Novel | Seruni, Catatan Isteri Seorang Politisi #2

Fiksiana, Novel551 Dilihat

Catatan 2

Selepas menunaikan sholat subuh, sekitar pukul 04:55, ada notifikasi WhatsApp masuk di hape, aku tidak tahu dari siapa, karena unknown number. Seperti biasa, pesannya ngajak kenalan bla bla bla gitu deh, ujung-ujungnya mengajak menikah, dan mirisnya lagi-lagi mengajak poligami.

Apa memang seperti itu ya kalau jadi janda, di pandang rendah, dan dianggap mudah digoda dengan materi. Kenapa orang sampai berpikir begitu, apa karena janda jadi dianggap butuh segala-galanya. Aku cuma bisa memperbanyak istighfar, aku gak mau su’udzon sama perilaku lelaki seperti itu.

Aku memang janda, aku butuh pendamping hidup, tapi aku juga tidak mengobral diri agar bisa cepat menikah lagi. Suamiku baru saja meninggal, kok ya aku harus melupakan dia begitu saja, aku tidak akan semudah itu.

Bagiku, jodoh itu datang seperti halnya rezeki, meski perlu dicari, tapi juga tidak bisa mudah menerima yang datang dengan begitu saja.

Banyak hal yang harus aku pertimbangkan, belum tentu yang datang itu akan menjadi hak-ku, bisa saja itu bukanlah hak-ku.

Bagiku hidup biarlah mengalir seperti air, tidak ada yang harus dikejar dengan tergesa-gesa, kalau sudah saatnya, semua akan indah pada waktunya.

Aku memang mantan seorang pelacur jalanan, tapi biarlah itu cuma menjadi bagian masa lalu. Hidupku dari hari kehari, harus lebih baik.

Sekali aku bertobat, aku tidak akan mengulanginya lagi, begitulah ketaqwaan yang harus aku jalani, aku sangat yakin, tidak ada dosa yang tidak diampuni Tuhan, selain dosa antara sesama manusia.

Selepas aku sarapan pagi, mas Todhy telepon aku, dia menanyakan kesehatanku, juga tentang kehamilanku. Mas Todhy adalah tipikal lelaki yang tahu cara menghargai seorang wanita, tidak pernah sekali pun dia berusaha untuk mencari-cari kesempatan dalam kesempitan.

Mas Todhy adalah tempat aku meluapkan berbagai keluh kesah, dan orang yang selalu siap membantuku disaat sedang sudah. Itulah yang membuat aku tidak terlalu larut dalam kesedihan, aku merasa, sosok mas Grasto ada pada mas Todhy.

Hanya saja, mas Todhy lebih tegas untuk mengatakan tidak, terhadap hal-hal yang tidak disukainya.

“Runi, kamu masih dalam suasana berkabung, karena kepergian Grasto belumlah lama,”

“Tetaplah isi hari-hari kamu dengan aktif di majelis ta’lim, karena spiritualitas itu penting,” lanjutnya

“Iya mas, perhatian mas Todhy sama aku, sudah cukup membuat aku kuat untuk menghadapi hidup,”

“Saya berusaha tetap menjaga amanah Grasto Runi, makanya saya selalu memperhatikan kamu.”

Suatu saat, aku juga pernah konsultasi dengan mas Todhy, tentang test DNA anak yang sedang aku kandung. Aku ingin tahu, apakah anak yang aku kandung adalah anak mas Grasto atau kang Karta. Jawaban mas Todhy sangatlah bijak, dan menenangkan pikiran aku,

“Runi, mungkin bisa saja test DNA dilakukan saat ini, tidak harus menunggu lahir terlebih dahulu, tapi persoalannya, kalau kamu mengetahuinya sekarang, dikuatirkan setelah kamu tahu hasilnya, pikiran kamu malah terganggu, dan itu akan mempengaruhi janin yang ada di rahimmu” itulah jawabanya mas Todhy.

