Mengapa Kita Harus Berkelana?

Humaniora99 Dilihat
Ilustrasi spirit pengelana. Sumber;Wallup.net
wallup.ne

Sobatku, kita semua adalah makhluk berkelana. Lantas, apa yang kita cari dalam perjalanan itu?

Apakah berkelana hanya sekadar perjalanan biasa saja? Tidak juga! Tersebab setiap dari kita memiliki arah dan tujuan yang pasti dan jelas.

Akan tetapi, untuk menuju bascamp Roma, kita harus melewati ribuan kerikil kecil yang terkadang menguras aspek emosional kita. Akibatnya, sebagian dari kita memilih untuk mengakhiri perjalanannya sebelum mencapai tujuan hidupnya.

Sebaliknya, ada yang berhasil mencapai tujuan hidupnya. Pertanyaan lanjutannya, Ketika seseorang yang sudah menemukan tujuan hidupnya, lantas apakah ia akan merasa hidupnya nyaman? Tidak juga!

Mengapa hal demikian itu bisa terjadi? Karena kehidupan tanpa masalah adalah munafik!

Diskursus atau konsep ini akan mengarahkan kita menuju kehidupan para bijak, terutama tentang pertanyaan apa itu kehidupan?

Hidup Sebagai Anugerah

Kehidupan dikatakan anugerah karena ada unsur kerjasama antara Sang Pengada dengan kita sebagai produknya.

Hal yang perlu kita telusuri adalah sejauh mana manfaat kehadiran kita di tengah kehidupan sosial.

Sebagai makhluk sosial, tentu kita bukan hidup sendirian di padang gurun. Tapi, kita masih mempunyai diri kita yang lain (Liyan).

Untuk itu, cara terbaik yang perlu kita lakukan adalah mensyukuri rahmat kehidupan ini.

Bersyukur akan membawa kita pada penghargaan tentang kehidupan. Sekecil apa pun pekerjaan, karya dan pelayanan kita dapatkan itu adalah bonus dari Sang Pencipta.

Bonus kehidupan itu akan semakin ditambahkan berkali lipat jika kita memiliki kerelaan untuk berbagi.

Berbagi adalah bentuk pertanggungjawaban kita kepada Sang Pencipta. Kita jangan berpikir bahwasannya Sang Pencipta itu ada di atas sana. Melainkan dalam diri sesama dan lingkungan kita itu adalah representasi atau perwakilan dari Sang Pemberi Kehidupan itu sendiri.

Belajar Rasa Syukur Dari Para Filsuf
Sobatku, kecerdasan para filsuf itu didapatkan dari pengalaman hidup mereka sendiri.

Mereka selalu menyisihkan waktu untuk membangun dialog dengan diri mereka, peristiwa yang mereka alami setiap hari, lingkungan sosial mereka maupun semesta.

Karena kita hidup dari kolaborasi antara ayah dan ibu kita di semesta ini.

Memang kita tidak bisa memahami hukum semesta. Akan tetapi, setidaknya kita membangkitkan hasrat ingin tahu kita layaknya seorang anak kecil yang ingin tahu banyak hal tentang kehidupan.

Sobatku, hidup tanpa refleksi adalah kematian yang selalu mengejar kita. Faktanya kita memang saat ini ada. Tapi, spirit kita tidak terisi oleh kekuatan supnatural.

Kekuatan supnatural itu selalu hadir dan menyapa kita setiap saat. Entah sadar ataupun tidak, kita berada dalam siklus pengejaran waktu.

Waktu Tak Bisa Diputar Kembali

Kita boleh memutar ulang tayangan di youtube. Tapi, kita tidak punya kemampuan untuk mengulangi waktu yang sudah berlalu.

Untuk itu, tidak ada cara lain selain memaksimalkan waktu yang singkat ini dengan mengisi sofskill dan hardskill kita dengan berbagai ilmu pengetahuan.

Tapi, kita perlu sadar diri juga bahwasannya dengan kelimpahan ilmu pengetahuan yang kita ketahui, jangan sampai mengasingkan diri kita dari kehidupan itu sendiri.

Terakhir, apa pun impian atau tujuan hidup kita, jangan sekali-kali melupakan kebaikan dari Sang Pencipta.

Karena Sang Pengada tidak akan pernah meninggalkan kita sedetik pun. Meskipun kita sering kehilangan kontak dengan-Nya

Jakarta, 06 Desember 2021

Tinggalkan Balasan