Oleh: Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM
Sebagian orang tentu pernah mengalami, tiba-tiba nggak punya ide manakala diminta menulis. Untuk menghibur mereka-mereka ini, sebagian sahabat ada yang berujar demikian, “Nulis itu nggak perlu ide kok. Kalau mau menulis ya nulis aja!” tegas mereka sembari tersenyum ringan.
Apa memang benar bahwa menulis itu tidak memerlukan ide? Apakah realistis jika kita ingin membeli sesuatu di sebuah toko, kita tidak memerlukan uang untuk membayar sejumlah harga atas barang yang kita inginkan tersebut?
Tentu kita semua sudah tahu jawaban pastinya. Jika ingin membeli barang di toko, ya wajib membawa uang, titik! Andai kita tidak membawa uang, tentu si pemilik toko tidak akan memberikan izin kepada kita untuk membawa pulang barang dagangannya dengan cuma-cuma. Benar, bukan?
Maka analogi yang sama juga bisa kita terapkan dalam dunia kepenulisan. Jika kita tidak mempunyai ide, tentu tidak mungkin kita akan menghasilkan sebuah tulisan, titik! Bila ada orang yang berpendapat bahwa ide bukan segalanya dalam aktivitas menulis; tentu kita patut mengajukan pertanyaan kepada mereka-mereka ini: “Memangnya yang kita tuliskan itu bukan ide namanya?”
Sampai di sini para pembaca akan memahami bahwa ide adalah sesuatu yang harus kita sediakan sebelum kita melakukan kegiatan menulis. Menulis tanpa ide ibarat berperang tanpa senjata. Menulis tanpa ide juga bisa diibaratkan seperti memancing tanpa umpan dan kail, lalu hasilnya apa?
Berbicara masalah ide; tentu bisa menjadi sesuatu yang mudah, namun justru akan menjadi sesuatu yang menyusahkan bagi sebagian orang. Sehingga kemudian muncul kejadian dimana kita merasa tidak mempunyai ide ketika diminta menulis.
Jika direnungkan kembali, sebenarnya yang dinamakan ide itu sederhana saja. Tidak perlu jauh-jauh ke bulan untuk memetik ide yang kita inginkan. Pun kita tidak usah dalam-dalam menyelam ke Samudera Pasifik bila ingin mendapatkan ide untuk menulis. Cukup duduk dengan tenang di atas kursi kita masing-masing, seduhlah teh atau kopi sesuai dengan selera masing-masing, hidangkan pisang goreng atau makanan kecil yang kita sukai, dan ide itu pun akan hadir dengan sendirinya!
Saya yakin bahwa di antara pembaca tulisan ini akan mengatakan bahwa apa yang saya sampaikan tidak masuk akal atau hanya bualan semata! Apa benar tidak masuk akal dan hanya bualan semata? Di mana tidak masuk akalnya dan di mana unsur membualnya?
Apa yang saya ungkapkan di atas adalah sungguh pengalaman nyata yang saya alami ketika saya hendak menulis. Mungkin di antara Anda ada yang melontarkan pertanyaan selanjutnya kepada saya, “Mengapa cukup duduk santai, minum teh atau kopi, ditemani pisang goreng atau makanan kecil kesayangan? Apakah ada jaminan bahwa kita akan memperoleh ide yang kita harapkan?”
Pertama-tama perlu saya sampaikan tentang ide yang sebenarnya bisa kita temukan di mana saja dan kapan saja, atau dengan setiap orang yang kita temui, ide pun akan dengan mudah kita raup tak terbatas adanya! Justru yang sebenarnya dialami oleh banyak orang yang merasa kesulitan menemukan ide adalah suatu kondisi dimana pikiran mereka “terkungkung” oleh pendapat bahwa ide harus ditemukan di suatu tempat atau ide harus didapatkan pada waktu tertentu.
Kedua, ide bisa berupa apa yang kita pikirkan saat itu, apa yang sedang mengganggu pikiran kita, apa yang sedang meledak-ledak dalam emosi kita, apa yang sedang menerpa diri kita, apa yang sedang kita lihat di suatu ketika, dan seterusnya. Ya, sesederhana itu memang yang namanya ide!
Ketiga, ide sifatnya mudah hilang, menguap, dan terhapus dari memori kita. Maka dari itu untuk menjaganya kita dapat membiasakan diri untuk mencatat setiap ide yang berkelebat di pikiran kita. Catat dan catat saja, selanjutnya ide yang sudah berhasil kita dokumentasikan dapat kita olah lebih lanjut untuk menjadi sebuah tulisan; bahkan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sebuah buku atau buku berseri yang dapat diterbitkan secara kontinyu dan berkelanjutan.
Keempat, jika seseorang merindukan mendapatkan “ide asli”, maka dia akan mudah menjadi kecewa dan berputus asa. Karena dari semua tulisan yang sudah ada sebenarnya adalah interpretasi atau pengungkapan berbagai ide yang sudah pernah dibahas oleh para penulis sebelumnya. Yang membedakan hanyalah cara untuk mengungkapkan ide yang sama itu menjadi tulisan atau artikel yang berbeda di hadapan pembaca. Tentu alasan sederhananya adalah supaya kita tidak mendapatkan label sebagai plagiator atau penjiplak ulung!
Kelima, yang jelas dan pasti, ide bisa menjadi sesuatu yang sangat-sangat sederhana dan berada di sekitar kita. Misalnya saja, “secangkir kopi tanpa gula”. Ya, secangkir kopi tanpa gula jika kita bahas dan ulas sedemikian rupa akan menjadi bacaan bernas dan menarik bagi para pembaca tulisan kita.
Sampai di sini, masihkah Anda tidak percaya bahwa untuk mendapatkan ide kita cukup duduk dengan tenang di atas kursi kita masing-masing, sembari menikmati seduhan teh atau kopi hangat, ditemani sepiring kecil pisang goreng atau kudapan yang menggugah selera, dan ide itu pun akan hadir dengan sendirinya…
Banjarmasin, 4 Februari 2021