“Pakabelo Reza! mosumboli ngena kita,” teriak Fari panik sambil tertawa kecil. “Masya Allah! nadoyo ranga iko Reza,” lanjut Rival. “Astagafirullah Reza! hampir mati kita kau bikin,” ujar Fari lagi. Reza tersenyum biasa saja melihat reaksi kedua temannya itu.
Bagaimana tidak mereka jadi kacau tidak karuan seperti itu. Reza berdiri mendadak di tepi perahu kecil itu. Rival dan Fari saat itu sementara konsentrasi mendayung. Kontan saja perahu oleng dan hampir hilang keseimbangan. Untung saja keadaan masih bisa dikendalikan sehingga perahu tidak sampai terbalik.
Siang menjelang sore, tiga bocah sahabat itu diam – diam menaiki perahu ayah Reza yang selalu ditambatkan di tepi sungai. Sebenarnya perahu ini hanya digunakan untuk alat transportasi penyebrangan dari sungai barat ke timur dan juga sebaliknya. Siang itu kebetulan saja ayah Reza yang tinggal di tepi sungai bagian timur punya urusan di daerah barat yang memakan waktu agak lama.
Kesempatan itu tidak disia – siakan oleh anak – anak ini. Atas ajakan Reza, mereka bertiga mencoba menaiki perahu ke arah sungai timur lalu balik lagi. Mereka mendayung secara bergantian. Kalau masalah naik perahu tanpa macam – macam, mungkin tidak masalah. Yang meresahkan para orang tua adalah kelakuan mereka di atas perahu. Ada yang berdiri, berteriak sambil joged. Tiga bocah di dalam sungai dan tidak semua pandai berenang. Yang pandai berenang hanya Reza. Sedangkan Rival dan Fari tidak bisa berenang sama sekali. Wow apa yang akan terjadi jika perahu itu sampai terbalik?
Mana pula, di sungai itu ada bagian – bagian tertentu yang alirannya deras dan dalam. Kalau tidak mahir, bisa bahaya. Kehadiran buaya pada saat yang tidak bisa diperkirakan turut menambah kecemasan orang tua. Dasar anak – anak ini! Mereka menjadikan perahu sebagai ajang bermain seperti di darat. Menyeberang berulang kali tanpa lelah di sore itu. Semoga ayah Reza tidak melihat kelakuan mereka tadi.
Sekitar jam lima sore mereka beristirahat di tepi sungai sambil makan jagung bakar yang dijual di warung tante Patoma. Jagung belum habis mereka makan, ketika ayah Reza tiba – tiba datang. “Kamu main – main perahu memang tadi ini, kan?” Ayah Reza menginterogasi mereka tanpa kedip. Rival dan Fari tertunduk, tidak berani menatap mata ayah Reza. “Ini ketahuan bohongnya, ditanya semua hanya diam” Ayah Reza menatap mereka satu persatu.
“Naik – naik perahu tadi anak – anak ini,” Tante Patoma datang membawa jagung bakar untuk mereka. “Astaga! tante Patoma buka kartu lagi. Aduh sudah ketahuan kalau kita berbohong ini,” pikir Reza dan kedua temannya. Namun, mereka bertiga hanya diam sambil tersenyum kecut.
Tidak lama kemudian, Reza diajak ayahnya pulang karena hari sudah menjelang Magrib. “Ayo Reza pulang kita, sudah sore sekali ini,” ajak ayahnya pada Reza yang masih menghabiskan gigitan jagung bakarnya. “Ini Rival dan Fari juga, sebentar om lapor sama papamu nanti kalau kamu main – main perahu di sungai. Kalau kamu jatuh dan hanyut bagaimana? Baru kamu mungkin tidak tahu berenang. Aduh bahaya itu eh!” Fari dan Rival semakin tertunduk mendengar omelan ayah Reza sore itu.
Suara mengaji dari mesjd di seberang sungai menyuruh mereka segera pulang karena sebentar lagi waktu Magrib akan tiba.
Keterangan:
Pakabelo Reza! mosumboli ngena kita (Hati – hati Reza nanti kita terbalik)
nadoyo (nakal;nekat;asal)
ranga (Kasihan – kata sandang)
Salam Literasi
Astuti, S.Pd, M.Pd.
SMPN 14 Palu Sulawesi Tengah.