Kisah Ibu Kitu Mendapat Pengobatan

Coretan Tanpa Bekas

Kisah Ibu Kitu Mendapat Pengobatan

Oleh: Arfianto Wisnugroho

 

Ibu Kitu sudah terlalu sepuh untuk berurusan dengan administrasi. Beliau lebih senang melakukan hal yang sudah menjadi kebiasaan saja. Jika menyangkut hal baru, beliau harus membawa salah satu anaknya untuk menjadi wali. Meski demikian, dalam hal berjalan Ibu Kitu cukup bisa diandalkan. Hampir setiap hari perjalanan yang membutuhkan banyak tenaga beliau lakukan.  Bahkan beliau biasa berjalan dalam jangka waktu lebih dari satu jam tanpa henti. Itu biasa beliau lakukan saat mencari bahan pokok dagangannya. Tentu saja yang demikian terjadi jika badan dalam keadaan sehat. Tetapi untuk saat ini beliau sedang tidak baik-baik saja. Beberapa waktu lalu badannya lemas, penuh keringat dingin dan tidak memiliki nafsu makan. Sehingga berat badannya turun drastis, yakni dari 46 kg menjadi 38 kg. Saat malam datang beliau mengalami batuk serta sesak nafas yang menyebabkan rasa sakit di dada.

Dalam keadaan demikian beliau harus ke Rumah sakit untuk berobat. Beruntung jarak rumah sakit tidak begitu jauh sehingga masih bisa berangkat seorang diri. Terlebih karena sudah sering cek kesehatan di sana membuat kegiatan tersebut adalah sesuatu yang mudah. Hari itu setelah dokter memeriksa kesehatannya, pihak rumah sakit memberikan informasi sakit yang sedang beliau derita. Pihak rumah sakit mendiagnosa bahwa beliau memiliki paling tidak tiga penyakit saat itu. Hanya saja ada hal yang pihak rumah sakit belum berani memastikan. Oleh sebab itu pihak rumah sakit memberikan rujukan ke rumah sakit yang mungkin dapat menangani masalah beliau. Selain itu pihak rumah sakit memiliki alasan lain terkait obat yang tidak tersedia untuk penyakit tersebut. Akhirnya petugas memberikan surat rujukan beserta informasi nomor pada rumah sakit tersebut.

Sesampainya di rumah, ibu Kitu meminta salah satu anaknya menghubungi nomor tersebut, bermaksud mengkonfirmasi atas rujukan dari rumah sakit sebelumnya. Petugas rumah sakit yang dituju mengatakan bahwa tujuan rumah sakit dari surat rujukan tidak sesuai. Rumah sakit pada surat rujukan menunjukan tempat lain yang beliau belum pernah kesana. Untuk itu ibu tersebut harus berangkat kerumah sakit sesuai pada surat rujukan. Pada hari berikutnya ibu itu berangkat bersama salah satu anak beliau ke rumah sakit sesuai surat rujukan. Mereka berangkat pada pukul 6 pagi dengan supaya mendapat nomor urut lebih awal. Namun apa boleh dikata, meski sudah berusaha sepagi mungkin mereka tidak mendapat nomor awal. Meski sudah mendapat urut ke 26, pendaftaran masih belum dimulai. Mereka masih harus menunggu petugas pada hari itu. Setelah petugas mempersiapkan semuanya pemanggilan pendaftaran baru dimulai.

“Yah, 26 mungkin angka keberuntungan!” Ucap anak Ibu Kitu.

Setelah menunggu sekitar dua jam, ibu itu dipanggil petugas pendaftaran. Setelah semua urusan di pendaftaran selesai, mereka melangkah menuju poli. Di poli tersebutlah rasa mereka harus berjuang dengan waktu dan panas. Setelah petugas poli mengkonfirmasi semua berkas, mereka menunggu dokter selama dua jam. Selain itu mereka juga harus menunggu antrian ke 26 agar Ibu Kitu dapat diperiksa. Sungguh penantian yang lumayan membuat ibu tersebut tidak kuat. Apalagi cuaca siang itu lumayan panas, ruang tunggu tersebut membuat kepala berdenyut. Mau bagaimana lagi, mereka harus tetap menunggu sesuai nomor antrian. 

Setelah menunggu sekitar tiga jam di poli, petugas memanggil ibu itu. Dengan sedikit sempoyongan ibu itu masuk ke ruang poli. Di dalam ruang telah ada seorang dokter dan beberapa petugas yang siap melayani. Namun tidak hanya mereka, ternyata di dalam ruang poli masih ada antrian periksa sekitar tiga orang. Ibu itu masih semangat, meski badan sudah tambah letih. Akhirnya tiba saat dimana dokter memeriksa ibu itu. Meski menunggu lama, ibu itu puas dengan dokter yang memeriksanya. Hanya saja ada hal yang mengganjal. Petugas menyampaikan bahwa Ibu Kitu tidak dapat dirawat di rumah sakit tersebut. Hal itu karena mereka tidak mendapatkan data Ibu Kitu dari rumah sakit sebelumnya. Tidak tahu apa yang terjadi, mengapa data tersebut tidak dikirimkan rumah sakit sebelumnya ke rumah sakit tujuan. Sehingga rumah sakit memberikan rujukan kembali Ibu Kitu ke puskesmas dimana ia biasa berobat. 

“Kalau tahu seperti ini, mengapa harus kesana-kemari!” Gumam anak Ibu Kitu sambil mencari tahu dimana letak kelalaian yang membawa mereka harus menjalani hari melelahkan tersebut. Setelah memikirkan dengan cermat, ternyata surat rujukan yang tidak sesuai penyebabnya. Selain itu petugas dari rumah sakit sebelumnya yang salah memberikan nomor telepon.

Demikian cerita Ibu Kitu untuk mendapatkan pengobatan. Harus melalui banyak birokrasi yang terkadang kurang jelas. Memang hal tersebut adalah keharusan, bahwa setiap pasien harus melewati berbagai proses untuk mendapatkan pengobatan. Namun bukankah lebih baik jika setiap petugas juga harus cermat terkait tugas mereka. 

“Yah, paling tidak malah dapat tempat berobat yang dekat. Puskesmas lebih dekat, daripada ke rumah sakit yang kalau tidak ada kesalahan petugas tetap jaraknya lumayan jauh!” Ucap mas Nyentrik pada anak Ibu itu suatu ketika.

Tinggalkan Balasan