11 Tahun di Kompasiana Dapat Mahkota

Bagi saya Kompasiana sangat berarti. Bagaimana tidak? Disaat saya cuma bisa menumpahkan berbagai pemikiran dan gagasan di Facebook, sementara Kompasiana memberikan ruang yang lebih besar bagi saya.

Itu semua terjadi di tahun 2010. Saya menemukan Kompasiana secara tidak sengaja. Kebetulan saya memang sering membuka Kompas.com, dari sinilah akhirnya saya mengenal Kompasiana. Saat itu ruang menulis terbuka lebar. Kompasiana menjadi media baru bagi netizen.

Dari tahun ke tahun, anggota terus bertambah dari seluruh penjuru Indonesia, dan pertemanan pun terus bertambah. Seakan menemukan keluarga baru untuk berinteraksi. Terlebih lagi, Kompasiana memang membuka runag interaksi bagi para anggotanya.

Berbagai tulsan mengalir begitu saja. Mulai dari tulisan politik, budaya, hukum, elonomi, juga berbagai tulisan fiksi di posting tanpa pernah berpikir nantinya terdokumentasi untuk apa. Di tahun 2012 saya mencoba melihat hasil yang sudah dituliskan.

Pada saat itu sudah tembus lebih dari 2000 artikel yang diposting, dengan berbagai kategori. Timbullah hasrat untuk mendokumentasikan berbagai artikel yang terserak. Saya tidak pernah membayangkan kalau berbagai artikel tersebut bisa disemai oleh seorang editor menjadi beberapa buku.

Itulah yang dilakukan mas Shulhan Rumaru, salah seorang editor Kompasiana saat itu, yang sering mengeditori tulisan-tulisan saya yang diposting di Kompasiana.

Seperti yang sudah pernah saya tuliskan di Kompasiana, kurang lebih 300 artikel politik tentang SBY, dan lebih 400 puisi politik siap diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul, “Membaca Politik Citra SBY” dan Antologi Puisi Politik “Bait-Bait Konstelasi.”

Namun karena situasi dan kondisinya tidak memungkinkan, sehingga rencana tersebut tidak bisa dieksekusi. Setelah mengendap selama 8 tahun, buku-buku itu baru bisa diterbitkan.

Tahun 2020 saya bergabung dengan Yayasan Pusaka Thamrin Dahlah (YPTD), sebuah yayasan penerbitan yang dinakhodai pak Thamrin Dahlah, seorang Kompasianer senior. Di YPTD inilah akhirnya buku itu berlabuh dan diterbitkan.

Sebelumnya di tahun 2019, saya menerbitkan novel pertama saya “Mata untuk Aini.” atas bantuan mbak Anis Hidayat yang juga seorang Kompasianer. Artinya, sebagai seorang penulis saya sudah mendapatkan ‘Mahkota’ seorang penulis, karena konon kabarnya, Buku merupakan mahkota seorang penulis.

Saya tidak bermaksud untuk menasbihkan diri saya seorang penulis, meskipun sudah menerbitkan buku, namun saya tetap menganggap itu sebagai sebuah pencapaian.

Setidaknya dengan menerbitkan buku, semua tulisan yang terserak di Kompasiana bisa didokumentasikan dalam buku. Tentunya jauh lebih mudah untuk membaca kembali berbagai artikel yang pernah dituliskan.

Dari dua akun saya yang ada di Kompasiana, sampai saat ini ada kurang lebih hampir 3000 artikel. Dari semua artikel tersebut sudah didokumentasikan dalam 12 buku.

Dengan demikian saya bisa dengan mudah membaca kembali berbagai artikel yang sudah dituliskan. Kadang hampir tidak percaya semua artikel tersebut penah saya tuliskan. Seperti itulah pada kenyataannya, dimana saat kita menuliskannya dengan segenap rasa dan pikiran.

Bukanlah untuk bangga-banggaan bisa menerbitkan buku, karena menerbitkan buku sekarang ini bukan lagi hal yang sulit.

Soal apakah buku yang diterbitkan bermutu atau tidak bukanlah persoalan, karena setiap tulisan itu punya takdirnya sendiri. Sebagai penulis kewajiban penulis adalah berbagi manfaat lewat tulisan.

Jangan salah, apa yang kita bagikan di Kompasiana menjadi referensi bagi orang lain. Tidak sedikit artikel yang saya tulis menjadi referensi penulis baik dalam tulisan berupa artikel, juga dalam bentuk jurnal.

Itu saya ketahui setelah melihat link terkait ke artikel yang saya posting di Kompasiana, dari tulisan yang terserak di google.

Ini memiliki nilai tersendiri dalam perjalanan menulis di Kompasiana. Ada kebanggaan tersendiri ketika apa yang dibagikan diapresiasi oleh orang lain.

Dan inilah yang didapat selama menulis di Kompasiana, disamping bisa menerbitkan buku, juga mendapatkan mahkota yang sesungguhnya bagi seorang penulis, yakni apresiasi dari pembaca, dimana tulisan yang dibagikan menjadi inspirasi bagi orang lain.

Tinggalkan Balasan