Selepas beres-beres rumah, aku pergi ke supermarket untuk belanja berbagai kebutuhan bulanan untuk dirumah. Pulang dari Supermarket, mobil aku di ikuti oleh seseorang yang juga mengendarai sebuah mobil sport jenis cabriolet, jadi sosok lelaki yang mengendarai mobil tersebut sangat jelas terlihat.

Saat aku memasuki portal area perumahanku, mobil tersebut berlalu begitu saja, dia tidak ikut masuk ke area perumahan.

Aku tidak terlalu memikirkan, kenapa dan mau apa orang itu mengikuti aku. Ketika siang hari, selepas masak, aku mau ambil sesuatu diteras depan, mobil tersebut melintas secara perlahan-lahan dijalanan depan rumah.

Lelaki yang mengendarai mobil itu melihat ke arahku, dia tersenyum, aku juga berusaha untuk membalas senyumnya, tapi aku cepat masuk kerumah, aku tidak ingin memperlihatkan bahwa aku merespon dengan penuh suka cita. Aku menganggap semua itu sesuatu yang misterius, dan cukup mengganggu pikiranku.

Kalau menghadapi hal-hal seperti itu, aku selalu menceritakannya pada mas Todhy, dan reaksi mas Todhy biasa aja, bahkan cenderung menganggap hal seperti itu sebagai sebuah godaan yang tidak perlu terlalu dipikirkan,

“Ya mas, tadi aku dibuntuti seorang lelaki, yang juga naik mobil, untungnya gak ada apa-apa sih,”

“Runi, biasalah yang seperti itu, karena sejak kamu pakai hijab, kamu terlihat semakin cantik, jadi wajar aja kalau banyak yang suka.” Mas Todhy memuji kecantikan aku

“Mas Todhy bisa aja, tapi aku takut lho mas, karena orang itu siangnya, melintas didepan rumah dengan mobilnya, sambil senyum melihatku,”

“Kalau dia senyum, kamu harus balas senyumnya, karena senyum kamu jadi Ibadah,” ujarnya

“Kalau dia malah jadi tambah kasmaran karena senyum aku gimana?” Tanyaku

“Ya biar aja, itukan hak dia, kalau kamu tidak memberikan respon, ntar juga dia capek sendiri.” Jawabnya

Yang seperti itu aku tidak terlalu pusing mikirnya, yang bikin pusing itu banyaknya telepon masuk dari nomor gak dikenal, juga pesan WhatsApp yang aneh-aneh.

Mungkin seperti itu ya godaan bagi seorang janda seperti aku, mentang-mentang janda, jadi dianggap kesepian, dan butuh kehangatan laki-laki, na’udzubillah minzalik, semoga aku gak seperti itu.

Aku tidak pernah merasa kesepian, disaat aku merasa seperti itu, biasanya aku curhat pada mas Grasto, dan aku menulisnya di buku Diary, aku tumpahkan semua yang ada dipikiranku, sehingga, setelah menuliskan semua itu, hatiku menjadi plong.

Kalau aku masih terus gelisah, biasanya aku langsung ambil wuduk, dan aku sholat sunnah dua raka’at, habis itu aku baca Al Qur’an, setelah itu hati aku begitu tenang. Itulah cara aku melarikan hal-hal yang negatif, kalau tiba-tiba muncul dan membuat aku gelisah.

Selepas semua aktivitas dirumah, aku tidur siang, dan bangun menjelang ashar, setelah sholat ashar, baru aku pergi ke majelis ta’lim. Di majelis banyak teman-teman buat sekadar untuk ngobrol, itu pun aku batasi, aku tidak mau terlibat dalam bergunjing.

Begitulah aktivitas dan situasi kehidupan aku sehari-sehari, setelah ditinggal mas Grasto. Jadi janda itu memang serba tidak enak, kadang dianggap rendah sama orang lain, kalau tidak bisa membawa diri, martabat sebagai wanita bisa sangat direndahkan oleh lelaki, yang cuma ingin mengumbar syahwatnya. Janda dianggap sebagai wanita gampangan dan lemah.

Tinggalkan Balasan