Coretan Tanpa Bekas

Gumam Mas Nyentrik

Oleh: Arfianto Wisnugroho

 

Semua ini terkait seorang pemuda, sebut saja namanya “Mas Nyentrik,” yang senang berkelana dengan pikirannya. Ia membatin segala yang dirasakan dan dilihat hampir setiap ada kesempatan. Bukan karena memiliki hobi nggrundel, pencaci, pencemooh atau mendendam pada suatu hal. Justru ia sangat menerima segalanya dengan sangat ikhlas, meskipun terkadang keadaan memaksanya untuk bersikap demikian. Atau karena pada saat tertentu ia sependapat bahwa “Diam itu emas.” Beberapa waktu lalu ia juga mendapat ilham dari sebuah video yang sesuai dengan pikirannya selama ini bahwa semua orang itu sebenarnya suka bicara. Jika seseorang diam saat dalam suatu kelompok atau komunitas, ada kemungkinan orang tersebut tidak se-frekuensi dengan mereka. Persis seperti yang dirasakan mas Nyentrik, meskipun ia sebenarnya ingin bicara. Namun kekuatan menahan untuk bicara dari dalam dalam dirinya lebih besar. Sehingga berdiam dengan sengaja menjadi salah satu pilihan. 

“Ya… paling tidak menikmati suasana”, gumam mas Nyentrik suatu ketika.

Mungkin saat ini masyarakat kita sedang tidak dalam keadaan sangat baik ketika berada dalam perbincangan. Dimana ketika seseorang bicara, orang disekitarnya tidak lagi mendengar dengan seksama, menyimak, dan berkomentar saat dipersilahkan. Hal demikian ditemukan mas Nyentrik dalam berbagai kegiatan. Saat tanya jawab dalam suatu seminar, beberapa orang terlihat begitu antusias untuk didengar. Orang tersebut dengan jelas memaksakan pemikirannya untuk diterima semua orang.

Menyela pembicaraan orang lain terlihat biasa dilakukan. Bahkan pembicara harus menguatkan kembali apa yang telah disampaikan dengan berbagai argument karena seseorang menyangkalnya. Untung pembicara merupakan orang-orang bijak yang siap menerima perbedaan. Meski diserang berbagai opini yang bertolak belakang dengan pemikirannya, pembicara tetap tenang dan menanggapi secara profesional. Suasana demikian membuat mas Nyentrik mengurungkan diri untuk terlibat pada sesi tersebut. Mengingat waktu untuk diskusi dan sharing juga hampir habis. Tentu saja kejadian senada juga terjadi di beberapa acara lain seperti talkshow, podcast, workshop, dan sebagainya. 

Jika diberikan waktu khusus kepada mas Nyentrik untuk berbicara, mungkin ia tidak lagi menyampaikan pendapatnya pada tema pembicaraan sebelumnya. Ia akan lebih fokus pada sikap seseorang yang pintar tapi arogan. Memang menyampaikan suatu informasi yang notabene pendapat pribadi dengan lebih santun memerlukan keahlian. Seperti yang kita ketahui, tidak semua orang memiliki keahlian tersebut. Namun apakah selama ini seseorang tidak belajar dari kegiatan setiap harinya? Terlebih orang yang vocal, pasti sering bicara di depan banyak orang. Apakah tidak pernah terpikir kalau setiap ucapannya dapat memberikan luka pada orang lain? 

“Yah… mungkin aku juga belum bisa santun dalam menyampaikan pendapat,” ucap mas Nyentrik dalam hati.

Seandainya mampu, mas Nyentrik akan memberikan pertanyaan kepada setiap orang yang ditemui terkait masa kecil mereka. Menurut mas Nyentrik, ada kemungkinan sebagian orang yang terlalu arogan dan mau menang sendiri sudah biasa dilakukan sejak usia dini. Maka perlu memberikan batasan pada anak tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Seperti meminta anak untuk sabar ketika meminta sesuatu.  Dalam kondisi tertentu orang tua dapat melakukan semacam ujian pada anak dengan sengaja sedikit memperlambat dalam memenuhi keinginan anak.

Pada keadaan ini orang tua akan mengetahui seberapa besar tingkat kesabaran anak. Semakin besar kesabaran anak, semakin kecil kemungkinan anak menjadi orang yang arogan kedepannya. Namun banyak orang tua yang kurang paham akan hal ini. Mereka lebih sering memberikan apa yang diinginkan anak tanpa syarat, secepat mereka bisa. Orang tua seperti mereka memiliki semboyan “Yang penting anak senang, kita orang tua juga senang.” Orang tua yang demikian selalu berusaha memenuhi kebutuhan anak dengan cara tersebut tanpa memikirkan efek jangka panjang. Mereka tidak sadar bahwa anak akan selalu terbiasa kecukupan tanpa tahu proses bagaimana semua didapatkan. Maka tidak jarang kita temui anak seorang penegak hukum yang terbiasa berbuat sesuka hati secara terang-terangan. Anehnya orang tua merasa semua yang dilakukan anaknya adalah hal yang wajar, tutur mas Nyentrik.

“Lho.. kok aku ngelantur ya.” ucap mas Nyentrik secara tiba-tiba.

Mas Nyentrik tersadar kalau ia sedang berada dalam sebuah kegiatan luar biasa. Suatu kegiatan yang membahas tentang bagaimana orang tua memberikan pendidikan kepada anak. Tujuannya adalah agar anak-anak memperoleh berbagai proses pendidikan yang dapat mengantarkan mereka menjadi pribadi kuat, peduli, pantang menyerah, toleran, menghargai, dan banyak hal positif yang harus dimiliki anak. Namun ada hal yang mengganjal pada pada kegiatan yang berlangsung tersebut. Ternyata sedari tadi ia tidak sedang bermimpi. Kalau di ruangan itu benar-benar terjadi suatu peristiwa dimana orang-orang saling menyerang dengan kata-kata hebat mereka masing-masing. Berusaha mempertahankan kebenaran pendapat sendiri. Pendapat terkait masa kecil pada anak yang haruslah istimewa sehingga mereka menjadi luar biasa. 

Mas Nyentrik senyum-senyum, ternyata yang menjadi istimewa pada dirinya adalah ia sagat betah dapat berada pada situasi yang sedemikian rupa. Dapat menikmati berbagai suara  dengan mata tertutup sambil menyedot sedikit air mineral dengan pipet sambil bergumam, “Dunia ini luar biasa.”

Tinggalkan Balasan

2 komentar