Suaka Margakata
3R Kelola Kata Arkais
Oleh: Erry Yulia Siahaan
Sumber: https://www.freepik.com/free-vector/
Seringkali suatu barang disingkirkan karena yang baru telah datang. Barang lama itu bisa disimpan, dibuang, atau diloakkan. Kondisinya belum tentu rusak atau usang. Bisa jadi karena si pemilik sudah bosan atau ingin mengikuti tren zaman. Suatu saat barang-barang yang disingkirkan itu kelak muncul dengan nilai tinggi karena dianggap unik, antik, dan klasik. Unik, karena menjadi berbeda dengan benda-benda semacamnya. Antik, karena kuno tetapi bernilai seni tinggi. Klasik karena memiliki nilai atau mutu yang diakui, bahkan menjadi tolok ukur kesempurnaan yang tinggi untuk benda semacamnya.
Hal serupa dialami oleh kata-kata arkais, yakni kata-kata yang dianggap kuno, sudah tidak dipakai. Kata-kata ini bukan berarti rusak atau usang saat ditinggalkan, tetapi mungkin karena kata-kata baru dengan makna serupa sudah bermunculan dan memberi pilihan. Bahasa memang sesuatu yang dinamis. Bahasa akan mengalami perkembangan. Istilah baru bermunculan dan tanpa terasa menggeser istilah-istilah yang telah lebih dulu ada.
Bahwa kata-kata itu kemudian suatu saat muncul dan bernilai tinggi, itu cukup bisa dibuktikan. Kita menyaksikan sejumlah karya sastra modern yang mengandung kata-kata pasif, arkais, dan klasik yang bernilai tinggi. Kita bisa saja berargumentasi tentang hal-hal algoritmik ini: Kata-kata itu menjadi cantik dan bernilai karena pengarangnya sudah lebih dulu tenar. Atau, kata-kata itu yang menjadikan pengarangnya tenar. Atau, kombinasi keduanya.
Yang jelas, Bahasa Indonesia cukup banyak menyimpan kosakata pasif, arkais, dan klasik yang masih bisa (dan idealnya mesti diusahakan untuk bisa) muncul lagi untuk memperkaya alam literasi di Tanah Air. Caranya, dengan menerapkan 3R, yaitu reuse, recycle, dan repurpose untuk kosakata tersebut agar bisa bertemu kembali dengan eksistensinya.
3R
Kita sering mendengar istilah reuse dan recycle dalam konteks pengelolaan sampah secara terpadu. Konsep lengkapnya mencakup 3R, yaitu mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse) dan mendaur ulang sampah (recycle), di mana kegiatan ini dilakukan berbasis masyarakat sejak awal atau dari sumbernya. Sesuai dengan UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada Bab I pasal 1 ayat 3, pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, berkelanjutan yang terdiri dari kegiatan pengurangan dan penanganan.
Dalam upaya membangkitkan kemunculan kata arkais kita juga bisa melakukan 3R, yakni reuse, recycle, dan repurpose. Saya meninggalkan kata reduce karena maknanya adalah mengurangi pemakaian segala sesuatu yang menghasilkan sampah. Jadi, kontraproduktif dengan apa yang justru saya harapkan: menggalakkan kembali pemakaiannya.
Sejalan dengan definisi dari kamus online Merriam-Webster, reuse adalah melanjutkan penggunaan sesuatu, menggunakan kembali dengan cara berbeda, atau menggunakan berulang. Ringkasnya “penggunaan lebih lanjut, berbeda, atau berulang”. Cukup banyak yang diyakini bisa dipakai ulang. Untuk benda, contoh reuse dilakukan adalah pakaian, mainan anak barang pusaka, benda di dapur seperti pisau, dan sebagainya. Untuk kosakata pasif, arkais dan klasik, kita bisa melakukannya dengan mengais kata-kata itu dari daftar bekunya, “menghangatkannya” dengan mempelajari maknanya dan mempertimbangkan atau melatih untuk memakainya satu-dua kali, lalu mengingatnya terus dan menjadi terbiasa menggunakannya di mana perlu.
Recycle adalah mendaur-ulang. Banyak caranya. Misalnya, dengan mengolah sesuatu untuk mendapatkan kembali bahannya untuk digunakan manusia, atau dengan memanfaatkan senyawa atau bahan tertentu untuk menguraikannya sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang berguna. Ringkasnya, “beradaptasi dengan penggunaan baru”. Reuse dan recycle berbeda satu sama lain. Penggunaan kembali adalah aktivitas yang memperpanjang umur suatu barang. Sedangkan daur ulang adalah pemrosesan ulang suatu barang menjadi bahan mentah baru.
