Mengapa manusia disebut makhluk yang sosial?
Pertanyaan ini kerap muncul dibenak masing-masing pembaca. Setara dengan apa yang telah disampaikan oleh Rasulallah SAW bahwa tidak ada manusia yang tidak membutuhkan bantuan dari yang lainnya.
Allah SWT menjadikan manusia sebagai hamba sekaligus Khalifah di muka bumi ini, dengan fungsi melestarikan ciptaan-Nya yang disediakan sebagai fasilitas hidup. Fasilitas yang lengkap tak tertandingi ini disediakan secara gratis atau cuma-cuma. Allah SWT hanya memberi rambu-rambu kepada manusia untuk diperhatikan sehingga tidak tergelincir dan terjerumus ke dalam lembah kesesatan.
Di sinilah sifat Rahman dan rahim (kasih dan sayang) Allah SWT yang diberikan kepada semua hamba-Nya secara merata tanpa pilih kasih entah itu laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya pada surah Al-Nahl ayat 97: “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang baik dari apa yang telah mereka lakukan.”
Ayat di atas merupakan indikator atau pertanda pentingnya berbuat baik di muka bumi, sekaligus sebagai motivator agar manusia tidak hanya menikmati fasilitas Allah SWT, tetapi juga melakukan kebaikan secara terus menerus. Berbuat di sini tentunya dimulai dari individu-individu yang akhirnya akan berimbas secara kolektif.
Secara psikologis, anjuran Allah SWT dalam ayatnya tersebut sejalan dengan fitrah manusia yang cenderung untuk berbuat baik. Namun kadang fitrah manusia yang cenderung untuk berbuat jahat ketika manusia kehilangan sifat kemanusiaannya. Dan untuk memulihkan keadaan yang demikian, tentunya manusia melatih diri agar senantiasa mengingat Allah SWT.
Dalam era yang serba modern ini kita sering menyaksikan umat Islam khususnya umat manusia pada umumnya cenderung mementingkan dirinya sendiri. Ego dan keangkuhan manusia telah mengalahkan kepentingan bersama. Mereka tidak lagi memedulikan kepentingan orang lain.
Mereka tampak religius dan agamais, sementara dalam keseharian tidak tercermin dalam ajaran nilai-nilai agama. Sebagai orang beragama, sifat-sifat ketuhanan sekiranya menjadi cermin jiwa, kaca hati, dan perilaku kehidupan. Untuk mencapai semua itu, diperlukan pemahaman agama secara benar dan melaksanakannya dengan konsisten, hanya dengan itulah kita tergolong sebagai hamba yang saleh baik secara individual maupun sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial manusia tentunya membutuhkan bantuan sesama. Manusia membutuhkan bantuan manusia yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar bisa melanjutkan hidup. Rasa saling membutuhkan ini secara harfiah ada. Allah sengaja menciptakan manusia dengan berbagai kebutuhan agar mereka bisa hidup berdampingan satu sama lainnya. Membantu satu sama lainnya sehingga manusia memiliki kesadaran bahwa ia membutuhkan satu sama lainnya jadi mereka saling berbuat kebaikan agar bisa diterima antara satu dengan lainnya.
Apa bila manusia memiliki sikap acuh tak acuh maka mereka akan otomatis terabaikan di mata masyarakat. Mereka akan tertinggal dan pada akhirnya mereka sendiri akan terpuruk.
Allah sangat bijaksana dalam mengatur apa-apa yang sudah dia ciptakan maka rambu-rambu yang dibuatnya hendaklah dipatuhi agar manusia senantiasa berbuat sesuai jalannya untuk terus berada di jalan yang benar.