Matt Paten: “Kekosongan Batin”

10. Kekosongan Batin

Rani, putri Armaya sudah siuman setelah melalui proses pembersihan sukma, dan tidak sadarkan diri. Rani tidak lagi benci pada lelaki. Armaya memperkenalkan Matt Paten pada Rani, dia mengajak Barnus dan Matt Paten menghampiri Rani di kamarnya.

Rani belum bisa diajak bicara, namun Armaya tetap memperkenalkannya pada Matt Paten dan Barnus,
“Rani.. ini Matt Paten, pemuda yang mengobati kamu,” ujar Armaya, “Dan ini pak Barnus teman Abah, yang membawa Matt Paten ke sini.” lanjut Armaya.

Matt Paten menghampiri Rani, sambil mengulurkan tangannya, “Ahmad.. atau Matt Paten.” ujar Matt Paten. Rani pun mengulurkan tangannya, tanpa sepatah kata pun.

Begitu juga dengan Barnus, ikut mengulurkan tangannya, “saya Barnus, sahabat Abah kamu.” jelas Barnus.

Rani hanya bisa menatap wajah Matt Paten dan Barnus, pandangannya pun kosong, tanpa ada reaksi, atau pun respon. Hanya saja Rani sudah tenang, tidak lagi suka ngamuk, atau gusar saat melihat laki-laki di hadapannya.

Matt Paten ingin memegang bagian ubun-ubun kepala Rani, dia minta izin pada Armaya,
“Boleh saya pegang kepala Rani pak?” tanya Matt Paten.

“Silahkan Matt, kan masih dalam tahapan pengobatan.” ucap Armaya. Namun, Armaya tetap kasih tahu Rani, “Rani.. Matt Paten mau pegang kepala kamu, boleh ya?” tanya Armaya.

Rani menganggukkan kepalanya, Matt Paten segera mendekat pada Rani dan memegang kepala Rani,

“Maaf ya Rani, saya pegang kepala kamu,” ujar Matt Paten sambil meletakkan telapak tangan di atas kepala Rani.

Sambil memegang kepala Rani, mulut Matt Paten komat-kamit membaca amalannya. Matt Paten menjelaskan pada Armaya, itu salah satu cara untuk memulihkan saraf otaknya, agar Rani bisa mengingat kembali apa yang pernah dialaminya.

“Ini salah satu cara untuk memulihkan ingatannya pak, agar dia bisa diajak komunikasi.” terang Matt Paten.

Rani mendengar apa yang dikatakan Matt Paten pada Armaya, namun dia belum bisa meresponnya, karena memorinya sangat lemah setelah dua tahun tidak di fungsikan.

“Besok pagi, selepas sholat subuh coba bapak ajak dia untuk bicara yang ringan-ringan saja. Bisa di tanya namanya, atau umurnya.” pinta Matt Paten.

“Kira-kira berapa lama dia bisa kembali berkomunikasi dengan normal?” tanya Armaya.
“Nanti saya akan rutin ajak dia bicara pak, sampai dia bisa mengingat kembali apa yang pernah dia alami.” ujar Matt Paten.

Selesai memegang kepala Rani, Matt Paten, Armaya, dan Barnus meninggalkan kamar Rani. Begitu baru saja mau melangkah keluar kamar, Rani memanggil nama Matt Paten,

“Matt!!.,” ujar Rani sambil melambaikan tangan. Matt Paten menoleh ke arah Rani dan melambaikan tangannya.

Di ruang tamu Matt Paten katakan pada Armaya, “Rani itu batinnya kosong pak, mungkin bapak tidak terlalu menekankan pada dia untuk menunaikan sholat lima waktu.”

“Iya.. karena dia tinggal di Ibu Kota selama 4 tahun, dan saya tidak terlalu memperhatikan hal itu.” jawab Armaya.

“Nanti kalau sudah sembuh, itu hal yang utama harus dia laksanakan, karena itu wajib bagi umat Muslim.” pesan Matt Paten.

“Semoga kamu bisa membimbing Rani Matt, ini saya amanatkan pada kamu juga, disamping kewajiban saya sebagai orang tua.”

“In Sha Allah saya akan jaga amanat bapak, dan semoga saja Allah membuka hati Rani untuk menerima pelajaran.”