Untuk benda atau barang, contoh daur ulang yang bisa kita lakukan adalah membiarkan kondisi awalnya tapi mengolahnya untuk mendapatkan bahan dasarnya. Misalnya menerapkan perlakuan terhadap botol dan gelas sehingga kita bisa mendapatkan bahan dasarnya yaitu gelas atau beling, untuk digunakan dalam proses pembuatan produk baru. Kita bisa juga melakukan pengolahan berupa degradasi biologis, misalnya terhadap kotoran hewan sehingga bisa menghasilkan biogas untuk keperluaan suplai energi di dapur.
Untuk kosakata pasif, arkais, dan klasik, kita bisa melakukan daur ulang dengan melakukan improvisasi terhadap kata itu sehingga bisa beradaptasi dengan tren masa sekarang.
Repurpose bisa dimaknai sebagai “tujuan ulang” atau, menurut kamus online Merriam-Webster, “memberikan tujuan atau penggunaan baru”. Kamus online Cambridge mendefinisikan “tujuan ulang” sebagai “untuk menemukan penggunaan baru untuk sebuah ide, produk, atau bangunan”. Lebih jelas lagi, “menggunakan kembali bahan (limbah) dalam keadaan aslinya, tetapi untuk tujuan yang berbeda”.
Untuk barang, repurpose dilakukan dengan menggunakan kembali suatu produk untuk tujuan aslinya di tempat atau cara baru. Tidak ada proses apa pun seperti dalam daur ulang. Yang dilakukan hanyalah menemukan tujuan baru dari benda tersebut. Misalnya, menjadikan selendang antik yang tidak pernah atau jarang dipakai sebagai taplak di ruang tamu atau untuk hiasan dinding. Atau, menjadikan toples tua sebagai vas bunga, TV lama sebagai akuarium, kaus kaki untuk boneka, bingkai foto untuk tempat anting, dan sebagainya.
Untuk kosakata pasif, arkais, dan klasik, kita bisa melakukan repurpose dengan menggunakannya dalam rupa kiasan atau berbagai bahasa figuratif, seperti metafora, simile, personifikasi, dan sebagainya.
Manfaat 3R
Dalam konteks sampah, manfaat reuse (sebagaimana disampaikan oleh ReUse Development Organization) adalah untuk mencegah limbah padat memasuki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), membantu komunitas, dan meningkatkan kesejahteraan materi, pendidikan dan pekerjaan dengan mengambil produk bermanfaat yang dibuang oleh mereka yang tidak lagi menginginkannya dan menyediakannya bagi mereka yang memerlukan. Dalam banyak kasus, reuse mendukung komunitas lokal dan program social, memberikan bisnis donasi dengan keuntungan pajak dan mengurangi biaya pembuangan. Juga mengurangi polusi udara, air, dan tanah, membatasi kebutuhan akan sumber daya alam baru, seperti kayu, minyak bumi, serat, dan bahan lainnya.
Recycle memberikan banyak keuntungan, dengan mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke tempat pembuangan sampah dan insinerator, menghemat energi, dan melestarikan sumber daya alam seperti kayu, air, dan mineral.
Sementara repurpose membawa hal positif seperti membantu mencegah limbah keluar dari tempat pembuangan sampah dan mengurangi polusi tanah, air dan udara. Ini menginspirasi kreativitas dan menghemat uang dengan menggunakan produk yang sudah dimiliki daripada membeli produk baru.
Manfaat 3R untuk kosakata pasif, arkais, dan klasik adalah mencegah makin tenggelam dan makin hilangnya kata-kata pasif akibat jarang digunakan; menghidupkan kembali kosakata arkais dan klasik untuk tetap lestari di tengah perkembangan bahasa yang cukup pesat dan menjadikan mereka tetap cantik plus relevan dengan setiap peradaban ke depan; menjadikan kosakata pasif, arkais, dan klasik sebagai warisan yang nyata bagi generasi bangsa. Jejak sejarah jangan sampai terhapus atau dilupakan karena jarang diangkat ke permukaan dan sulit dilacak.
Barang unik, antik, dan klasik relatif sempit peminatnya. Hanya kolektor fanatis yang bakal mati-matian berusaha mendapatkannya. Sebagai sesuatu yang unik, antik, dan klasik, kosakata bisa bernasib serupa. Dengan tulisan ini, semoga pemahaman tentang pentingnya pelestarian bahasa sebagai bagian penting warisan budaya bisa tertebar di mana-mana. Semoga bisa efektif menyebarkan kesadaran sehingga dapat terjadi perubahan berskala lebih besar. ***
#Lomba Blog PGRI Bulan Februari 2021
#Hari ke-26, Jumat, 26 Februari 2021