masih ada.
Parahnya dia berkata, “…saya yakin ini mah ada permainan pesaing. Bayangkan saja ini masalah baru muncul sekarang. Tiba tiba saja ditolak mana mau lebaran. Biasanya juga dah bertahun tahun diterima saja. Ini mah tiba tiba saja direject. Pasti ada permainan pesaing ini mah.”
Wuaduh berarti bertahun tahun dia membiarkan masalah ini membesar.
Saya ingatkan bahwa dia juga mungkin punya andil salah. Seharusnya dia disiplin dan tegas pada subkon ketika kerjaan mereka ga sesuai gambar pesanan jakarta. Sekarang pihak Jakarta nolak karena kalau kualitas produk turun pasti berpengaruh pada penjualan bisnisnya. Konsumen mereka pasti mendeteksi kekurangan itu dan ga mau beli barang yang kualitasnya ga sesuai harga.
Saya juga megingatkan, ketika penjualan menurun secara nasional tentunya akan menarik perhatian manajamen pusat. Jadi ketika mereka melakukan pengecekan dan menemukan kesalahan fatal itu wajar kalau mereka menolak produknya.
Ternyata bener dia juga mengakui kalau fihak pembeli bisnisnya makin turun secara nasional. Banyak konsumen yang komplen dan return karena kualitas yang makin turun. Tentu saja kalau dah gini manajemen pusat akan bertindak dan menolak pasokan vendor vendor seperti temen saya.
“Ya bisa jadi…Tapi saya yakin ini mah ada permainan. Kalau memang barang kita ga sesuai spek, kenapa ga ditolak dari awal. Ini mah pas mau lebaran ditolaknya.” Tukas temen saya ngotot.
Saya pun mengalah. Saya datang bukan untuk bertengkar dan berdebat. Sebagai seorang teman dan coach bisnis, saya hanya ingin membantunya menghadapi masalah. Tapi ya saya ga bisa bertindak lebih jauh.
Kalau dia yakin ga bersalah seperti yang selalu dia lakukan dari dulu ya itu pilihan dia. Kalau dia ga mau menerima fakta dia bersalah ya itu konsekuensi dia. Kalau dia memilih untuk alih alih introspeksi, malah menyalahkan orang ya itu hak dia. Toh dia sendiri yang akan menerima akibatnya.
Masalah sebesar ini saja gagal membukan matanya, ga bisa kebayang masalah apa yang akan menghadang dia di depan.
Tapi mau gimana lagi. Dia memilih untuk tidak mengakui kesalahan. Dia memilih untuk menyalahkan orang lain. Seperti biasa dia memilih berbahagia dengan menutup mata. Sayang sekali. Tapi yah sebagai teman saya tetap berkewajiban mendukungnya tetap bahagia.
Saya katakan bahwa boleh jadi dia benar karena memang saya juga menganalisa kalau marketplace Shopxx tempat konsumennya jualan diduga kuat dijadikan alat intelejen ekonomi Cina ngerusak bisnis Indonesia. Boleh jadi memang bener bisnis dia dimainin orang.
Mendengar dukungan saya wajahnya aga berseri. Dia mengangguk ngangguk bahagia kalau saya setuju semua ini bukan salahnya. Dia merasa saya setuju kalau bisnisnya dirusak orang bukan karena penyakit lama yang terus dia pelihara.
Saya pun segera pamit pulang. Yah saya ga bisa membantu lebih banyak. Itu pilihan dia. Setidaknya kalaupun bisnisnya mati, dia mati dalam keadaan bahagia karena dia merasa tidak bersalah.
#kmaa