Sudah sering kukatakan pada waktu
Agar kakiku tak lagi menginjak halaman rumahmu
Takkan lagi menikmati hijau rumput di sana, pagi maupun senja hari
Atau sekedar melongokkan kepala di jendela yang sedikit terbuka
Hanya untuk melihatmu sedang menekuri kertas-kertas penuh coretan-coretan
Takkan lagi
Aku juga berjanji pada hari
Tak akan menikmati bunga liar yang bermekaran indah di halamanmu
Kurasa sudah tak perlu
Hari ini aku melewati rumahmu,
terlihat pak pos membawa setumpuk surat dan beberapa paket
Kau keluar sejenak hanya mengambil benda-benda itu lalu masuk lagi tanpa menoleh ke sekitarmu
Walau pintu pagar terbuka, aku tak ingin lagi masuk ke halaman rumahmu
Ayunan dan pohon oak hanya kisah kenangan kemarin
Ketika kita masih bisa bercanda dan bertegur sapa
Diary dan pena masih ada dalam tasku yang selalu kubawa kemana kaki melangkah
Tapi kubiarkan saja kosong
Hanya tertulis selarik kata sejak kubeli setahun lalu
Bagiku itu adalah awal sekaligus akhir saat aku belajar menulis
Tak terasa berapa lama aku berdiri di luar pagar rumahmu
Sebulir titik air meleleh diantara rambut dan daun telinga menyadarkanku matahari mulai condong ke Barat
Arakan mendung mulai menggelayut
Walau badai menerpa, pintu itu takkan terbuka dan takkan menyembul sebuah wajah dengan senyuman atau lambaian tangan seperti dulu
Takkan ada sapa,
“Hai, sini masuk”!
Berlalu adalah pilihanku, sebelum senja benar-benar hilang bersama rinai hujan
Takkan meruntun waktumu
Hanya memastikan bahwa diriku akan baik-baik saja tanpamu
Mungkin di depan sana akan kutemukan halaman rumah lain dengan rumput dan bunga bermekaran
Serta senyum sapa yang indah dari seseorang yang berteriak,
“Hai, masuklah!”
Entahlah.
Ditulis November tahun lalu, 02.2020
Puisi ke 17 KMAA
Terbit di Kompasiana dengan diedit beberapa kata
Aku akan masuk ya Mba
heheh hayuukk mbak Ester, kita ngopi bersama