Zaman ngeprank. Momen yang sering dijadikan untuk ngeprank adalah ulang tahun, maka anak-anak SD itu berencana buat kejutan untuk guru kelasnya. Yah, namanya masih usia semuda itu, kelas mereka jadi ribut, hingga terdengar ke kelas sebelah.
Dilarang sebentar, maka sebentar itu juga kembali ribut, maka terjadilah hal yang tidak diinginkan. Mereka dihukum dengan cara yang kurang pantas.
Niat hati ingin ngeprank guru kelas, ternyata mereka sendiri yang kena prank, makan sampah. Mengapa bisa terjadi? sampai detik ini, saya juga tidak paham, apa yang mendasari bentuk hukuman tersebut. Pendapat ini dari sudut pandang pribadi, tidak mengatas namakan pihak manapun.
Pantaskah hukuman tersebut diberikan, gegara ribut di kelas?.
Anda pasti pernah dihukum guru (kalau tidak pernah, artinya anda tidak mengalami sensasi dihukum guru), saya juga pernah dihukum.
Ketika SD saya tidak mengerjakan PR, maka disuruh berdiri didepan kelas, mengangkat sebelah kaki, dan kaki sebelahnya ditaruh persis diatas lutut kiri. Mengeluh? oh tidak, malu dong mengeluh. Namun sedikitpun saya tidak pernah membenci guru yang menghukum tersebut.
Didiklah anakmu sesuai zamannya, demikian sabda Nabi. Maka berlaku juga bagi anak didik. Dua puluh tahun yang lalu, cara saya mengajar tentulah sangat berbeda dengan sekarang ini.
Jika pada tahun 2000-an, siswa saya tidak boleh menyela ketika sedang mengajar, maka kini siswa saya beri kesempatan untuk raise hand.
Turunkan ego kita yuk para guru. Anak didik kita butuh ‘dimanusiakan’. Saya pastikan, anda juga tidak akan berterimakasih pada sosok yang menghukum anak didiknya dengan cara ‘makan sampah’. Masih mending makan hati ayam, hati kambing, bahkan hati lembu. Salam literasi dari bumi Kualuh, basimlul kuat babontuk elok.