Matt Paten menjelaskan pada Armaya, untuk pengobatan awal sudah selesai, dia dan pak Barnus mau pamit, dan berjanji akan rutin menemui Rani untuk melatihnya berkomunikasi.

“Jadi hari ini sudah cukup pak, saya dan pak Barnus mohon pamit dulu. Nanti saya akan bikin jadwal kunjungan saya kesini.”

“Terima kasih ya Matt, terima kasih juga pak Barnus.. alhamdulillah Tuhan sudah kasih titik terang soal kesembuhan Rani.” ujar Armaya.

Matt Paten dan Barnus meninggalkan rumah Armaya. Di dalam mobil, Matt Paten cerita pada Barnus tentang hal-hal ghaib yang di alaminya, saat mengobati Rani–putri Armaya.

“Saya pikir penyakit bapak itu adalah penyakit paling berat, yang pernah saya tangani. Ternyata penyakit putri pak Armaya jauh lebih berat.” terang Matt Paten.

“Kenapa kamu sampai bilang begitu Matt? Apa yang kamu alami tadi?” tanya Barnus.

“Itu yang kirim penyakit, orangnya sakti sekali pak. Tapi, karena dia pakai ilmu hitam, saya hampir pingsan pak. Untungnya saya ada pamungkasnya, maka tetap mudah saya kalahkan.” jawab Matt Paten.

“Tadi kamu bilang, kalau penyakit itu di kirim untuk pak Armaya, tapi karena pak Armaya tidak bisa di tembus maka lari ke putrinya, betul gitu? Apa benteng pertahanan pak Armaya?” tanya Barnus penasaran.

“Kalau pak Armaya pegangannya kiyai sepuh, yang menguasai ilmu putih. Jadi dia sudah dilindungi.”

“Kamu bisa kasih bapak perlindungan seperti pak Armaya? Apa persayaratannya?”

“Bisa aja pak.. tapi bapak harus kuat tirakat. Nanti saya akan kasih amalannya.”

Matt Paten jelaskan pada Barnus, kalau Rani anak Armaya itu batinnya sangat kosong, dia tidak menyangka kalau pak Armaya seperti itu, tapi anaknya malah tidak.

Matt Paten menyarankan pada Barnus agar anak-anaknya terus di anjurkan untuk sholat, karena sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.

“Anak-anak saya Matt Paten lah bantu membimbingnya, agar mereka punya pegangan Ibadah.” pinta Barnus.

“In Sha Allah saya akan bantu mendampingi pak, sambil saya fokus membantu anak pak Armaya.”

“Oh ya.. soal pesantren tolong kamu bantu kelola ya, cari orang yang bisa mengajar di pesantren. Kamu cukup membantu saja.” Barnus ingatkan Matt Paten.

“Pesantren itu sangat bermanfaat pak bagi desa kita, amal dari itu semua merupakan amal jariah bapak yang tidak terputus.” jelas Matt Paten.

Barnus katakan pada Matt Paten, kalau di sisa usianya sekarang ini, dia ingin banyak beramal. Dia sudah cukup dengan urusan dunia. Matt Paten sangat senang dengan apa yang di katakan Barnus, karena itulah wujud nyata dari sebuah pertaubatan.

“Memang, seusia bapak sekarang ini harus banyak beramal, untuk urusan dunia sudah selesai, tinggal pikirkan urusan akherat.” ujar Matt Paten.

“Saya kalau ingat yang waktu saya koma, dimana saya di perlihatkan bagaimana alam kubur dan alam akherat. Saya jadi sangat takut Matt.”

“Itulah salah satu hikmah dari pembersihan sukma pak. Saat sukma kita sudah bersih, batin kita pun bersih, raga kita tinggal mengikuti.”

Matt Paten minta pada Barnus jangan lagi berpaling dari Allah, karena waktunya sudah tidak ada untuk memperbaiki diri. Takutnya sebelum bertaubat, ajal sudah menjemput.

Ladang amal yang sudah Barnus siapkan, hendaknya terus di pelihara.
Barnus tidak merasa di ceramahi Matt Paten, dia malah bersyukur terus di ingatkan, karena dirinya seperti orang yang baru hijrah. Dia ingin terus memperbaiki diri, dan memperbanyak amal dengan berbuat kebaikan.

Bersambung

Tinggalkan Balasan