Menulis Tidak Perlu Wawasan

MENULIS TIDAK PERLU WAWASAN

Penulis Profesional gak usah ‘nasping’ membaca judul diatas, karena kalau mengacu pada apa yang dikatakan Kuntowijoyo, syarat dalam menulis itu ada tiga, yakni menulis, menulis dan menulis. Artinya dia tidak mensyaratkan harus punya wawasan.

Kalau awal-awal menulis sudah mensyaratkan harus punya wawasan, bisa jadi tidak ada yang berminat untuk menulis. Kecuali bagi seseorang yang sudah memilih profesi untuk jadi penulis, wawasan itu sangat penting.

Anda boleh cari dalam teori menulis apakah ada yang mensyaratkan pentingnya wawasan, saya yakin tidak ada dalam persyaratan menulis. Wawasan merupakan faktor pendukung dalam kegiatan menulis, semakin luas wawasan seorang penulis maka semakin kaya informasi yang bisa diberikan.

Kalau cuma sekadar untuk menulis memang tidak diperlukan wawasan, namanya juga cuma sekadar menulis. Namun perlu disadari bahwa menulis itu adalah kegiatan intlektual yang didasari untuk berbagi cerita, pengalaman dan pengetahuan, sehingga sangat dibutuhkan wawasan.

“Kamu mendapatkan ide dari mengkhayal. Kamu mendapatkan ide dari rasa bosan. Kamu mendapat ide setiap saat. Perbedaan penulis dengan orang biasa adalah kita sadar saat kita melakukannya.” (Neil Gaiman)

Apa yang dikatakan Neil Gaiman diatas untuk memotivasi bahwa menulis itu sangat mudah, ide menulis itu dimulai dari apa yang paling dekat dengan Anda, bahkan rasa bosan pun bisa menjadi ide tulisan. artinya ada sesuatu yang Anda alami sehingga Anda mampu untuk menuangkannya dalam tulisan.

Motivator secara umum menganjurkan untuk menulis dan memulainya dari hal yang termudah untuk dituliskan. Tidak satupun motivator yang mengatakan menulis itu harus begini harus begitu, semua cenderung mendorong agar segera menulis.

Namun memang, untuk memperlancar dan memperkaya isi tulisan diperlukan referensi dan wawasan, semakin banyak yang Anda ketahui maka akan semakin banyak yang bisa Anda sampaikan.

Kalau menurut Seno Gumira Ajidarma, aktivitas menulis itu adalah sebuah sarana untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Ketika apa yang diucapkan tidak mampu dicerna dengan baik oleh orang lain, maka lewat tulisan hal itu bisa diungkapkan.

“Menulis adalah suatu cara untuk berbicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa, suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah dimana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang.”

Untuk melakukan hal tersebut diatas tetap saja dibutuhkan pengalaman dan wawasan. Pengalaman dan wawasan tersebut bisa didapatkan dari melihat, mendengar dan membaca.

Karena untuk berkomunikasi secara tidak langsung seperti itu sangat diperlukan pengetahuan, agar apa yang disampaikan benar-benar menyentuh orang yang entah dimanapun saat membacanya.

Menulis itu mudah kalau kita mau memudahkannya, dan menjadi sulit karena kita menganggapnya sulit. Lain soal kalau yang Anda tuliskan adalah sebuah jurnal, karena sangat dibutuhkan banyak referensi, dan itu tentunya memang tidak mudah.

Untuk menulis sebuah Novel pun sangat dibutuhkan banyak wawasan. Bisa saja menulis novel tanpa wawasan, tapi novel yang Anda tulis hanya sekadar bercerita, tidak memberikan wawasan apa-apa kepada pembacanya.

Apalagi kalau menulis Opini, sangat dibutuhkan referensi, tanpa referensi apa yang Anda tuliskan bisa dianggap Cuma ‘hoaks’ dan tidak mempunyai argumentasi yang kuat. Hampir mustahil rasanya menulis tanpa wawasan, karena menulis itu pada dasarnya berbagi pengetahuan.

Ajinatha

Tinggalkan Balasan