Perjumpaan
Oleh Erry Yulia Siahaan
”Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.”
Kata-kata itu ditulis sekitar 750 tahun sebelum Kristus datang, Sebuah nubuatan yang diwartakan oleh Yesaya, Putra Amos, dan tertuang dalam kitab Yesaya, Perjanjian Lama dalam Alkitab. Tepatnya pada Yesaya 53 ayat 3 dan 4.
Kata-kata itu pula yang dimunculkan pada layar di kiri-kanan altar, saat mengantarkan cuplikan film The Passion of the Christ, diiringi lagu “Karena Salib-Mu” oleh duet pemuda-pemudi. Tayangan ini merupakan pembuka ibadah Passion hari ketiga di HKBP Ressort Cibinong, Bogor.
Adegan penyiksaan terhadap Tuhan Yesus sungguh mengiris hati para jemaat yang mengikuti ibadah. Terdengar isakan yang tertahan dari beberapa jemaat yang duduk di dekat Lia, salah seorang anggota paduan suara lanjut usia (lansia). Juga decakan tak tega, seakan ikut merasakan ngilu dan perih ketika penyiksaan fisik oleh lebih dari satu algojo itu diperagakan.
Pemecutan dengan logam berujung tajam, satu demi satu mencabik-cabik kulit dan otot punggung Tuhan Yesus, yang tak berlapis pakaian, sementara kedua tangannya dibelenggu. Belum cukup itu, mahkota duri dililitkan melingkari kepalanya, menambah banyak darah keluar. Baju kebesaran dipakaikan kepada-Nya.
Sebuah salib kayu besar ditaruh dipunggung Tuhan Yesus, yang kemudian dipaksa berjalan sambil terus dipecuti, menuju puncak bukit Golgota. Bajunya dikoyak. Kedua tangannya dipaku, membuat darah lebih banyak lagi tumpah, membasahi tanah. Lambungnya ditikam setelah Tuhan Yesus berserah kepada Allah.
Dia tidak berdosa, tetapi disalibkan bersama para penjahat, seperti sudah dinubuatkan melalui Yesaya 53 ayat 9, “Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.”
Perjumpaan dengan Herodes
Apa yang dinubuatkan oleh Yesaya tersebut telah terjadi melalui peristiwa sengsara hingga penyaliban Tuhan Yesus. Melalui nubuatan yang telah menjadi kenyataan itulah jemaat mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus, yang diperingati setiap tahun. Bahkan setiap saat, karena kematian-Nya di kayu salib adalah pengorbanan satu kali untuk penebusan semua dosa manusia. Dia tidak berdosa, tetapi Dia rela menanggung dosa kita. Dia layak selalu diingat.
Yang sangat menarik dan tidak ada duanya adalah bahwa dalam penyiksaan itu, tidak ada satu keluhan pun keluar dari Tuhan Yesus (seperti tertulis dalam nubuatan Yesaya 53 ayat 7, “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.”).
Sama halnya ketika tidak ada satu katapun yang dikatakan oleh-Nya ketika Dia diperhadapkan kepada Herodes oleh Pilatus.
Dalam khotbahnya, Pdt. Monru Nainggolan membacakan nas dari Lukas 23 ayat 8 sampai 12. Tertulis: “8 Ketika Herodes melihat Yesus, ia sangat girang. Sebab sudah lama ia ingin melihat-Nya, karena ia sering mendengar tentang Dia, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda. 9 Ia mengajukan banyak pertanyaan kepada Yesus, tetapi Yesus tidak memberi jawaban apapun. 10 Sementara itu imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat maju ke depan dan melontarkan tuduhan-tuduhan yang berat terhadap Dia. 11 Maka mulailah Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-olokkan Dia, ia mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya lalu mengirim Dia kembali kepada Pilatus. 12 Dan pada hari itu juga bersahabatlah Herodes dan Pilatus; sebelum itu mereka bermusuhan.”
Pada ayat 9 terungkap, Herodes mengajukan banyak pertanyaan kepada Tuhan Yesus, namun Tuhan Yesus tidak memberi jawaban apapun. Bahkan, Dia tetap diam ketika imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat melontarkan tuduhan berat kepada-Nya, juga ketika Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-olokkan Dia.
Nainggolan menggarisbawahi kata-kata “Ketika Herodes melihat Yesus, ia sangat girang.” Sebelum membahas soal kegirangan Herodes, Nainggolan mengantarkan jemaat pada riwayat Herodes Antipatros (atau biasa disingkat “Herodes Antipas” atau cukup “Herodes”), tentang siapakah dia dan bagaimana karakternya.
