Kelor adalah tanaman khas sekaligus sayur utama suku Kaili. Begitu melekat energi tanaman yang tumbuh selalu menjulang ini dalam kehidupan masyarakatnya.
Tanaman kelor tetap tumbuh subur dalam segala cuaca. Kelor tetap tumbuh subur dan tidak membutuhkan pupuk atau pestisida untuk tetap hidup meski dalam cuaca yang sangat panas. Dengan demikian, tanaman ini steril dari bahan kimia. Aman.
Ada kalimat yang sering penulis dengar “kalau sudah makan kelor maka tidak akan bisa kembali ke kampung halaman”. Ini ditujukan untuk para pendatang di kota Palu.
Artinya mereka ( para perantau/pendatang) tidak akan pernah lupa kota Palu dan selalu berhasrat untuk kembali lagi kalau sudah pernah makan kelornya orang Kaili.
Namun sudah jadi kebiasaan sejak dahulu kala, “bila ada orang meninggal sebaiknya jangan masak sayur kelor”. Alasannya mungkin karena pada sebagian masyarakat, kelor biasanya digunakan untuk menggosok jenazah guna menghilangkan ilmu tertentu yang ada pada dirinya.
Larangan lainnya adalah “jangan menggunakan ranting atau rangka daun kelor untuk memukul” karena akan menimbulkan rasa perih yang cukup lama (nasilala dalam bahasa Kaili).
Sebagai anak yang patuh tentunya pantangan orang tua tersebut harus diikuti bila tidak ingin celaka (nasilaka).
Di tanah Kaili aslinya kelor adalah jenis tanaman yang dibuat sayur santan dengan cita rasa yang agak pedas. Hidangan ini dilengkapi dengan nasi jagung dan duo sole ( ikan teri goreng yang disaus dengan lombok/cabe, bawang merah dan tomat) atau juga palumara (ikan berkuah kunyit dengan campuran asam jawa yang agak kental). Ini adalah hidangan komplete ala orang Kaili.
Dalam perkembangannya, terutama dalam penelitian, kelor dikatakan sebagai tanaman ajaib atau miracle plant. Kandungan manfaat yang begitu banyak membuat kelor menjadi tanaman kesehatan.
Tapi belum semua masyarakat umum mengkonsumsi kelor dengan mudah. Mungkin karena konon katanya kelor bisa melunturkan ilmu ilmu tertentu yang ada dalam diri seseorang.
Dalam dunia kesehatan, kelor digolongkan sebagai salah satu jenis tanaman obat. Para ahli meramu kelor dalam bentuk yang beragam agar masyarakat bisa mengkonsumsinya dengan mudah. Misalnya makanan ringan (rempeyek kelor) minuman kesehatan (saraba dan jus kelor). Pokoknya made in kelor. Kelor dari tanah Kaili bukan dari Bali.
Menurut penelitian bahwa kelor mengandung vitamin C yang sangat tinggi. Untuk menetralisir gula darah, boleh menggunakan kelor sebagai sayur harian. Sehingga sangat cocok untuk penderita diabetes.
Bahkan untuk mereka yang terpapar virus Corona juga sangat dianjurkan konsumsi kelor sebagai sayur terutama yang berkuah. Sehingga dalam perkembangannya, saat ini kelor sering dibuat sayur bening dengan campuran terong atau jagung sesuai selera.
Pada dasarnya kelor bisa hidup dimana saja baik di daerah dingin atau daerah panas. Kondisi iklim membuat tumbuhan kelor yang hidup di Tanah Kaili daunnya kecil dan tipis. Sedangkan kelor yang hidup di beberapa daerah lain daunnya lebar dan tebal.
Terjadi perbedaan rasa antara kelor dengan iklim yang berbeda yakni ‘rasa pahit’. Kelor di daerah dingin yang daunnya tebal cenderung terasa pahit bila dimasak apalagi dalam suhu tinggi. Sedangkan kelor yang berdaun tipis dan kecil tidak terasa pahit bila cara memasaknya tidak terlalu lama.
Intinya bila dimasak dalam suhu yang terlalu panas dan ditutup, zat hijau daun kelor akan keluar sehingga menimbulkan rasa pahit. Sebaiknya bila selesai memasak kelor jangan ditutup. Harus dibiarkan terbuka hingga dingin.
Itulah kisah kelor tanah Kaili yang membuat para perantau katanya tidak akan pernah lupa kota Palu. Bila ingin membuktikan, hayuk mari berwisata kuliner di kota Palu sekaligus menikmati view three in one (gunung, pantai, dan laut) terutama di malam hari. Semoga bermanfaat.
Wasallam.