Sobatku, untuk menjadi diri sendiri itu memang sulit. Karena banyak orang akan menjauhin kita. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Pertanyaan ini menjadi fondasi kita untuk melihat salah satu ajaran dari filsuf negeri Yunani. Siapakah tokoh bijak itu? Mari kita kuliti bersama!
Bapak Filosofi Yunani, Sokrates terkenal dengan semboyan; “Kenalilah Dirimu Sendiri.” Pertanyaan ini menjadi polemik atau perdebatan antar filosofi pada zamannya bahkan perdebatan ini masih menjadi persoalan terbesar dalam sejarah perjalanan kita.
Diskursus atau konsep ini semakna dengan ajaran dari filsuf kebudayaan Ernest Cassirer yakni: Persoalan terbesar setiap orang adalah mengenali diri sendiri.”
Sobatku, apa maksud dari pendekatan filosofi yang saya tawarkan di atas? Tentu korelasi atau hubungan dari ‘statement’ kedua filsuf tersebut adalah berkaitan dengan diri saya sendiri, kamu dan siapa pun yang sedang membaca tulisan ini.
Di mana, kita cenderung dihipnotis oleh orang-orang yang berada di lingkungan kita. Berbicara mengenai lingkungan tentu skalnya besar. Untuk itu, saya batasi pada ruang kepribadian diriku sendiri.
Keunikan Menjadi Diri Sendiri
Sobatku, menjadi diri sendiri itu unik. Keunikan itulah yang menciptakan perasaan iri antar individu.
Contohnya; saya memiliki karakter introvert atau segala sesuatu berpusat pada diri saya sendiri. Saya nyaman berada dengan diri saya dalam kondisi apa pun. Tapi, ada kalanya, sebagain besar tetangga yang ada di lingkunganku tidak menyukai saya.
Okelah! Itu adalah hak kamu untuk tidak menyukai saya. Tapi, perlu dicatat bahwasannya apa yang saya jalani itu adalah bagian dari ekspresi atau representasi/perwakilan dari diri saya sendiri.
Nah, dalam kondisi ini langkah-langkah apa saja yang saya butuhkan untuk memanajemen diri saya terhadap perasaan-perasaan serta emosi negatif dari lingkungan tetangga?
Saya pun mengadopsi seni hidup bersikap masa bodo yang diajarkan oleh Mark Manson dalam bukunya yang berjudul “Sebuah Seni Untuk Bersikap Masa Bodo.”
Jalan pembebasan ini bukan mencerminkan bahwa saya tidak mau diatur oleh siapa pun. Tapi, di sini saya tahu apa yang harus saya lakukan dalam perjalanan hidup saya.
Becermin Sebelum Menghakimi Sesama
Di dalam kamar kontarakan saya ada sebuah cermin yang terpajang di depan pintu. Cermin itu menjadi pengingat atau alarm bagi saya untuk selalu melihat kedalaman hidup saya sebelum menceritakan kejelekan orang lain.
Jujur, saya memiliki kelemahan. Kelemahan saya terkadang memberikan bentrokan bagi siapa pun yang berada di sekitarku.
Akan tetapi, dari kelemahan itu saya selalu belajar untuk memperbaiki diri sendiri. Karena hanya melalui jalan itulah saya tahu apa yang musti saya lakukan bagi diriku yang lain (Liyan).
Sobatku, mungkin saja di depan rumah kamu juga ada cermin besar, cobalah sesekali masuk dan bertanya pada dirimu sendiri dengan pertanyaan berikut:
Apa yang dirasakan oleh tetanggaku jika saya menceritakannya? Bagaimana perasaan batinn? Jika kamu belum menemukan jawabannya, itu tidak masalah! Yang terpenting kita harus memiliki semangat untuk berbenah dan memperbaiki diri secara terus menerus.
Karena dari kesalahan, kita semakin kaya dalam membangun hubungan yang baik dengan sesama, entah di mana pun.
Sobatku, terima kasih untuk kamu yang selalu hadir dan menyapa saya dalam kondisi apa pun. Akhirnya, tulisan ini adalah autokritik terhadap diri saya sendiri. Karena saya kelamaan hidup di dalam dunia gua yang memandang mereka yang berada di luar diriku itu tidak baik dari segi apa pun.
Jakarta, 29 September 2021