Seni Tersenyum Saat Merawat Orang Tua Udzur

BUKU, Gaya Hidup42 Dilihat
Ilustrasi Masa Tua (Pixabay)

Bab 1, Menangkap Keindahan Berbakti pada orang tua yang telah Udzur

Menjadi anak yang diberi kesempatan merawat orang tua hingga usia senja lalu mengantarnya menutup mata adalah anugerah.

Perjalanan menanam kasih sayang, menumbuhkan empati pada dia ketika tlah senja usia demikian penuh perjuangan. Padahal kalau mau bercermin kita nanti juga akan menua. Seperti apa masa tua kita nanti, bagi saya tergantung semai benih yang kita lakukan.

Terhadap orang tua kita, juga orang yang telah merawat atau menjadikan orang tua kita hadir di dunia. Menanam kebaikan padanya, sesuai perintah Allah dalam kalamnya.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 23-24:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS: Al-Isra ayat 23-24).

Kalau orang tua kita masih perkasa, bisa memberi kita kehidupandan penghidupan mungkin bagi kita mudah mengucapkan.
” Ya ibu aku turuti semua perkataanmu.”
Atau
“Baik ayah akan kulakukan semua yang ayah katakan.”

Tidak ada keinginan sedikitpun untuk menolak nasehat atau perkataan mereka. Sebab merekalah yang membiayai segala kebutuhan kita.

Dari lahir kita menyesap air susu ibu, diperlakukan sayang oleh ayah yang sering tergopoh segera menggendong ketika pulang kerja.

Lalu ketika masa balita, ayah dan ibu menjadi penjaga setia. Luka kecil dikhawatirkan, sakit sedikit menghebohkan. Tumpah ruah seluruh kasih sayang hanya demi melihat kita tumbuh sehat.

Tak jarang, ibu mengorbankan waktu menyelesaikan pekerjaan rumah atau malah berhenti bekerja ketika kita memasuki usia PAUD. Rela mengantar, menunggui pula bila diperbolehkan sekolah hingga pulang.

Itu bukan waktu yang sebentar, berjam-jam. Dengan alokasi yang harusnya bisa dipergunakan ibu menyelesaikan pekerjaan di rumah atau menghasilkan uang dari bekerja.

Kalaupun tidak sempat menunggui anaknya saat usia PAUD ayah atau ibu pasti rela meminta tolong orang lain untuk antar jemput dengan membayar. Sebentuk perhatian yang menunjukkan betapa cinta pada anaknya.

Yang saya lihat malah fenomena banyak anak PAUD diantar kakek atau nenek. Orangtua yang telah menyebabkan kita lahir ke dunia. Orang-orang tua itu bahu membahu merawat, menjaga, memperhatikan betul keadaan kita. Memastikan agar kita tumbuh tidak kekurangan apapun. Bukan hanya biaya pun kasih sayang juga.

Demikian pula saat kita menginjakkan kaki di bangku sekolah. Pada pijakan pertama saat SD tak jarang orang tua terlibat sangat intens membantu belajar. Apalagi saat musim pandemi covid seperti ini.

Yang uring-uringan malah orang tua ketika membantu mengerjakan tugas anaknya. Karena merasa tidak bisa.

“Doh kah cek angele tugasmu le. Ibu ini kalau diminta buka buku lagi ya wes wegah,” begitu yang pernah saya dengar dari celetukan salah satu ibu yang anaknya SD kelas 5.

Bukan hal mudah memang, apalagi mereka juga disibukkan pekerjaan rumah hingga mencari uang.

“Saya lebih baik kerja daripada ngajari anak gini,” keluh seorang ibu.

Akan tetapi, ibu atau ayah ibu itu tetap membantu tugas anaknya. Demi tidak ketinggalan pelajaran, demi nilai yang bagus, demi tetap mendapatkan ilmu walau tidak bertatap muka dengan guryu di sekolah.

Semua dilakukan untuk buah hatinya, untuk anak tercinta. Ikhlas tanpa pamrih tak ingin balasan apa-apa.

Bahkan saat anak beranjak remaja, dewasa hingga bekerja, berumah tangga , menjadi orang. Ayah atau ibu tetap tak pernah sedikitpun ada yang ingin diminta dari kepemilikan sang anak.

Cukup senyum dan bahagia atas capaian anak-anak mereka. Itu kalau anak-anak sukses, tidak kekurangan finansial dan tak ada prahara dalam kehidupan. Namun, jika anak terlibat masalah orang tua akan kepikiran juga. Hingga sering membantu, turun tangan mengulurkan bantuan,uang, harta benda hingga nyawa rela dikorbankan.

Demikiankah? Ini saya ketahui dari cerita kawan tentang pengorbanan seorang ibu. Satu ginjalnya bersedia diberikan pada anak agar sang anak yang menderita gagal ginjal tetap bisa hidup walau dengan 1 ginjal.

Belum lagi kisah heroik lain dari seorang ayah atau ibu untuk memperjuangkan kehidupan anaknya.
Dilansir dari Quipper.com 3 tahun dari tulisan ini,
Seorang ibu bernama Dibene (33) rela menukar nyawanya dengan nyawa anaknya. Kejadian itu terjadi saat kereta dorong sang anak secara tidak sengaja tersangkut di lintasan kereta api dan sebuah komuter Metrolink berkecepatan tinggi melintas dengan sangat cepat. Sang ibu, akhirnya segera menyelamatkan kereta dorong sang anak yang tersangkut, namun nahas bagi sang ibu karena tidak sempat menyelamatkan dirinya sendiri. Kisah heroik ini pastinya membuat kita berpikir untuk lebih menyayangi ibu kita lebih dari apapun, karena mereka tidak akan segan-segan untuk menyelamatkan kita bahkan dalam keadaan tersulit untuk dirinya.

Lalu kita? Sebagai anak, mari kita susun lagi puzzle kebaikan ibu atau ayah yang pernah mereka lakukan untuk kita. Sejak bayi, usia TK, menginjak SD, mengantarkan ke jenjang remaja dan SMA, hingga mungkin kuliah, bekerja dan berumah tangga.

Adakah keluh yang mereka sampaikan? Atau imbalan yang mereka minta atas pengeluaran finansial dan pengorbanan tetes darah keringat untuk anaknya?

Saya yakin jawaban mayoritas adalah TIDAK. Bahkan, kesakitan anak adalah lara pilu orang tua. Tak syak berkorban apa saja untuk anaknya.

Maka, menjadi keharusan bagi anak untuk berbakti pada ayah atau ibu yang telah mengupayakan kehidupan kita tetap baik-baik saja. Bukan hanya saat mereka sehat atau perkasa, namun juga saat mereka udzur, menua digerus usia.

Inilah jihad itu bagi anak. Bukan hanya laga pertempuran yang menjadikan syahid di mata Allah, namun mengabdikan diri membelai orang tua uzur juga menjadi sebenar-benar jihad. Seni yang kadang anak-anak jaman sekarang melupakan. Menganggap orang tua sepuh barang rongsokan. Padahal jika mata hati kita ikut terlibat merawat, disitulah akan ditemukan keindahan.

Tinggalkan Balasan

2 komentar