Herodes Antipas hidup pada 20 tahun Sebelum Masehi hingga tahun 39 Masehi. Dia adalah anak dari Herodes Agung dengan isteri ketiganya. Herodes Agung hidup semasa kelahiran Tuhan Yesus dan dia takut serta panik setelah mendengar berita bahwa seorang raja telah lahir. Dia akhirnya mengeluarkan perintah untuk membunuh seluruh bayi laki-laki yang lahir di negeri kekuasaannya pada masa itu.
Herodes Antipas adalah raja di wilayah Galilea dan Perea pada abad pertama Masehi, yang memiliki gelar Tetrarki. Herodes Antipas bertanggungjawab pada peristiwa pemenggalan kepala Yohanes Pembaptis. Raja ini menceraikan isterinya, kemudian menikahi Herodias, cucu dari ayahnya (Herodes Agung), di mana Herodias adalah bekas isteri dari saudaranya. Herodes Antipas terkenal atas perannya yang berujung eksekusi terhadap Yohanes Pembaptis, untuk memenuhi janjinya memberikan kepala Yohanes Pembaptis sebagai hadiah ulangtahun bagi Salome, putri bawaan Herodias dari suaminya yang terdahulu.
Bahwa pada nas itu disebutkan Herodes girang bertemu dengan Tuhan Yesus, kata Nainggolan, itu bukan berarti girang karena kerinduan yang rohani. Tuhan Yesus pasti mengetahui bagaimana hati dan karakter Herodes yang kurang baik. Bukankah ketika bertemu pertama kali dengan seorang perempuan Samaria di sebuah sumur, Tuhan Yesus mengetahui siapa perempuan itu, berapa suaminya, dan bagaimana kehidupannya. (Baca: “Percakapan dengan perempuan Samaria” dalam Yohanes 4 ayat 1 sampai 42)
Perjumpaan dengan Tuhan
Berdasarkan nas itu pula, Nainggolan mengantarkan jemaat pada perjumpaan dengan Tuhan melalui empat poin utama.
Pertama, biarlah kita selalu rindu bertemu dengan Tuhan. Namun, kerinduan kita bukanlah seperti kerinduan Herodes, yang memiliki motif tersembunyi yang kurang baik. Tapi bagi kita, kata Nainggolan, biarlah kita benar-benar rindu pada Tuhan Yesus karena rindu untuk merasakan kehadiran-Nya, mendengarkan bimbingan-Nya, mendapatkan gembalaan-Nya, dan menerima kasih-Nya.
Kedua, kita girang ketika bertemu dengan Tuhan Yesus. Herodes juga girang saat bertemu dengan Tuhan Yesus, tetapi girangnya itu karena beberapa hal yang tidak jelas, yang untuk kepentingannya.
“Kita girang bertemu dengan Tuhan Yesus karena satu hal saja, yaitu karena Tuhan Yesus mengampuni saudara dan saya. Dia memelihara hidup kita,” kata Nainggolan seraya menambahkan, Tuhan Yesus menerima kita apa adanya. Dia tetap mau datang kepada kita, meskipun Dia mengetahui segala kekurangan, dosa-dosa, dan kejahatan kita, sekalipun hal itu mungkin kita sembunyikan atau tidak terlihat oleh banyak orang.
Ketiga, sebagai orang yang girang bertemu dengan Tuhan Yesus, jemaat diajak untuk menjauhi sikap yang telah ditunjukkan oleh para ahli Taurat dan imam-imam kepala yang penuh nista dan kemunafikan.
“Mari kita buang sikap sinisme atau asal tuduh pada orang lain,” tegas Nainggolan. “Mari kita tumbuhkan sikap positif, kita tebarkan hal-hal yang membangun.”
Nainggolan juga mengajak kaum pemuda gereja untuk tidak ikut-ikutan menyebarkan hoax.
Keempat, jemaat diajak menjauhi sikap bersenanghati atas penderitaan orang lain. Sebagaimana disebutkan dalam bagian akhir nas itu (ayat 12), “Dan pada hari itu juga bersahabatlah Herodes dan Pilatus; sebelum itu mereka bermusuhan.” Dari ayat ini terlihat, bahwa karena kematian Tuhan Yesus yang tidak berdosa, Herodes menjadi bersahabat dengan Pilatus.
Lia pulang dengan kaki ringan. Hatinya girang. Sukacita membuat hatinya meluap-luap, sekaligus terharu, tentang bagaimana Tuhan Yesus menjamah hidupnya, membuat halaman cerita tentang dirinya selalu baru dan kosong, setiap saat Lia berjumpa dengan-Nya. Halaman-halaman bersih itu siap ditoreh dengan kisah-kisah yang baru, yang penuh dengan kesempatan, penuh dengan perjumpaan. Jendela hatinya makin lebar terbuka, selalu siap menyambut Sahabatnya. ***