KMAC H-30 Redundant 27 : Berteladan pada Empat Binatang Kecil

Redundant 27: Berteladan pada Empat Hewan Kecil

Oleh Erry Yulia Siahaan

Ketika menjelajah mengenai keteladanan semut, saya dipertemukan dengan nas dalam Alkitab yang mengingatkan bahwa kita perlu berteladan pada empat binatang kecil. Yaitu, semut, pelanduk, belalang, dan cicak.

Dalam nas itu, Tuhan mengungkapkan penjelasan senada. Masing-masing menggunakan dua klausa yang bertentangan. Di satu klausa (klausa pertama), Tuhan memaparkan sudut pandang yang kerap menempatkan binatang-binatang ini pada posisi inferior. Namun, pada klausa yang lain Tuhan memperlihatkan posisi superior mereka. Dari kombinasi lemah-kuat, kurang-lebih, inferior-superior inilah, saya makin takjub pada bagaimana Tuhan menyatakan keagungan-Nya melalui ciptaan-Nya.

Amsal 30: 24-28

Pesan untuk berteladan pada keempat binatang itu ditulis dalam Amsal 30 ayat 26 sampai 28. Tertulis:

“30:24 Ada empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan: 30:25 semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, 30:26 pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu, 30:27 belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur, 30:28 cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja.”

Dalam Alkitab, Amsal dikenal sebagai salah satu dari kitab-kitab hikmat. Kitab hikmat lainnya adalah Ayub, Mazmur, Pengkhotbah, dan Kidung Agung. Kitab-kitab ini berisi pesan tentang hidup bijaksana. Amsal memuat pengajaran praktis. Contohnya, kita diminta melihat keteladanan semut. Juga hewan-hewan kecil lain yang sering dianggap mengganggu, padahal memiliki kelebihan.

Semut

Pada ayat 25, Tuhan mengatakan semut adalah “bangsa yang tidak kuat” (bisa dianggap sebagai kelemahan atau kekurangan atau sisi inferior). Namun, Tuhan menyatakan bahwa semut patut diteladani karena mereka mampu “menyediakan makanannya di musim panas.”

Kita mengetahui bahwa keteladanan semut sudah banyak mengisi pembahasan motivasional dan materi pembelajaran di sekolah-sekolah formal maupun informal. Kita mengenal semut sebagai hewan yang rajin, memiliki semangat gotong-royong yang tinggi, antisipatif, ulet, cekatan, bermental pejuang, berani, fokus, komunikatif.

Dari nas ini kita diingatkan untuk tidak menilai sesuatu dari ukuran fisik. Semut memang berukuran kecil, tetapi makhluk sebesar apapun (gajah, badak, dan lain-lain) akan mereka kalahkan. Sebaliknya, mereka yang dianggap kecil, tetap harus optimis, percaya, dan bersyukur. Semua ada oleh sebab Tuhan mengijinkan ada. Tuhan memiliki rencana yang baik.

Semut memiliki tanggung-jawab, pribadi dan sosial. Semut adalah simbol semangat untuk bekerja keras demi kebaikan bersama. Semut merupakan makhluk yang proaktif, jeli melihat kesempatan, dan mengambil inisiatif sendiri tanpa disuruh-suruh oleh pemimpinnya. Kecil dan tidak kuat, tetapi cekatan dan mampu menyediakan makanan pada masa-masa sulit. Ini mengingatkan kita pada apa yang Tuhan ijinkan dilakukan oleh Yusuf ketika menghadapi kelaparan di Mesir (Kitab Kejadian 40-45).

Pelanduk

Pada ayat 26, Tuhan mengatakan semut adalah “”bangsa yang lemah” (klausa ini bisa dianggap sebagai pernyataan tentang kelemahan atau kekurangan atau sisi inferior). Namun, Tuhan menyatakan bahwa keunggulan pelanduk sebagai makhluk ciptaan-Nya, yaitu  “yang membuat rumahnya di bukit batu”.

Klausa kedua menunjukkan bahwa pelanduk, yang dikenal sebagai “kancil” atau “makhluk cerdas”, di satu sisi merupakan binatang yang lemah. Namun, di sisi lain, pelanduk hewan yang pintar, karena tahu pentingnya membuat rencana untuk mengatisipasi sesuatu yang tidak diinginkan. Hikmat naluriah membuat pelanduk berkompensasi membuat rumah mereka di bukit batu. Pada dataran yang tinggi, sehingga ketika terjadi badai atau banjir, mereka akan selamat. Batu juga dikenal sebagai material yang penting untuk membangun pondasi yang kuat untuk sebuah bangunan. Kekuatan batu jauh melampaui kekuatan pasir sebagai bahan pondasi. Dalam Alkitab juga ada nas yang mengingatkan kita tentang perbedaan membangun rumah di atas batu dan di atas pasir.

