Ketika Aldo Menjadi Gajah

Sumber: blogsusanto.com

Hari Senin, guru kelas satu berhalangan masuk. Ibu Guru kelas satu sakit. Beliau meminta izin tidak bisa datang. Pada hari itu, kelas enam belajar Pendidikan Agama Islam. Pak Eko tidak ada jam mengajar. Oleh karena itu, ia masuk ke kelas satu menggantikan bu guru kelasnya yang berhalangan hadir.

“Selamat pagi, anak-anak!” sapa Pak Eko.

“Selamat pagi, Bu …!” jawab anak-anak.

“Lo, kok ibu?” tanya Pak Eko.

Anak-anak tertawa. Mereka lupa bahwa yang mengajarnya pada hari ini bukan perempuan, melainkan laki-laki.

“Lupa, Pak,” kilah Angga sambil tertawa.

“Yuk, diulangi!” ajak Pak Eko.

“Selamat pagi, Anak-anak?” kata Pak Eko memberi salam.

“Selamat pagi, Pak!” jawab anak-anak.

“Pintar! Tepuk tangan semua!” Anak-anak pun bertepuk tangan riang.

“Hari ini Ibu Dar tidak masuk. Beliau tidak masuk karena sakit. Mari kita doakan semoga Bu Dar segera sehat dan berkumpul kembali bersama kita di sekolah, ya!”

Pak Eko pun mengajak anak-anak berdoa. Selesai berdoa, Pak Eko menggambar sesuatu di papan tulis. Gambar yang ia buat sengaja tidak diselesaikan.

“Anak-anak, coba tebak gambar apa yang akan Pak Eko buat?” tanya Pak Eko.

Anak-anak segera mengenali gambar pak guru yang belum selesai.

“Gajah!” teriak Sisil.

“Iya, gajah!” teriak yang lainnya.

“Baik, Pak Guru selesaikan dulu, ya!” Guru Eko pun meneruskan lukisannya.

“Nah, bener ‘kan gajah,” gumam Rizky.

“Benar, gambar ini adalah gambar gajah. Dengarkan puisi yang akan Pak Guru bawakan, ya!” Semua anak terdiam, menunggu puisi yang akan dibawakan pak guru. Di depan kelas, Pak Eko berdeklamasi membawakan puisi berjudul “Gajah”.

Gajah

Gajah binatang yang amat besar
Matanya sipit
Telinganya lebar

Ekornya pendek
Hidungnya panjang

Kakinya tinggi dan juga besar

Guru kelas enam itu mengulangi sekali lagi. Kemudian ia meminta beberapa anak untuk membawakan puisi itu di depan kelas.

Anak-anak bertepuk tangan setiap kali temannya selesai membawakan puisinya.

“Yuk, kita keluar kelas. Kita akan bermain lari gajah. Mau?” ajak pak guru.

“Mauu …!” serentak anak-anak menjawab. Mereka pun berebut keluar kelas dan memakai sepatu masing-masing. Di kelasnya mereka melepas sepatu agar debu di sepatu tidak ikut terbawa.

Anak-anak membentuk lingkaran. Pak Guru berada di tengah lingkaran. Anak-anak kelas satu menirukan gurunya berjalan seperti gajah. Badan dibungkukkan, kedua tangan diluruskan ke bawah dan bergoyang ke kiri dan ke kanan.

“Kedua tangan kita seperti apa?” terang Pak Eko.

“Hidung, Pak!” jawab anak-anak.

“Belalai, Pak!” teriak anak-anak lainnya.

Anak-anak gembira bermain gajah berjalan. Tiba-tiba ….

“Aduh!” Tasya berteriak. Ia terjerembab jatuh di rerumputan. Rupanya si Aldo yang berjalan seperti gajah berjalan menabrak Tasya. Pak guru segera berlari menolongnya.

“Aldo, kenapa kamu menabrak Tasya?” tanya pak guru sambil berjongkok dekat Aldo dan memegang bahunya.

“Aku ingin menjadi gajah yang berlari kencang!” kilah Aldo membela diri.

Pak Guru geleng-geleng kepala.

“Sebaiknya kamu berhati-hati, Aldo. Banyak gajah yang badannya lebih kecil dari kamu. Kamu bisa mencelakakan gajah lainnya!”

Aldo pun mengangguk.

“Baik, Anak-anak. Mari kita lanjutkan permainan kita dengan lomba lari gajah. Gajah perempuan berlomba dengan gajah perempuan. Gajah laki-laki berlomba dengan gajah laki-laki. Yang menang akan mendapat bintang!” Pak Eko mengajak anak-anak berlomba.

Anak-anak pun gembira. Tasya sudah melupakan sakitnya. Aldo pun tidak berjalan ke sana kemari ketika menjadi gajah.

Musi Rawas, 10 April 2023
Salam Blogger Pembelajar,
PakDSus

#cerpenanak #KMAC-12

Tinggalkan Balasan