Oleh Erry Yulia Siahaan
Para ilmuwan Swiss menemukan mikroba di Pegunungan Alpen dan kawasan kutub Arktik yang dapat mencerna plastik pada suhu rendah.
Tim peneliti mempublikasikan temuan mereka itu pada jurnal ilmiah Frontiers in Microbiology Volume 14 Tahun 2023 yang terbit Senin (10 Mei 2023). Periset berasal dari dua lembaga di Swiss, yakni Swiss Federal Institute for Forest, Snow and Landscape Research WSL, Birmensdorf, dan Institute of Biogeochemistry and Pollutant Dynamics, Swiss Federal Institute of Technology ETH, Zurich.
Meskipun penelitian ini bisa dianggap “menjanjikan” karena manfaatnya terhadap lingkungan dan bagi terbukanya bisnis baru, tetap harus diingat bahwa plastik yang diteliti di sini adalah jenis plastik biodegradable dan risetnya masih bersifat awal. Artinya, langkah-langkah yang sudah diperketat terhadap penggunaan plastik jangan diperkendor.
“Di sini kami menunjukkan bahwa taksa mikroba baru yang diperoleh dari plastisfer di tanah Pegunungan Alpen dan Arktik mampu memecah plastik biodegradable pada suhu 15°C,” kata penulis pertama Dr Joel Rüthi, yang saat ini menjadi ilmuwan tamu di WSL. “Organisme ini dapat membantu mengurangi biaya dan beban lingkungan dari proses daur ulang enzimatik untuk plastik.”
Plastisfer adalah bagian dari ekosistem global yang berbasis plastik, terutama sampah plastik yang mengambang dan mikroba serta organisme lain yang hidup di atasnya.
Joel Rüthi dan kelima rekannya mengisolasi sampel dari 34 galur mikroba tahan dingin – terdiri dari 19 galur bakteri dan 15 galur jamur – yang ada pada plastisfer, baik dari plastik yang sengaja dikuburkan di tanah Alpine dan Arktik selama uji coba maupun dari plastik yang dikumpulkan langsung dari lingkungan sekitar Arktik.
Mereka kemudian meneliti kesanggupan mikroba itu untuk menguraikan plastik pada suhu 15°C, yakni untuk plastik jenis polietilen konvensional (conventional polyethylene, PE) yang non-biodegradable dan poliester poliuretan (polyester-polyurethane, PUR) yang biodegradable; dua campuran polybutylene adipat terephthalate (PBAT) dan asam polilaktat (PLA) yang tersedia secara komersial dan bersifat biodegradable, serta PBAT murni dan PLA murni.
Galur mikroba itu tepatnya berada di Greenland, Svalbard, dan Swiss. Sebagian besar sampah plastik dari Svalbard dikumpulkan selama Proyek Arktik Swiss 2018, di mana mahasiswa melakukan kerja lapangan untuk menyaksikan dampak perubahan iklim secara langsung. Tanah dari Swiss dikumpulkan di puncak Muot da Barba Peider (2.979 m) dan di lembah Val Lavirun, keduanya berada di Graubünden.
Para ilmuwan membiarkan mikroba yang diisolasi tumbuh sebagai biakan galur tunggal di laboratorium dalam kegelapan dan suhu 15°C dan menggunakan teknik molekuler untuk mengidentifikasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strain bakteri termasuk dalam 13 genera dalam filum Actinobacteria dan Proteobacteria, dan jamur dalam 10 genera dalam filum Ascomycota dan Mucoromycota.
Rangkaian tes dilakukan untuk melihat strain mana yang mampu mencerna sampel steril PE yang non-biodegradable dan PUR yang biodegradable, serta dua campuran biodegradable PBAT dan PLA.
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada satu galurpun yang mampu mencerna PE, bahkan setelah 126 hari inkubasi pada plastik tersebut. Tetapi 19 galur (56%) – 11 jamur dan delapan bakteri – mampu mencerna PUR pada suhu 15°C. Sementara 14 jamur dan tiga bakteri mampu mencerna campuran plastik PBAT dan PLA, masing-masing 12 galur untuk produk komersial A dan 5 galur untuk produk B.
Resonansi Magnetik Nuklir (NMR) dan uji berbasis fluoresensi menegaskan bahwa strain itu mampu memotong polimer PBAT (delapan galur) dan PLA (tujuh galur) menjadi molekul yang lebih kecil. Uji ko-hidrolisis memperlihatkan banyak galur yang mampu melakukan depolimerisasi PBAT.
Selain itu, dua galur jamur – Neodevriesia dan Lachnellula – menunjukkan performa terbaik karena terbukti mampu mendegradasi semua bahan plastik biodegradable yang diujikan, yang membuat kedua galur ini “menjanjikan” untuk diaplikasikan secara luas.
Dilaporkan pula, kemampuan untuk mencerna plastik bergantung pada media kultur untuk sebagian besar galur, dengan masing-masing galur bereaksi berbeda terhadap masing-masing dari empat media yang diuji.
“Sangat mengejutkan bagi kami bahwa kami menemukan sebagian besar galur yang diuji mampu mendegradasi setidaknya satu dari plastik yang diuji,” kata Rüthi.
Mikroorganisme tahan dingin yang dapat menghasilkan enzim yang aktif pada suhu rendah sangat diinginkan untuk industri daur ulang, karena berpotensi menghemat energi dan biaya pemrosesan dengan menghilangkan langkah pemanasan. Enzim tahan dingin dengan kekerapannya memiliki spesifisitas substrat yang lebih luas dibandingkan dengan enzim mesofiliknya dinilai bermanfaat untuk depolimerisasi dan untuk mencegah terjadinya reaksi samping yang tidak diinginkan pada suhu tinggi, sehingga meningkatkan kemurnian produk.
Potensi degradasi plastik dari mikroorganisme tahan dingin masih jarang dikaji. Sampai saat ini belum ada galur mikroba dengan kemampuan untuk mendegradasi plastik sejenis PUR, PLA dan PBAT pada suhu di bawah 20°C.
Menemukan, membiakkan, dan merekayasa mikroba tersebut dinilai tidak hanya akan menjadi solusi penting dalam mengatasi polusi, tetapi juga menjadi bisnis besar. Namun, sekali lagi, perlu diingat pula bahwa jenis plastik yang diuji dan berhasil diuraikan di sini adalah plastik yang biodegradable. Jadi, penggunaan terbatas plastik tetap perlu menjadi perhatian, apalagi masih banyak plastik yang non-biodegradable. ***