Mazmur 104 ayat 18 juga menyebutkan bahwa “gunung-gunung tinggi adalah bagi kambing-kambing hutan, bukit-bukit batu adalah tempat perlindungan bagi pelanduk.” Gunung dan bukit batu merupakan tempat perlindungan yang baik sekali buat makluk yang “lemah”. Kompensasi ini diperlukan untuk meningkatkan keamanan mereka.

Kambing gunung, misalnya, bisa leluasa dan mudah saja bergerak di habitatnya yang diwarnai tebing-tebing tajam dan curam, serta area-area sempit di gunung. Ini membuat mereka relatif lebih aman dari ancaman predator.

Pada Kitab 1 Samuel 24, dikisahkan bagaimana Raja Saul berusaha mengejar Daud hingga ke daerah berbatu-batu di En-gedi – artinya ”Sumber Air (Mata Air) Anak Kambing” – di tepi barat Laut Mati. Para pengejar mencari Daud dan anak buahnya di atas ”gunung batu gundul tempat kambing-kambing gunung” (1 Samuel 24:2). Pemilihan daerah berbatu di dataran tinggi sebagai tempat persembunyian tentu berdasarkan pertimbangan masak.

Belalang

Pada ayat 27, Tuhan mengatakan belalang semut adalah “tidak mempunyai raja” (bisa dianggap sebagai kelemahan atau kekurangan atau sisi inferior). Namun, Tuhan menunjukkan kelebihan belalang, bahwa “semuanya berbaris dengan teratur.”

Klausa kedua menunjukkan bahwa belalang memiliki kemandirian, kerjasama, ketekunan, keteraturan, dan kekompakan. Meskipun berukuran kecil, belalang yang tanpa komando dapat berbaris dan “siap tempur” bisa membuat kewalahan manusia. Misalnya ketika mereka melalap habis hasil ladang manusia dengan ilmu “sapu habis”-nya.

Ketika Allah, melalui nabi Yoel, menubuatkan bahwa tulah yang mengerikan bakal menimpa orang-orang yang mengaku umat-Nya, tetapi yang sebenarnya adalah orang-orang murtad, Ia menyebutkan hama pelahap yang rupanya “seperti kuda-kuda perang” (Yoel 2:1-4). Rasul Yohanes menerima penglihatan yang serupa tentang tulah belalang yang hebat, dengan belalang-belalang “mirip kuda yang dipersiapkan untuk peperangan” (Wahyu 9:7).

Cicak

Pada ayat 28, Tuhan mengatakan cicak “dapat kautangkap dengan tangan” (bisa dianggap sebagai kelemahan atau kekurangan atau sisi inferior). Namun, Tuhan menunjukkan kelebihan cicak, yaitu mereka “juga ada di istana-istana raja.”

Klausa kedua menekankan bahwa sekalipun cicak dapat diremehkan, dapat ditangkap, namun cicak selalu mendapat tempat di dalam tempat-tempat yang penting.

Berbagai binatang banyak disebutkan dalam Alkitab, sejak kisah penciptaan sampai dengan binatang-binatang simbolis dalam kitab Wahyu. Di antaranya berisi hikmat untuk manusia untuk belajar dari makhluk lain yang juga adalah ciptaan-Nya.

Sungguh Tuhan Maha Kaya dan Maha Baik. Seringkali kita dituntun melalui jalan yang kita tidak mengerti, namun dalam kerelaan diri untuk percaya kepada-Nya, Dia mengantarkan kita pada pertemuan-pertemuan yang membuat kita takjub.

Pertemuan dengan faktor lemah-kuat keempat binatang itu mengingatkan kita untuk tidak menilai orang lain atau diri kita sendiri dari ukuran-ukuran kita. Sesuatu yang kita anggap kecil atau remeh, bisa begitu kuat dan superior hingga membuat kita suatu saat menjadi bengang-bengong. Kita tidak perlu merasa minder atas hal-hal yang menurut kita kurang. Karena, Tuhan (bukan kita yang) lebih tahu apa yang terbaik buat kita. ****

 

Tinggalkan Balasan